top of page
  • Writer's pictureAkhi

Asumsi tentang Hal-Hal “Mental” dan Hal-Hal “Jasmaniah”


Salah satu tujuan saya dalam bab ini ialah untuk mempertanyakan anggapan sosial yang cenderung merendahkan prestasi jasmaniah dan mengecilkan peranannya dalam kegiatan yang lebih “serius” seperti bekerja dan bersekolah. Seperti asumsi-asumsi kuat lain tentang otak yang kita bahas dalam bab sebelumnya, kepercayaan akan keutamaan dan keunggulan akal manusia telah lama mewarnai pendekatan terhadap dasardasar pikiran yang bersifat jasmaniah.


Gagasan bahwa bagian otak yang mengendalikan gerakan mungkin bertempat di cerebral cortex, yang dianggap sebagai tempat pemikiran yang lebih tinggi, diragukan bahkan oleh para ilmuwan ketika gagasan ini pertama kali diungkapkan. Dua orang dokter dari Jerman, Eduard Hitzig dan Gustav Fritsch, pertama membuat penemuan ini pada 1864, memastikan gagasan ini dengan cara merangsang permukaan korteks pada anjing hidup dan meneliti kontraksi otot yang timbul pada bagian tubuh yang berlawanan. Ketika ahli saraf dari Inggris, John Hughlings Jackson, mengemukakan adanya motor korteks dalam belahan serebral, ia telah menyentuh sejenis saraf yang berbeda. “Sepertinya terdapat keberatan akan gagasan bahwa belahan serebral adalah untuk gerakan,” dia menulis pada 1870. “Alasannya, saya kira, adalah bahwa lipatan korteks tidak dianggap untuk gerakan melainkan untuk gagasan.”


Keberatan serupa masih ada sampai kini, dan disinggung oleh Howard Gardner dalam paparannya tentang Bodily-Kinesthetic Intelligence:

Gambaran tentang penggunaan tubuh sebagai salah satu bentuk kecerdasan mungkin pada awalnya cukup mengejutkan. Terdapat jurang yang lebar dalam tradisi kultural kita antara kegiatan penalaran, pada satu sisi, dan kegiatan jasmaniah kita, yang diwujudkan dalam tubuh, pada sisi yang lain. Pemisahan antara yang “mental” dan “jasmaniah” seringkali diiringi dengan gagasan bahwa apa yang kita lakukan dengan tubuh kita adalah kurang istimewa, kurang utama, dari kegiatan-kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan lebih banyak oleh penggunaan bahasa, logika, atau sistem simbolik lain yang relatif abstrak.


Sebagai tambahan kepada penelitian penting lainnya, Gardner menunjukkan bahwa ketimbang melihat aktivitas motorik sebagai hal yang tunduk pada perintah pikiran “murni”, kita dapat mengikuti ahli sains saraf, Roger Sperry dalam mengubah perspektif kita dan melihat pikiran sebagai sarana yang diarahkan untuk tujuan melaksanakan tindakan. Ketimbang melihat aktivitas motorik sebagai bentuk subsider yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan dari pusat yang lebih tinggi, kita harus membuat konsep bahwa kegiatan berpikir adalah sarana untuk membawa “penghalusan tambahan kepada perilaku motorik, peningkatan pengarahan kepada tujuan-tujuan yang jauh di masa depan, dan kepada cara adaptasi dan survival yang lebih baik”.


Belajar melibatkan pembentukan kecakapan, dan kecakapan dalam setiap hal dibentuk melalui gerakan otot—tidak hanya kecakapan fisik seperti yang dimiliki para atlet, penari, atau pekerja kasar, tetapi juga kecakapan intelektual yang digunakan dalam ruang kelas atau tempat kerja. Pendongeng yang menghibur, guru yang mengajar, politisi yang menggunakan ekspresi kompleks untuk bahasa, cara bicara, dan gerak tubuh. Ilmu kedokteran, seni, musik, dan sains; kompetensi dalam bidang-bidang ini dan bidang profesi lainnya berkembang dalam jaringan internal yang rumit antara pikiran, otot, dan emosi. Kecakapan adalah satu paket, dalam pengembangan kecakapan, otot tidak kurang pentingnya dibandingkan komponen lainnya.


Gerakan Mengikat Pikiran

Untuk “memaku” pikiran, haruslah ada gerakan. Seseorang dapat duduk diam untuk berpikir, tetapi untuk mengingat pikiran, gerakan harus dilakukan untuk mengikatnya. Kita harus mewujudkannya dalam kata-kata. Saat saya menulis, saya membuat hubungan dengan pikiran saya melalui gerakan tangan saya. Saya mungkin takkan perlu membaca apa yang saya tulis, tetapi gerakannya adalah perlu untuk mengumpulkan pikiran— membangun jaringan saraf.


Banyak orang menemukan bahwa berbicara akan mengikat pikiran. Berbicara, kurang lebih, adalah kecakapan sensormotorik yang memerlukan kerja sama yang sangat baik antara jutaan otot muka, lidah, mulut, dan mata, dan juga memerlukan semua proprioseptor pada muka. Berbicara memungkinkan kita untuk mengatur dan menyusun pikiran. Ketika kita membicarakan apa yang kita telah pelajari, gerakan fisik akan menginternalisasikan dan memadatkannya dalam jaringan saraf. Itulah sebabnya, setelah mempresentasikan materi baru di dalam kelas, saya akan meminta murid-murid saya untuk memegang seseorang dan berbagi secara verbal tentang bagaimana mereka memahami materi baru ini secara personal. Asetilkolin, sebuah neurotransmiter, akan dilepaskan melalui sinapsis-sinapsis neuron yang telah diaktivasi untuk merangsang fungsi otot selama berbicara. Pelepasan asetilkolin yang konsisten dan terus meningkat pada ujung-ujung saraf akan menstimulasi dan merangsang perkembangan dendrit di bagian ini, sehingga meningkatkan jaringan saraf.


Sebagian besar orang memiliki kecenderungan untuk berpikir lebih baik dan lebih bebas bila melakukan kegiatan fisik yang memerlukan konsentrasi rendah secara berulang kali. Banyak orang mengatakan kepada saya bahwa mereka berpikir lebih baik saat berenang, berjalan santai, atau saat bercukur. Seorang mahasiswi saya yang agak tua menyelesaikan satu semester dengan merajut selama mendengar kuliah saya. Ia merajut lebih sering ketimbang menulis di catatannya. Ia menamatkan kuliah saya dengan mendapat nilai A dan sembilan sweater. Saya sendiri senang mengunyah, terutama makanan-makanan yang renyah, seperti wortel, ketika saya tenggelam dalam pikiran saya. Saya menyadari bahwa gerakan ternyata menolong saya dalam berpikir.


Ahli sains saraf telah lama mencari kaitan saraf antara daerah pada otak yang terlibat dengan gerakan dan daerah pada otak yang terlibat dengan aktivitas kognitif. Jika ditemukan, hal ini akan membantu menjelaskan, misalnya, mengapa penderita penyakit Parkinson menunjukkan tanda-tanda kemunduran mental seiring dengan kemunduran fisik. Belakangan, penelitian menunjukkan bahwa dua daerah pada otak yang sebelumnya dianggap hanya mengendalikan gerakan otot, yaitu basal ganglia dan serebelum, ternyata juga penting dalam mengoordinasikan pikiran. Daerah-daerah ini dihubungkan dengan lobus frontal, tempat terjadinya perencanaan dan penyusunan kegiatan di masa yang akan datang.


KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam)dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari, SMP Plus Muthahhari, SMP Bahtera, dan SMA Plus Muthahhari).

- www.scmbandung.sch.id

- www.smpbahtera.sch.id

- www.smpplusmuthahhari.sch.id

- www.smaplusmuthahhari.sch.id

16 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page