top of page
  • Writer's pictureAkhi

ABU DZAR: PAHLAWAN KAUM MUSTADH'AFIN


Suku Ghifar tinggal di daerah yang dilewati kafilah-kafilah dagang. Mereka adalah penunggang-penunggang kuda yang tangguh, jago-jago pedang yang piawai. Abu Dzar berasal dari suku ini. Dia sering memimpin anak buahnya membajak para pedagang. Sebagai pemuka perampok Ghifari, dia ditakuti semua orang. Tetapi Abu Nu'aim Al-Isfahani, dalam ensiklopedi orang sucinya, Hilyat Al-Awliya, menyebut Abu Dzar sebagai wali yang kedua puluh enam. Abu Nu'aim menggelarinya Al-Qanit Al-Wahid, ahli ibadat yang sebatangkara.


Mengapa perampok ini menjadi orang suci? Abu Nu'aim menjawab secara puitis: Khadimar rasul, wata'allamal ushul, wa nabadzal fudhul (Dia mengabdi kepada rasul, belajar pokok-pokok agama, dan melemparkan kemegahan dunia). Islam mempengaruhi pemikirannya, menunjukinya jalan yang lurus, dan mengarahkan semangat juangnya. Sebelum masuk Islam, Abu Dzar bukan sebarang perampok. Dia hanya merampok pengusaha multinasional yang kaya. Hasil rampokannya dia bagikan kepada orang-orang miskin.


Ketika Anis, saudaranya, pulang dari Makkah, dia melapor: "Aku menemukan Nabi yang menganut agama seperti kamu." Maksud Anis, Nabi itu mewajibkan orang kaya untuk memberikan sebagian dari hartanya kepada orang miskin. Seperti Abu Dzar, Nabi itu mengecam penguasa yang sekaligus pengusaha; yang tidak mempunyai kesetiakawanan sosial.


Maka berangkatlah Abu Dzar ke Makkah. Dia masuk Islam. Dia ber-bay'ah kepada Nabi: "Aku berjanji akan menyatakan kebenaran walaupun pahit."


Dari tempat Rasul, dia menuju Masjid Al-Haram. Dia berteriak sekaras-kerasnya: "Asyhadu alla ilaha illallah; wa asyahadu anna Muhammaddar Rasulullah," Dia merupakan demonstran pertama yang menegakkan kalimah tauhid di Masjid Al-Haram. Dia juga demonstran pertama yang dianiaya, dipukuli, dan dikeroyok. Tubuhnya basah dengan darah, seperti kambing yang baru disembelih.


Kelak, setelah Nabi hijrah ke Madinah, Abu Dzar membawa rombongan kabilah Ghifar dan Aslam. Di bawah pimpinannya, kedua suku ini menyatakan sumpah setia kepada Islam. Perlahan-lahan cahaya Islam menghunjam di hati mereka. "Raksasa garong dan komplotan setan telah beralih rupa menjadi raksasa kebajikan dan pendukung kebenaran," kata Khalid Muhammad Khalid dalam Karakteristik 60 Sahabat Rasul.


Pada tahun kesembilan Hijri, Nabi Muhammad saw. menge. rahkan pasukannya ke Tabuk. Waktu itu musim kemarau dar udara terik membakar. Abu Dzar berada dalam rombongan. Di tengah perjalanan, keledainya melemah. Jalannya sangat lambat. Abu Dzar ketinggalan. Karena itu, dia tinggalkan keledainya. Dia pikul barang-barang di punggungnya. Dengan terbungkuk-bungkuk, dia menyusul rombongan Rasulullah. Di suatu tempat, Rasulullah dan rombongan beristirahat. Seorang sahabat melaporkan ada kepulan debu dan noktah kecil di kejauhan. "Mudah-mudahan itu Abu Dzar," kata Nabi yang mulia. Benar, Abu Dzar datang terseok-seok. Begitu sampai di hadapan Nabi, dia rubuh. Bibirnya kering kehausan. Setelah diberi air minum, ditemukan bahwa kantong air Abu Dzar penuh air.


"Aku tidak meminumnya, ya Rasullullah," kata Abu Dzar, "Di tengah perjalanan, aku menemukan oase. Airnya jernih. Ketika aku mereguknya sedikit, aku merasakan kelezatannya. Aku bersumpah aku takkan meminumnya sebelum engkau meminumnya lebih dahulu, ya Rasulullah."


Seperti memandang jauh ke depan, Rasulullah berkata: "Hai Abu Dzar, engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, engkau bakal mati sendirian juga. Tetapi serombongan ahli Irak yang saleh kelak akan mengurus pemakamanmu."


Inilah nubuwat Nabi yang menjadi suratan hidup Abu Dzar. Setelah Nabi meninggal dunia, Abu Dzar berjuang di samping Ali bin Abi Thalib. Bersama Miqdad, Ammar, dan Salman, Abu Dzar menjadi empat pilar kelompok Ali.


Pada zaman Utsman, dia melihat sebagian dari ruling elite jahiliah tampil kembali. Marwan bin Al-Hakam, yang pernah diusir Nabi dari Madinah, menjadi sekretaris negara. Mu'awiyah, putra Abu Sufyan, yang kekuasaannya digulingkan Rasulullah, menjadi Gubernur di Syria. Sementara itu, kekayaan hanya dibagikan kepada keluarga penguasa. Al-Walid bin Uqbah, yang digelari fasiq dalam Al-Quran diberi 100.000 dirham. Mahzur, pusat perdagangan di Madinah, yang dahulu milik bersama, sekarang diserahkan kepada satu tangan saja; yakni, tangn Marwan bin Al-Hakam. Ladang rumput, yang dahulu bebas dimasuki ternak siapa pun, sekarang dimonopoli oleh Banu Umayyah.


Abu Dzar teringat pesan Nabi. Pernah Nabi menegurnya, "Hai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu bila menjumpai penguasa yang mengambil upeti untuk dirinya dari jabatannya?"


"Demi Allah yang mengutus Anda, akan aku tebas dengan pedangku," kata Abu Dzar.


Nabi memberi nasihat, "Aku tunjuki cara yang lebih baik. Bersabarlah sampai engkau berjumpa lagi denganku!"


Bagi Abu Dzar, bersabar bukan berarti tinggal diam. Bersabar artinya tidak menggunakan kekerasan, tetapi tetap tabah menyampaikan kebenaran walaupun pahit.


Pada satu sisi, Abu Dzar melihat para pejabat yang hidup mewah; dan pada sisi yang lain, dia menyaksikan para pejuang zaman Rasullullah serba kekurangan. "Sampai ada salah seorang di antara mereka yang menggadai, hanya sekadar untuk dapat membeli beberapa potong roti. Padahal para penguasa dan orang-orang yang dekat dengan pemerintah makin bertambah kaya dan hidup bermewah-mewah," tulis Al-Husaini dalam Imam Al-Muhtadin.


Abu Dzar bangkit, tidak menghunus pedang, tetapi menyampaikan kontrol sosial. Pada suatu hari, Abu Musa Al-Asy'ari membentangkan kedua tangannya ingin memeluk Abu Dzar, "Salam bagimu Abu Dzar, selamat saudaraku!"


Dengan ketus Abu Dzar berkata, "Aku bukan saudaramu. Kita bersaudara dahulu, sebelum kamu menjadi pejabat."


Ketika melihat Abu Darda sedang membangun rumah megah Abu Dzar memperingatkan, "Engkau angkut batu-bata di atas tengkuk orang lain."


Dia juga menepiskan tangan Abu Hurairah ketika akan memeluknya, "Menyingkirlah! Bukankah kamu sudah menjadi pejabat, sehingga terus menerus mendirikan gedung, mengusahakan peternakan, dan memborong tanah-tanah pertanian?" Konon, Abu Hurairah berusaha menyanggahnya; dan mengatakan bahwa semua itu hanya desas-desus.


Pada suatu hari, Abu Dzar hadir di majelis khalifah. Khalifah bertanya: "Setelah menyerahkan zakat, apakah masih ada kewajiban lain?"


Kata Kaab: "Tidak, cukuplah zakat itu."


Abu Dzar memukul dada Kaab: "Engkau dusta, hai Anak Yahudi. Allah berfirman: Bukanlah kebaikan itu menghadapkan wajahmu ke barat atau ke timur. Kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab, dan para nabi. Lalu memberikan harta yang dicintainya kepada keluarga dekat, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, para peminta, para tawanan, (dan seterusnya) (Al-Baqarah 177)."


Ketika khalifah bertanya bolehkah khalifah menggunakan harta kaum Muslim sekehendaknya, Kaab menjawab boleh. Abu Dzar marah. Dia memukulkan tongkatnya ke dada Kaab. Khalifah marah. Abu Dzar diusir ke Syria.


Marilah kita dengarkan penuturan Khalid Muhammad Khalid tentang perilaku Abu Dzar di Syria:


"Pemimpin gerakan hidup sederhana ini pun berkemas-kemas dan secepat kilat berangkat ke Syria. Dan ketika berita itu didengar rakyat jelata, mereka pun menyambut kedatangannya dengan semangat menyala penuh kerinduan, dan mengikuti ke mana perginya.


"Bicaralah, wahai Abu Dzar!" kata mereka, "Bicaralah, wahai sahabat Rasulullah."


Abu Dzar melepaskan pandang menyelidik ke arah orang-orang yang berkerumun. Dilihatnya kebanyakan mereka orang-orang miskin yang dalam kebutuhan. Lalu dilayangkan pandangnya ke tempat-tempat ketinggian yang tidak jauh letaknya dari sana. Maka tampaklah olehnya gedung-gedung dan mahligai tinggi. Berserulah dia kepada orang-orang yang berhimpun di sekelilingnya itu:


"Saya heran melihat orang yang tidak punya makanan di rumahnya; kenapa dia tidak mendatangi orang-orang itu dengan menghunus pedangnya."


Tetapi segera teringat olehnya wasiat Rasulullah yang menyuruhnya memilih cara evolusi daripada revolusi, menggunakan kata-kata tegas daripada senjata pedang. Maka ditinggalkannyalah bahasa perang dan kembali menggunakan bahasa logika dan kata-kata jitu. Dianjurkannyalah kepada orang-orang itu bahwa mereka sama tak ubahnya seperti gigi-gigi sisir... bahwa pemimpin serta pembesar dari suatu golongan, haruslah yang pertamakali menderita kelaparan sebelum anak buahnya, sebaliknya yang paling belakang menikmati kekenyangan setelah mereka.


Ketika Mu'awiyah membangun istana megah Al-Khadhra, Abu Dzar setiap hari berteriak di depan pintu gerbangnya: Orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah kabarkan kepada mereka siksaan yang pedih.


Kepada Mu'awiyah ia berkata: "Kalau rumah ini engkau bangun dengan hartamu sendiri, engkau berlebih-lebihan. Kalau engkau bangun ini dengan harta kaum Muslim, engkau khianat." Mu'awiyah resah. Dia mengirim surat kepada khalifah bahwa Abu Dzar meresahkan masyarakat, mengganggu stabilitas nasional.


Abu Dzar dikirimkan ke ibukota; diikatkan di atas kendaraannya. Dia sampai di Madinah dengan sebagian pahanya terkelupas. Akhirnya, dia dikucilkan ke sebuah tempat gersang, Rabadzah. Ali dan keluarganya mengantarkannya sampai ke batas kota. Kata Ali: "Wahai Abu Dzar, engkau takut kepada mereka karena dunianya dan mereka takut kepadamu karena keyakinanmu."


Abu Dzar hanya membalas dengan linangan airmatanya. "Kalian mengingatkan aku kepada Rasulullah," kata Abu Dzar. Di sana, di tanah gersang Rabadzah, Abu Dzar kelaparan. Mula-mula istrinya mati, sesudah itu dirinya. Seperti nubuwat Nabi, dia mati sendirian, Mati karena mempertahankan keyakinannya. Mati karena setia kepada bay'ah-nya.


Kepada anaknya dia berpesan, "Pergilah engkau ke bukit di sana. Nanti akan ada orang Irak lewat. Mereka akan mengurus jenazahku. Sampaikah kepada mereka, jangan kafani aku dengan kain yang dibeli dari upah pegawai pemerintah!" JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

14 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page