top of page
  • Writer's pictureAkhi

AMANAT


Amanat adalah menjaga hak-hak orang lain yang Allah perintahkan kita untuk menjaganya. Hak berada di dalam harta juga dalam kehormatan. Misalnya, orang yang amanah adalah orang yang menjaga harta orang lain. Dia tidak mengambilnya dengan semenamena karena amanah adalah menjaga hak orang lain dalam hartanya.


Di antara khutbah Nabi Saw. ketika Haji Wada', bahwa seorang Muslim itu harus dihargai dan dihormati. hak-haknya dalam harta, kehormatan, dan jiwanya. Orang yang memelihara amanat adalah orang berusaha untuk tidak mengambil hak orang lain walau sepeser pun. Ia pun tidak akan mau mempergunjingkan kejelekkan orang lain, tidak akan mau menjatuhkan kehormatan orang lain, tidak akan mau membuka aib orang lain karena itu termasuk ke dalam pengkhianatan, melanggar amanah Allah untuk memelihara kehormatan sesamanya. Tentu, lebih-lebih apabila menyakiti tubuhnya secara fisik, dia termasuk melanggar amanah yang berkaitan dengan darah kaum Muslimin.


Termasuk yang memelihara amanah adalah orang yang berusaha untuk menjaga agar ia tidak sampai mengambil harta orang lain yang bukan haknya, yang berusaha memelihara kehormatan orang lain yang tidak boleh ia jatuhkan. Mereka itulah yang dijanjikan Allah Swt. sebagai penghuni surga. Dalam riwayat, kita pernah mendengar tentang sahabat yang dijanjikan menjadi penghuni surga. Saya ingin memberitahukan bah- wa hadits tentang sepuluh orang yang dijamin. masuk surga itu tidak ada dalam Al-Quran.. Yang ada di dalam Al- Quran tentang orang yang dijamin masuk surga adalah mereka yang ̶ salah satunya ̶ "Walladzinahun li amanâtihim wa 'ahdihim ra'ûn." (Artinya), "Dan orang-orang yang menjaga dan memelihara amanat dan janji-Nya." Pada ujung ayat ke-8 Surah Al-Mukminûn ini disebutkan, mereka itulah yang dipastikan akan mewarisi surga Firdaus. Surga Firdaus adalah. surga yang paling tinggi tingkatannya. Surga ini dikhususkan untuk orang-orang yang memelihara amanah dan janji-Nya. Itulah orang-orang yang dijamin masuk surga.


Memelihara Amanat: Jaminan Masuk Surga

Orang yang dijamin masuk surga adalah orang yang memelihara amanat yang diberikan orang lain kepadanya. Saya ingin kisahkan sebuah cerita yang dikutip dari kumpulan pengalaman hidup Al-Imam Al-Shirazi, salah seorang marja' taklid yang besar. Beliau pernah menjadi murid seorang ulama besar, seorang marja' taklid lainnya, namanya Syeikh Al-Akbar Al-Murthado Al-Anshari. Saya tuliskan pengalaman beliau.


"Telah sampai kepadaku riwayat dari salah seorang ulama besar. la berkata, 'Pernah aku ini berguru dan berkhidmat kepada Syeikh Al-Akbar Al-Murthado Al-Anshari di Najaf Al-Asyraf Irak. Pada suatu malam, aku bermimpi kalau aku melihat setan yang dalam tangannya memegang beberapa belenggu sedang berjalan menuju satu tempat. Aku tanya dia, 'Mau ke mana kamu ini?' Setan itu menjawab, 'Aku ingin meletakkan belenggu ini pada leher-leher manusia, sebagaimana kemarin aku pernah meletakkan belenggu pada leher Syekh Al-Anshari di kamarnya sehingga belenggu itu meluas sampai keluar kamar dan aku terdorong karenanya. Aku tidak berhasil memasangkan belengguku itu pada leher Syekh Anshari karena tiba-tiba Syekh Anshari melemparkan belenggu itu. Segera aku terbangun kata ulama itu aku datang menemui Syekh Anshari dan aku ceritakan mimpiku tadi malam. Berkatalah Syekh Anshari, 'Benar apa yang dikatakan setan itu, karena dia kemari berusaha untuk menjebakku. Waktu itu, aku tidak punya uang sepeser pun dan aku sangat membutuhkan sesuatu untuk keperluan rumah. Lalu, aku berpikir untuk meminjam satu real saja dari saham Imam yang dititipkan kepadaku’."


Pada waktu itu, Syekh Al-Anshari berada dalam keadaan lapar, dan ia tidak punya sedikit pun makanan serta uang. Di rumahnya bertumpuk titipan umat. Jadi, kata dia, "Aku berpikir untuk mengambil amanah itu satu real saja yang merupakan saham Imam. Dan aku akan meminjam dulu saja untuk memenuhi keper- luanku. Nanti kalau aku mempunyai uang, aku akan membayarnya. Keluarlah aku dari kamar, di tengah jalan aku menyesal. Aku kembali ke rumah dan aku simpan kembali real itu ke tempatnya semula."


Karena itu tadi dalam kisahnya, setan itu sudah mau meletakkan belenggu, akan tetapi Syekh Anshari melemparkannya kembali.


Ketika saya membaca kisah ini, saya terharu. Bayangkan, seorang ulama yang dititipi amanah sekian banyak, harus kelaparan, kemudian ia mau meminjam uang untuk memenuhi kebutuhannya. Sebetulnya, itu hak dia juga, karena seorang ulama pun memiliki hak untuk meminjam. Akan tetapi, ia tidak mau menggunakan hak itu, dia balik lagi untuk menyimpan real yang sudah diambilnya dalam keadaan lapar. Saya pikir, orang seperti beliau termasuk orang yang dijamin masuk surga.


Masih dari Al-Imam Al-Shirazi dalam kitabnya Haqaiq Min Tarikh Al-'Ulama, diceritakan pula tentang seorang ulama yang ditimpa perasaan lapar karena sudah lama tidak makan. Begitu lama dan begitu laparnya ia, hingga sebagian kaum Mukminin berusaha mencari makanan agar ulama ini terpelihara kesehatannya. Pada saat-saat seperti itu, ada orang yang datang meminta bantuan kepadanya. Lalu, ulama besar itu masuk ke kamarnya, mengambil dari satu kotak uang titipan yang diberikan kepadanya. Kotak itu disimpan di dalam lubang, di dalam batu. Dia mengeluarkan sebagian dirham dari situ dan diberi- kan kepada orang yang meminta pertolongan. Tidak lama setelah itu, datang juga seorang Sayyid dari dzuriyyat Nabi Saw. yang tampaknya memiliki kebutuhan yang berat pula. Lalu ulama itu masuk lagi ke kamar dan dia berikan lagi bantuan. Hadirin takjub. Mereka berkata, "Ajaib engkau ini, engkau beri orang dengan uang yang banyak padahal engkau sendiri ditimpa penderitaan seperti yang terjadi sekarang ini, karena lapar dan kemiskinan." Orang 'alim itu menjawab, "Semua harta yang aku bagikan itu bukan kepunyaanku sendiri, ini amanah Allah yang diberikan kepadaku untuk aku sampaikan kepada orang yang berhak menerimanya. Sekiranya aku menggunakan uang ini, aku telah berkhianat kepada amanah. Sungguh pengkhianatan yang paling besar adalah mengkhianati umat."


Dahulu, ada seorang ulama dari Iran yang berkunjung ke Indonesia tahun 1980-an. Waktu itu, belum ada orang yang berani petantang-petenteng mengaku sebagai pengkikut mazhab Ahlul Bait. Dia berkunjung ke Jakarta. Beberapa orang dari Muthahhari berangkat menemui beliau. Bahasa Arab sang ulama sangat bagus, akan tetapi karena tahu orang Indonesia kebanyakan bicara berbahasa Inggris, ulama ini pun berbicara dalam bahasa Inggris dan saya diminta sebagai penerjemahnya. Saya sulit sekali memahami bahasa Inggrisnya. Jadi, saya katakan kepada beliau supaya berbicara dalam bahasa Arab saja. Alasan saya, karena di situ banyak sekali para ustadz yang paham bahasa Arab. Jadi, kalau saya salah menerjemahkan, para ustadz itu bisa mengoreksi.


Sebelum bicara, beliau mengajak saya masuk ke ruangan dalam dan memberikan banyak nasihat. Waktu itu, saya mau membangun gedung SMA Muthahhari dan tidak punya uang. Jadi saya datang kepada ulama itu untuk meminta bantuan. Ulama itu berkata, "Saya ini sudah tua, Anda masih muda, dan di hadapan kita ada meja. Kalau saya mampu mengangkat meja ini 10 kilo, Anda mampu mengangkat meja ini 20 kilo, sedangkan berat meja ini 50 kilo. Bagaimana meja ini bisa saya angkat karena saya hanya bisa mengangkat 10 kilo, Anda hanya bisa 20 kilo? Kita tidak akan bisa mengangkat meja ini. Itu yang akan terjadi kalau Anda bekerja sama dengan manusia. Akan tetapi, kalau Anda bekerja sama dengan Allah, kemampuan mengangkat Anda hanya 10 kilo, sisanya akan disempurnakan oleh Allah Swt."


Jadi, waktu itu, saya berketetapan hati membangun Muthahhari walaupun uangnya tidak ada, dan insya Allah, Dia akan membereskannya. Alhamdulillah, akhirnya berdiri juga: Muthahhari, bangunan yang cukup mahal dan megah waktu itu. Semua terjadi karena kita bekerja sama dengan Allah Swt.


Saya ingin menceritakan lebih jauh tentang ulama yang memberikan nasihat kepada saya tadi. Namanya Ayatullah Hairi. Dia selalu memakai jubah dan selalu shalat di masjid. Satu saat, ia memberikan ceramah di Paramadina. Di sana, ada Dawam Rahardjo dan kawan-kawannya. Datanglah waktu Zuhur, Ayatullah Hairi bertanya, "Di mana masjid yang paling dekat di sini?" Dawam Rahardjo adalah seorang pemikir Islam, kalau Ayatullah Hairi itu mungkin bukan pemikir Islam. Kata Mas Dawam, "Mengapa sih shalatnya harus selalu di masjid, di sini juga kan bisa!" Tapi tidak. Ayatullah mencari masjid dan pergi dalam keadaan beliau yang sudah tua. Kita ingat juga waktu itu aktivis-aktivis Muthahhari berkumpul di gedung kedutaan. Ketika terdengar adzan di masjid, dan waktu Maghrib sudah masuk kita masih saja berkumpul di rumah itu sambil ngobrol. Kita melihat sang ulama berlari-lari dari rumah kedutaan menuju Masjid Sunda Kelapa yang ada di seberang jalan. Padahal, saat itu hujan sedang turun dengan lebatnya. Kejadian itu membuat Duta Besar sekalipun akhirnya berlari-lari mengikuti dia ke masjid.


Tetapi orang-orang Indonesia yang hadir waktu itu, semua tidak beranjak ke masjid dan masih ngobrol di situ, termasuk saya. Dan, menurut yang saya dengar, setelah Ayatullah Hairi shalat Maghrib dan wirid sebentar, rupanya di Masjid Sunda Kelapa itu ada tradisi kuliah tujuh menit (kultum). Siapa yang memberikan kultum tidak dijadwal, bisa siapa saja. Jelas kebanyakan yang mengisinya bukan ulama. Ayatullah Hairi sudah mau beranjak pergi, ketika tiba-tiba ada seorang anak muda berdiri memberikan ceramah dalam bahasa Indonesia yang sulit dipahami beliau. Ulama besar ini duduk kembali dan mendengarkan ceramah anak muda tersebut. Luar biasa. Ayatullah Hairi sangat mengesankan saya. Sepulangnya beliau ke Iran, tidak lama setelah itu, Duta Besar Iran mengirimkan surat dari beliau untuk saya. Suratnya itu kecil, mungkin dari sobekan kecil kertas yang lebih besar. Di dalam surat itu ada beberapa lembar uang dolar, disertai secarik tulisan, "Saya diberikan uang makan untuk perjalanan ke sini tapi karena saya dijamu di kedutaan, uang ini masih utuh. Saya merasa mendapat kehormatan sekiranya Anda berkenan untuk mempergunakan uang ini untuk keperluan dakwah." Ayatullah Hairi tidak mau membawa uang itu karena kelebihan. Saya betul-betul terharu. Saya yakin juga Ayatullah Hairi adalah tipe orang yang dijanjikan masuk surga karena sifat-sifatnya yang luhur.


Dulu saya sering naik becak karena tidak punya mobil. Saya sering membayar ongkos becak itu dengan uang lebih. Ibu-ibu sekitar saya selalu menegur. Kata mereka, ini bisa merusak pasaran, ongkos becak bisa naik. Suatu saat saya tidak punya uang receh. Sebetulnya, sampai sekarang juga, saya punya kebiasaan yang sulit untuk punya uang receh. Saya sering bilang kalau salah satu musibah saya dalam hidup ini adalah sulit sekali punya uang receh. Kisahnya waktu itu, saya mau pulang ke rumah dari Unpad, Jalan Dipati Ukur. Dalam saku saya ada uang seratus ribu. Saya bingung, kalau naik angkot pasti sopir angkotnya marah-marah kalau dikasih uang seratus ribu. Akhirnya, saya jalan kaki sampai rumah di Kiaracondong. Itu adalah musibah karena tidak punya uang receh. Jadi, jangan kira orang berduit itu tidak bisa kena musibah.


Suatu saat, saya membawa uang lima puluh ribu. Saya naik becak dan saat membayar, tukang becaknya tidak punya kembalian. Lalu saya bilang, "Ambil saja dulu nanti kalau sudah dapat duit baru kembalikan ke sini." Dan hilanglah tukang becak itu selama seminggu. Saya pun sudah melupakan uang kembalian itu. Tapi seminggu kemudian tukang becak itu datang lagi untuk mengantarkan uang kembalian kepada saya. Saya pikir, pasti tukang becak ini dijamin masuk surga. Pada sisi lain, saya ingat banyak ustadz yang meminjam uang kepada saya, tapi tidak membayarnya. Tukang becak itu adalah orang yang memelihara amanat dan janjinya.


Sebetulnya, di Indonesia itu banyak kisah para calon penghuni surga seperti tukang becak itu, yang selalu memenuhi amanat dan janjinya. Tapi sayangnya, yang berkhianat lebih banyak lagi. Setiap orang di antara kita punya pengalaman berjumpa dengan para pengkhianat amanat itu. Bahkan, ternyata orang yang Anda jumpai itu adalah orang yang paling dekat dengan Anda, yaitu diri Anda sendiri.



Hadits-Hadits tentang Amanat

Kini, saya bacakan hadits-hadits tentang memelihara amanat. Dari Imam Ja'far Ash-Shadiq, "Janganlah kamu melihat seseorang dari panjang ruku dan lama sujudnya, karena itu merupakan kebiasaan saja. Akan tetapi, lihatlah kejujurannya dalam berbicara dan kesetiaannya dalam menjalankan amanat."


Rasulullah Saw. pun bersabda, "Janganlah terpukau dari banyaknya shalat mereka, puasa mereka, seringnya haji dan beramal saleh, atau kerajinannya dalam melakukan shalat malam. Tapi perhatikanlah kejujurannya dalam berbicara dan pada kesetiaannya dalam memenuhi amanat."


Rasulullah Saw. berulang kali memperingatkan kita. Mengapa demikian? Karena kita lebih sering melihat seseorang dari shalatnya, saumnya, hajinya, dan kadang-kadang dari penampilannya. Menurut Nabi Saw., hal ini tidak boleh dijadikan ukuran. Ukuran yang paling utama tentang kesalehan seseorang ialah kejujurannya dalam berbicara, dan kesetiaannya dalam memegang amanat.


Saya kutipkan hadits-hadits ini dari kitab Biharul Anwar juz 22 berkenaan dengan amanat. Hadits lain dari Imam Ja'far Ash-Shadiq, "Bertakwalah kamu kepada Allah dengan cara setia menjalankan amanat kepada siapapun yang memberikan amanatnya kepada kamu." Ini adalah ucapan Imam Ja'far Ash-Shadiq. Beliau adalah putra dari Imam Muhammad Al-Baqir, putra Imam Ali Zainal Abidin, putra Imam Husain, putra dari Sayiddah Fatimah Az-Zahra, dan beliau adalah putri dari Rasulullah Saw.


Imam Ja'far Ash-Shadiq adalah cucu dari Imam Ali bin Abi Thalib. Beliau berkata, "Sekiranya Abdurahman bin Muljam itu menitipkan amanatnya kepadaku, aku akan memenuhi amanat itu, walaupun dia pembunuh kakekku (Imam Ali Bin Abi Thalib)."


Hadits lain tentang amanat dari Rasulullah Saw., "Yang paling dekat denganku pada Hari Kiamat nanti adalah orang yang paling jujur dalam berbicara, yang paling setia menjalankan amanat, yang paling bagus dalam memenuhi janji, yang paling indah akhlaknya, yang paling dicintai oleh manusia, dan yang paling banyak berkhidmat kepada sesama manusia."


Apa dampaknya kalau kita memelihara amanat? Sabda Nabi Saw. dalam Biharul Anwar juz 75, "Orang yang memelihara amanat akan menarik kekayaan dan orang yang berkhianat akan menarik kefakiran." Ini agak aneh. Banyak koruptor hidupnya kaya raya. Banyak orang berilmu yang berkhianat malah hidup kaya. Itu karena kita mengukur kekayaan dari jumlah uang yang dimiliki. Dalam bahasa Arab, ghina itu artinya kecukupan dan faqir artinya orang yang punya banyak kebutuhan. Dalam bahasa Arab itu, fakir adalah orang yang sangat membutuhkan sesuatu. Para ulama sering mengatasnamakan diri mereka, ketika menandatangani surat, dengan sebutan al-faqir ila rahmati rabbi al-qadir, orang yang sangat membutuhkan kasih sayang Allah yang Mahakuasa. Boleh jadi, maksud hadits Nabi Saw. ini adalah bahwa orang yang mempunyai kekayaan yang banyak sering di kejar-kejar oleh kebutuhan yang tiada henti. Dia dilelahkan dengan keadaan yang tidak cukup terus menerus. Itu sebabnya, kita menemukan para koruptor tidak pernah merasa puas dengan korupsinya. Dia makin rakus karena uangnya mudah diperoleh, mudah juga hilangnya. Kalau diperolehnya secara haram, keluarnya pun akan secara haram lagi. Dia akan dikejar-kejar oleh kebutuhan yang terus-menerus. Ada saja kekurangan pada harta yang dimilikinya. Orang seperti ini tidak akan pernah mengalami ketenteraman dalam hidupnya.


Lukman Al-Hakim pernah memberikan nasihat kepada anaknya, "Wahai anakku, laksanakanlah amanat nanti engkau akan selamat di dunia dan akhirat. Dan, setialah kepada amanat niscaya engkau akan menjadi orang yang berkecukupan."


Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan kisah Nabi Musa. Alkisah, Musa bin Imran memiliki seorang sahabat yang sering mengaji kepadanya. Sahabat ini termasuk yang dikasihi oleh Nabi Musa. Ilmunya sudah luas, lalu ia minta izin untuk meninggalkan Nabi Musa karena ia akan melakukan silaturahmi dengan kerabatnya yang sudah lama ditinggalkannya. Sebelum pergi, Nabi Musa berkata kepada sahabatnya itu, "Menyambungkan tali silaturahmi itu adalah perbuatan yang baik, akan tetapi aku peringatkan kepadamu, berkunjunglah dengan penuh keikhlasan. Janganlah kamu tunduk pada keindahan dunia, karena Allah telah memberimu ilmu yang banyak. Janganlah kamu sia-siakan ilmu itu sehingga kamu menundukkan dirimu pada godaan dunia.



Pergilah lelaki itu menemui keluarganya. Berlalulah waktu yang lama ketika laki-laki itu tidak menemui Nabi Musa. Ia pun tidak memberikan kabar apa pun. Nabi Musa bertanya kepada orang-orang tentang kabar dia, akan tetapi semua orang tidak ada yang tahu. Akhirnya, beliau bertanya kepada Malaikat Jibril, "Bagaimana kabar sahabatku, apakah engkau tahu?" Jibril menjawab, "Sekarang dia sedang berada di sebuah pintu, dan Allah sudah mengubahnya menjadi monyet kemudian disimpan rantai di atas lehernya." Nabi Musa terkejut. Ia pun pergi ke tempat shalatnya lalu berdoa kepada Allah Swt., "Tuhanku ini sahabatku yang sering menghadiri majelisku, apa yang terjadi kepadanya? Tolonglah dia." Allah Swt. mewahyukan kepada Nabi Musa, "Hai Musa, sekiranya kamu berdoa kepada-Ku dan meminta tolong sampai putus tenggorokanmu, Aku tidak akan mengabulkan doamu, karena orang itu sudah Aku berikan ilmu tetapi ia menyia-nyiakan ilmunya itu untuk kepentingan dunianya". JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

18 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page