Akhi
ANA INDA ZHANNI 'ABDI
Ketika di Canberra, Australia, saya membeli sebuah buku Oberjudul Beyond Psychology. Saya segera terpengaruh oleh buku ini. Kini saya ingin membagi pengaruh ini kepada Anda. Setelah mengkritik beberapa aliran psikologi, buku ini memberi kita sebuah resep untuk mengatur hidup kita dengan sesuatu di luar psikologi. Saya akan menyingkat buku ini secara sederhana.
Pikiran bisa Menciptakan Kenyataan
Sudah lama orang berpendapat bahwa pikiran bisa menentukan perilaku kita. You don't think what you are; you are what you think. Anda tidak bisa berpikir siapa Anda, tetapi Anda bergantung pada apa yang Anda pikirkan tentang diri Anda. If you think you are foolish, you will be foolish. Jika Anda berpikir bahwa Anda bodoh, Anda pasti bodoh. Kalau Anda berpikir bahwa Anda tidak disukai orang banyak, Anda pasti akan dibenci orang banyak. Bila berpikir bahwa Anda seorang pecundang, Anda akan betul-betul menjadi pecundang. Hal itu sudah lama diketahui para psikolog. Mereka menyebutnya “konsep diri". Konsep diri kita akan memengaruhi siapa diri kita.
Dengan demikian, kalau Anda berpikir bahwa Anda tidak disukai orang banyak dan yang Anda lakukan selalu gagal, maka insya Allah, semua itu akan terwujud dalam kenyataan. Anda tidak akan mampu, gagal, dan tidak disukai orang. Buku ini pun menyatakan bahwa kita tidak saja bisa menentukan perilaku kita dengan pikiran kita, tetapi kita juga bisa menciptakan berbagai peristiwa di alam sekitar kita dengan pikiran kita. Itu merupakan sesuatu yang beyond psychology.
Menurut saya, bagian ujung dari buku ini bersifat sangat sufistik. Menurut buku ini, ada beberapa prinsip. Pertama, kita adalah teman Sang Pencipta; We are co-Creators. Kita menciptakan kejadian di alam semesta ini bersama Tuhan. Kedua, kita bekerja sama dengan Tuhan untuk menciptakan berbagai peristiwa yang kita kehendaki. Kita tidak boleh berpikir bahwa Tuhan adalah Zat yang sangat jauh dari kita. Kita harus memikirkan diri kita sebagai manifestasi Tuhan; God as me, Tuhan sebagai aku.
Dalam tasawuf, ada paham yang kita kenal dengan wahdatul wujud; kehendak seseorang bersatu dengan kehendak Tuhan. Pada tingkat tertentu, dalam pengalaman ruhani yang sangat tinggi, yakni paling ujung dari seluruh perjalanan sufi, manusia tidak lagi bisa membedakan mana dirinya dan mana Tuhan. Kekuatan yang berbeda itu disebut quwwat al-tamyiz, kekuatan untuk membeda-bedakan. Konon, kekuatan yang membedakan itu adalah kekuatan akal. Pada ujung perjalanan itu, kekuatan akal kita tidak berfungsi lagi. Karena itu, tidak bisa kita bedakan antara Khalik dan makhluk, antara Tuhan dan aku. Pada tingkat itu, zikir kita berubah menjadi La ilaha ila ana; Tiada Tuhan kecuali Aku.
Dalam perjalanan tasawuf, zikir menunjukkan maqam- maqam kita. Zikir yang paling elementer adalah La ilalaa ilallah atau La ilaha illa huwa; Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Kita menyebut Tuhan sebagai Orang Ketiga Tunggal. Dalam bahasa Arab, hal ini disebut dhamir ghaib. Dalam zikir ini, Tuhan itu gaib, jauh dari kita. Ketika sudah lebih dekat, zikir itu menjadi La ilaha illa Anta; Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Zikir para nabi digambarkan dalam Al-Qur'an: La ilaha illa Anta subhanaka inni kuntu minazh zhalimin (QS Al-Anbiyaa: 87). Tuhan menjadi lebih akrab. Dia hadir di hadapan kita; bukan lagi sebagai dhamir ghaib, tetapi sebagai dhamir mukhathab, orang yang kita ajak bicara.
Oleh karena itu, para mufasir mengatakan bahwa Surat Al- Fatihah menggambarkan perjalanan ruhani kita. Pada tahap-tahap awal, Tuhan masih agak jauh dari kita sehingga kita menceritakan Tuhan dalam tiga ayat pertama Al-Quran sebagai "Zat yang dibicarakan", sebagai Dia. Begitu kita sudah mulai berdoa, memohon kepada Allah, kita menjadi lebih akrab. Dhamir-nya berubah, dari huwa menjadi anta. Iyyaka na'budu waiyyaka nasta'in; Kepada-Mu aku menyembah dan kepada-Mu aku memohon pertolongan" (QS Al-Fatihah: 5). Dengan demikian, zikirnya sudah menjadi La ilaha illa Anta.
Lalu, kalau kita sudah sangat dekat dengan Allah Swt, maka kita akan seperti yang digambarkan oleh Ibn 'Arabi. Kalau kita adalah cahaya-cahaya lilin kecil dan sumber cahayanya adalah matahari, maka cahaya lilin-lilin itu akan hilang; yang ada hanyalah cahaya matahari. Lenyaplah cahaya lilin itu. Sehingga, kita tidak bisa membedakan lagi mana cahaya lilin dan cahaya matahari.
Kajian kita tentang masalah ini sebetulnya membawa kita untuk membicarakan wahdatul wujud. Ketika seorang sufi berada pada satu situasi saat Tuhan tidak lagi bisa dibedakan darinya, dan dia tidak bisa dibedakan dari Tuhan, maka pada saat itu ia telah sampai pada satu kesadaran ketika zikirnya adalah La ilaha illa ana; Tidak ada Tuhan kecuali Aku. Itulah zikirnya Imam Ali bin Abi Thalib, sebagaimana ditulis Al-Ghazali dalam Ihya Ulum Al-Din juz pertama, ketika ia menceritakan zikir para sahabat.
Menurut buku Beyond Psychology, yang menciptakan alam semesta adalah Tuhan, dan Dia menciptakan berbagai peristiwa di alam semesta ini melalui kita. God as me; God as you; God as us. Karena, semua ini adalah tajalliyat Allah Swt dan Dia memanifestasikan Diri-Nya dalam diri kita. Kita adalah ungkapan Tuhan di alam semesta.
Dengan demikian, kita ikut menciptakan peristiwa di alam semesta. Bukan perilaku saja yang kita bentuk, melainkan juga kejadian-kejadian di alam semesta ini. Kita menjadi co-Creators, mitra Pencipta di alam ini. Melalui apa kita bisa menciptakan berbagai kejadian di dunia ini? Melalui pikiran kita.
Selain buku itu, ada buku lain yang akhir-akhir ini saya baca. Judulnya, An Uncommon Conversation With God (Percakapan yang Tidak Biasa dengan Tuhan). Buku ini berisi perbincangan antara penulisnya dengan Tuhan. Dalam salah satu dialog, ia bertanya, "Tuhan, kalau Engkau benar-benar ada, mengapa Engkau tidak menampakkan diri?" Tuhan menjawab, "Aku sedang menampakkan diri." Ia bertanya lagi, "Mana? Saya tidak melihatnya.”Tuhan menjawab, "Aku menampakkan diri di seluruh alam semesta ini. Dalam dirimu juga Aku menampakkan diri- Ku." "Mengapa Engkau tidak menampakkan diri secara tersendiri agar saya tahu bahwa Engkau benar-benar Tuhan?" tanya penulis itu. Tuhan kembali menjawab, "Sekiranya Aku menampakkan diri dalam wujud yang lain, kamu akan meragukan diri-Ku, sebagaimana kamu juga meragukan diri-Ku ketika Aku menampakkan diri dalam diri-Mu."
Sikap Tuhan Terhadap Kita
Kembali ke persoalan tadi, Tuhan menciptakan berbagai kejadian di alam semesta ini melalui pikiran kita sehingga realitas yang ada di sekitar kita dibentuk oleh pikiran kita. Oleh karena itu, sebenarnya kita bertanggung jawab atas terbentuknya berbagai peristiwa di sekitar kita.
Kita bisa menentukan berbagai peristiwa dengan pikiran kita. Ada beberapa percobaan yang saya lakukan dan percobaan itu berhasil, sampai saya bingung juga. Berbeda dengan apa yang dikemukakan buku Beyond Psychology (bahwa kita mewujudkan kejadian lewat kekuatan pikiran), saya lebih mewujudkan kejadian itu pada kemampuan kita untuk menggabungkan diri kita dengan Allah Swt lewat pikiran-pikiran kita. Itulah dalam hadis qudsi disebut dengan ungkapan: "Ana ‘inda zhanni abdi bi; Aku sesuai dengan perkiraan hamba-Ku tentang-Ku". Jadi, apa yang dilakukan Allah kepada seorang hamba sesuai dengan dugaan hamba itu kepada-Nya.
Kalau hadis tadi kita terjemahkan lewat perspektif buku Beyond Psychology, maka Tuhan menciptakan berbagai peristiwa di alam semesta ini melalui pikiran-pikiran kita, dugaan-dugaan kita, atau apa yang tersirat dalam benak kita. Salah satu akhlak Islam adalah husnuzhan kepada Allah Swt, berbaik sangka kepada-Nya. Dalam buku ini, husnuzhan disebut dengan positive thinking atau berpikir positif. Kebalikan dari husnuzhan adalah su'uzhan atau negative thinking. Kalau kita selalu berpikir negatif, su'uzhan, maka apa yang kita pikirkan akan terjadi. Kegagalan, kerusakan; dan kecelakaan, misalnya, bisa saja akan terjadi. Kalau kita berpikir bahwa cuaca sangat jelek untuk kesehatan, maka kita akan sakit ketika berada dalam cuaca itu. Mungkin Anda pernah merasakan suatu kejadian yang, kata orang Sunda, disebut "nete semplek nincak semplak". Mau ke luar rumah, terjepit pintu; mau minum, air yang akan diminum tumpah; mau berangkat naik mobil, mesinnya mogok. Dan hal itu terjadi secara beruntun.
Menurut buku ini, sebetulnya yang harus kita perbaiki adalah pikiran kita yang negatif. Begitu juga saat Anda menghadapi berbagai manusia. Apabila Anda berpikir negatif tentang setiap orang, insya Allah, Anda akan dibenci oleh setiap orang. Kalau seorang murid memandang negatif sekolahnya, misalnya dengan memandang bahwa sistem sekolahnya jelek, guru-gurunya jelek, maka ia tidak akan belajar dengan baik. Ia akan menjadi produk yang jelek sebab ia memulai belajarnya dengan pandangan negatif. Begitu juga kita. Kalau kita berpikir jelek, insya Allah, semuanya akan terjadi.
Dalam buku ini terdapat beberapa teknik berpikir negatif. Katanya, kita bisa mencobanya satu minggu. Tapi, menurut penulisnya, tidak ada orang yang tahan melakukan teknik-teknik itu lebih dari satu minggu. Dengan satu minggu saja, berbagai peristiwa yang jelek terjadi pada orang yang melakukannya. Alam sekitar dibuat kacau oleh kekacauan pikirannya.
Dalam buku ini juga terdapat teknik-teknik berpikir positif. Di antaranya ada yang disebut dengan declaration; menyatakan apa yang kita inginkan dalam pikiran kita. Misalnya, kita bangun pagi hari. Lalu kita berpikir bahwa hari ini adalah yang paling berbahagia dan produktif bagi kita. Maka, insya Allah, hari itu menjadi hari yang paling berbahagia dan produktif. Dalam buku itu juga disebutkan, kita hendaklah tidak berpikir dulu tentang semua hari; berpikirlah tentang satu hari dulu kemudian diulang lagi keesokan harinya.
Saya menerjemahkan teknik itu dalam sebuah doa berikut: "Ya Allah, jadikanlah awal hari kami ini sebagai kebaikan, pertengahannya keberuntungan, dan akhirnya kebahagiaan." Bacalah doa ini dengan seluruh pikiran dan konsentrasi. Tuhan akan menciptakan berbagai peristiwa lewat pikiran kita.
Dalam sebuah ayat Al-Quran disebutkan bahwa Allah akan menyiksa orang-orang zalim melalui tangan orang-orang mukmin. Saya teringat seorang ulama besar Hizbullah, Sayyid Husein Fadhlullah. Saat berjumpa dengan saya, ia mengatakan, "Kita semua harus menjadi tangan-tangan Tuhan untuk membalas zalim." Karena itulah, ia disebut seorang orang-orang teroris, padahal ia melakukan apa yang ia ucapkan tadi: "Tuhan siksa orang zalim lewat orang mukmin." God as us; God as me; God as you, you are all God as you.
Pesan moral dari pembicaraan ini sederhana saja: kita mesti membiasakan berpikir positif (husnuzhan) kepada Allah. Dalam kegiatan belajar mengajar, misalnya, jika berangkat dari rumah, Anda membawa pikiran bahwa murid-murid Anda tidak akan paham penjelasan Anda, maka insya Allah, apa yang Anda pikirkan akan benar-benar terjadi.
Sebenarnya hanya ada dua pilihan bagi kita dalam memandang hidup ini: husnuzhan atau su’uzhan kepada Allah. Jika kita berpikir bahwa anak kita sudah tidak bisa diperbaiki lagi, insya Allah, anak itu tidak akan bisa baik. Karena, kita adalah co- Creator. Kita menciptakan berbagai peristiwa di dalam alam semesta ini dengan pikiran kita. Jadi, pikiran itu harus disadari betul. Karena itu, di sini judulnya adalah the potencial conscious thinking, potensi berpikir sadar. Kita sering juga berpikir tetapi tidak sadar apa yang kita pikirkan; misalnya tidak sadar bahwa kita sedang memelihara pikiran-pikiran negatif.
Oleh karena itu, jangan biarkan orang-orang di sekitar kita memengaruhi kita dengan pikiran-pikiran negatif. Karena, jika terpengaruh, maka kita akan menciptakan peristiwa-peristiwa negatif pula. Jika kita terpengaruh oleh pikiran-pikiran negatif orang lain, kita sendiri akan menuai panen yang tidak menguntungkan. Jika ada orang yang mempunyai pandangan negatif, janganlah diterima. Biarkan dia membangun realitas negatif yang ia kehendaki. Kita tidak perlu ikut-ikutan membuat realitas yang ia kehendaki. Kita tidak perlu ikut-ikutan membuat realitas negatif. Sebaliknya, bayangkanlah pikiran-pikiran positif; sebab itu akan menjadi kenyataan; it will happen. Dengan berpikir positif, Anda menciptakan peristiwa yang positif juga. JR
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).