top of page
  • Writer's pictureAkhi

Akan Datang Suatu Zaman Atas Umat Manusia

Updated: May 1


Allah Swt berfirman, "Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memerhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi serta telah mereka makmurkan. Dan memakmurkannya lebih dari apa yang telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka. Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri." (QS Al-Rum [30] ayat 9).


Allah Swt juga berfirman: "Dan kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan, sungguh, kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka, tidaklah kamu memahaminya?" (QS Al-An'am [6] ayat 32).


Untuk menjelaskan ayat Al-Quran yang saya utarakan di atas, sebagian ulama tafsir Al-Quran (al-mufassirin) menyebutkan sabda Rasulullah Saw berikut: "Akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-Tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka terletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit pun kecuali namanya saja; tidak tersisa Islam sedikit kecuali pun upacara-upacaranya saja. Masjid-masjid mereka makmur dan damai. Tetapi, hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana (al-bala'), kekejaman para penguasa, kekeringan masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan."Para sahabat takjub mendengar pembicaraan Nabi itu. Mereka bertanya, "Ya Rasulullah, apakah mereka ini menyembah berhala?"Nabi menjawab, "Ya, bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala."



Dalam hadis di atas, Nabi Saw meramalkan akan datang suatu zaman ketika manusia menjadikan uang sebagai berhala mereka. Setiap keping uang, setiap keping dirham, dolar, dan rupiah menjadi berhala mereka. Rasulullah Saw menggambarkannya dengan indah: "Pada zaman itu manusia mempertuhankan perutnya." Kalau disebut Tuhan adalah sesuatu yang yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan alasan-alasan apa pun, maka orang akan menaati keinginan dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam, seluruhnya, hanya untuk mengisi perutnya. Dulu, pada zaman Rasulullah, orang-orang yang taat ibadah kepada Allah menghabiskan malamnya dengan melakukan shlat malam (tahajud). Nanti, akan datang suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang malam, untuk kepentingan perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Seks menjadi kejaran mereka. Mereka bertindak dan bekerja dengan pikiran yang sepenuhnya terpusat ke arah itu. Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan seseorang pada zaman itu akan diukur berdasarkan kekayaannya. Manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan. Maka, di saat seperti itu, manusia berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat.


"Pada waktu itu," kata Rasulullah, "iman hanya tinggal namanya saja; Islam hanya tinggal upacara-upacaranya saja"; Al-Quran hanya tinggal pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai belajar Al-Quran, tetapi tidak mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran. Mereka mungkin membaguskan suara Al-Quran, tetapi tidak membaguskan akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran. Nabi Saw juga mengatakan bahwa masjid-masjid pada masa itu ramai, tetapi hati penghuninya kosong dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing mereka hanya dihormati pakaiannya saja. Dalam riwayat yang lain, Nabi Saw mengatakan bahwa orang tidak mengenal ulama kecuali karena pakaiannya yang khas, bukan karena ilmu dan akhlaknya. Orang tidak mengenal Al-Quran kecuali dengan suaranya yang baik. Mereka tidak beribadah kepada Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Bila ulama- ulamanya sudah seperti itu, dan bila kaum Muslim hanya bersungguh-sungguh melakukan ibadah hanya di bulan Ramadhan saja, mereka akan diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu, tidak memaafkan rakyatnya, dan tidak mempunyai kasih sayang kepada rakyatnya.


Takjub mendengar ucapan Rasulullah yang melukiskan keadaan zaman itu, para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah mereka menyembah berhala?” Nabi menjawab, "Benar." Hanya saja, berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk makhluk-makhluk tertentu. Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah, mengabdi, mencurahkan seluruh hidupnya untuk uang. Lalu, Rasulullah Saw bersabda, "Nanti, pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke masjid. Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir tetapi zikir mereka adalah dunia; dan kecintaan mereka terpaut pada dunia. Janganlah kamu duduk bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan dengan mereka."


Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis yang saya bacakan di atas Nabi menceritakan pada kita tentang suatu zaman ketika manusia mencintai dunia dengan amat berlebihan, dan ketika mereka menjadikan dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka, maka beliau juga mengingatkan kita: "Begitu cintanya manusia pada dunia, nanti di akhir zaman, sampai-sampai mereka menjalankan ibadah pun demi kepentingan dunia mereka."


Dalam kitabnya Ihya Ulum Al-Din, ketika menjelaskan ibadah haji, Imam Al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis tentang situasi ibadah haji di akhir zaman. Rasulullah Saw bersabda, "Nanti di hari akhir zaman ada 4 macam orang menjalankan ibadah haji dari 4 macam golongan dalam masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang miskin, para ulama. Penguasa akan menjalankan ibadah haji sebagian sejenis pesiar atau turisme. Pedagang akan menunaikan ibadah haji untuk kepentingan bisnis mereka. Orang miskin menjalankan ibadah haji untuk mengemis. Para ulama melakukan ibadah haji hanya untuk memperoleh popularitas atau dikenal banyak orang."


Jadi, keempat golongan di atas menunaikan ibadah haji demi kepentingan dunia mereka semata. Mereka memang berzikir.


Hanya saja, sebagaimana disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada kecintaan di hati mereka. Tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia jauh lebih besar daripada kecintaan mereka kepada Allah. Mudah-mudahan Allah Swt mencabut kecintaan kita pada dunia dan memusatkan hati kita untuk lebih mencintai-Nya.


Saya akan menyebutkan salah satu obat untuk mengurangi kecintaan pada dunia. Meninggalkan dunia tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak mencari nafkah, dan tidak bekerja keras. Mencari harta yang halal, diperintahkan Allah Swt. Malahan, menurut Rasulullah Saw, orang yang berpayah-payah dalam mencari nafkah, bekerja keras, dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal, beroleh pahala yang bisa menghapuskan dosa-dosanya. Rasulullah Saw juga mengatakan, ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan apa pun kecuali dengan kesusahan dan kepayahan mencari nafkah. Obat untuk menghilangkan kecintaan kepada dunia adalah bekerja keras untuk mencari nafkah dan harta, kemudian tanpa ragu-ragu membagikannya kepada orang lain. Sebagian dari rezeki Allah Swt itu kita bagikan dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia.


Ujilah kecintaan kita kepada dunia ketika Allah memanggil kita untuk mengorbankan harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan kaum Muslimin, demi menolong orang- orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Kalau kita masih saja menahan harta kita ketika Allah memintanya, itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia daripada Allah. JR


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

86 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page