top of page
  • Writer's pictureAkhi

ATURAN AIR KOPI


Malam itu kami pulang dari sebuah "party" internasional. Kazue Suzuki, salah seorang di antara kami, berjalan dengan kaki telanjang. Tiba-tiba ia menjerit. Kami lihat kakinya berdarah. Ia baru saja menginjak pecahan botol minuman keras. Rupanya ada orang mabuk, melemparkan botol tanpa sadar di pinggir jalan.


Segera setelah ia berobat, dengan sopan ia mengajukan pengaduan ke pemerintah kotamadya. Ia menuntut tanggung jawab petugas kebersihan. Kazue celaka karena keteledoran pegawai pemerintah. Semua orang tahu, tidak ada pegawai kebersihan bekerja malam hari. Lagi pula, pecahan botol itu jelas- jelas ulah pemabuk yang tak dikenal. Namun, setelah proses yang tidak bertele-tele, Kazue mendapat ganti rugi.


Kejadian itu bukan di Indonesia, tetapi di negara kapitalis yang kita kutuk, Amerika Serikat. Yang menuntut juga bukan orang Indonesia, melainkan orang Jepang −yang mengerti hak-haknya sebagai anggota masyarakat beradab. Sekiranya yang celaka itu saya, yang orang Indonesia, saya tidak akan tahu bahwa saya akan mendapat ganti rugi. Saya akan melihat kejadian itu sebagai musibah. Saya sudah terbiasa melihat kecelakaan yang diakibatkan keteledoran orang atau institusi tanpa bisa menuntut apa-apa.


Aturan main di Indonesia itu seperti air kopi. Bila terasa enak, orang berkata, "Kopi ini bagus." Kopi mendapat pujian. Bila terasa kurang enak, orang berkata, "Gulanya kurang." Yang disalahkan bukan kopi, melainkan gula. Bila sebuah kota bersih karena penduduknya rajin bekerja bakti, pemerintah kota madya mendapat penghargaan. Bila muka kota itu carut-marut, yang dipersalahkan pastilah penduduknya. Bila semua mobil berjalan dengan tertib, aparat kepolisian mendapat pujian. Bila terjadi kecelakaan lalu lintas, yang salah sopirnya.


Bila di beberapa tempat di Jakarta, rakyat melakukan siskamling, polisi atau tentara akan berkata, "Berkat kesiagaan ABRI, situasi Ibu Kota aman dan terkendali." Bila kerusuhan meledak dan institusi yang seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban tidak berfungsi, kita mendengar petugas keamanan berkata, "Keamanan adalah tanggung jawab rakyat di tempatnya masing-masing." Atau, pejabat yang bertanggung jawab soal keamanan akan mengatakan, "Massa yang beringas telah menimbulkan tindakan perusakan."


Aturan air kopi harus dibedakan dari aturan main masyarakat yang beradab. Yang kedua adalah rule of law; dan yang pertama adalah law of the ruler. Dalam bahasa agama, yang kedua itu keadilan; yang pertama, kezaliman. Marilah kita bandingkan kedua sistem itu.


Menurut rule of law, rakyat harus membayar pajak dan menyerahkan kekayaan alam kepada negara. Dengan begitu, mereka menitipkan keamanan hidupnya kepada aparat keamanan, perlindungan dirinya dari gangguan kepada aparat penegak hukum, kemudahan untuk berbisnis kepada aparat departemen perdagangan, dan seterusnya. Bila semua institusi itu tidak menjalankan fungsinya, rakyat berhak menuntut.


Kazue menuntut karena kakinya luka. Ia terluka karena petugas kebersihan kota tidak menjalankan fungsinya. Kawan Kazue di Jepang menjaga museum. Salah satu barang berharga di museum itu hilang. Ia bunuh diri. Ia malu karena tidak dapat memenuhi amanat. Ia takut pada tuntutan pemberi amanat.


Rakhmat, kawan Kazue, hidup di Indonesia. Aturan mainnya adalah aturan air kopi itu. Jika Rakhmat menginjak pecahan gelas di jalan, ia tidak boleh menuntut. Ia dianggap celaka akibat ulahnya sendiri. Ia tidak berhati-hati berjalan. Ia harus memperhatikan setiap bongkah tanah yang diinjaknya. Petugas kota madya dengan mudah berlepas tangan.


Kawan-kawan dan mitra bisnisnya tinggal di Ibu Kota. Seluruh kekayaan mereka dijarah para penjahat. Kehormatan perempuan mereka diperkosa. Kerugian material dan nonmaterial sudah tidak terhitung lagi. Sebelum kerusuhan terjadi, petinggi aparat kemanan menjamin keamanan terkendali. Semua pasukan sudah dalam keadaan siaga penuh. Ketika kerusuhan, rakyat menghubungi kantor-kantor aparat kemanan. Semuanya kosong. Diakui oleh Komisi HAM, aparat kemanan datang sangat terlambat sehingga ada kesan membiarkan peristiwa itu terjadi.


Tidak ada aparat keamanan yang bunuh diri, seperti satpam museum di Jepang. Tidak ada yang mengaku lalai atau tidak mampu menjalankan tugas. Tidak juga kita dengar permintaan maaf. Cukuplah kesalahan ditimpakan kepada massa yang tiba-tiba beringas. Massa itu entah datang dari mana. Aparat kemanan tidak dapat mengidentifikasi mereka dan tidak dapat mencegah mereka.


Menteri Perhubungan Jepang mengundurkan diri karena sebuah kapal jatuh dan menewaskan ratusan penumpang. Tidak satu menteri pun di Indonesia menyatakan bertanggung jawab ketika lebih dari seribu rakyat mati dalam kerusuhan di Jakarta pada Mei lalu. Sementara itu, di satu tempat di negeri ini, puluhan ribu orang menangisi kehilangan harta dan nyawa tanpa bisa menuntut siapa pun. Mereka boleh jadi hanya sanggup bertanya−itu pun dalam hati: Apa gunanya semua pajak, ditambah upeti, yang telah mereka bayarkan?


Saya pernah menonton film Amerika. Seorang polisi dipecat gara-gara ia gagal melindungi nyawa seorang saksi penting. Ia merasa bersalah. Sejak itu, ia berpetualang, melindungi setiap saksi dengan mempertaruhkan nyawanya. Semua dilakukannya tanpa menuntut bayaran. Ia hanya terusik oleh hati nuraninya. Saya tertegun. Bayangkan jika para aparat keamanan di Indonesia tergugah oleh hati nuraninya. Mereka melacak setiap pelaku atau dalang kerusuhan sampai tuntas. Mereka mempertaruhkan jabatan dan nyawanya sekaligus. Saya hentikan lamunan saya. Biarlah cerita film itu hanyalah impian indah pelipur lara. Berbagai peristiwa belakangan ini, setelah reformasi, makin meyakinkan kita bahwa aturan main di negeri ini adalah aturan air kopi. Mudah-mudahan anak saya sempat melihat impian saya dalam kehidupan nyata mereka. JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum


***


KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

18 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page