top of page
  • Writer's picture@miftahrakhmat

(7) Azwajan


Dan dari pembahasan yang berputar, berharap memahami kata dasar yang mengakar, inilah penggunaan berikutnya dari kata zawj dalam Al-Qur’an. Ketika ia digunakan untuk bentuk jamak.


Zawj memang berarti berpasangan. Paradigma kita selama ini: pasangan haruslah dua. Suami dan istri. Laki-laki dan perempuan. Siang dan malam. Baik dan buruk. Ternyata tidak. Al-Qur’an pun menggunakan bentuk jamak untuk zawj itu: azwaj.


“Wa kuntum azwajan tsalatsah. Dan kamu menjadi tiga golongan.” (QS. Al-Waqi’ah [56]:7) Perhatikan angka cantiknya: 567. Azwajan adalah sebuah kelompok besar. Kelompok yang berpasangan dan dipasangkan karena mengikat hubungan ruhaniah teramat kuat, baik di dunia maupun akhirat. Kelompok itu ada tiga: “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu; dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu; dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga).” (QS. Al-Waqi’ah [56]:8-10). Ternyata, di hari akhir bukan hanya ada kelompok kanan dan kiri, tapi juga ada ‘al-saabiqun al-saabiqun’ yang diterjemahkan sebagai orang yang paling dahulu beriman. Mereka dikecualikan dari kelompok kanan. Dibedakan atau diistimewakan? Siapakah mereka?


Karenanya, dengan penggunaan dalam bentuk jamak ini diberikan pada kita kesempatan untuk dapat menyertakan siapa saja. Untuk dapat berharap beroleh kebersamaan dengan orang-orang saleh yang dipilih Tuhan. Mereka yang kita teladani. Itulah mengapa kita ucapkan salam pada mereka dalam setiap tahiyat shalat kita. Itulah juga mengapa kita membaca “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” kepadaMu kami beribadah dan kepadaMu kami memohon tolong. Kita menggunakan bentuk ‘kami’ walaupun kita shalat sendirian. Itulah mengapa dianjurkan benar kita menunaikan shalat berjamaah. Agar saling tolong menolong, agar saling menguatkan. Berharap kiranya di antara jamaah ada yang shalatnya jauh lebih khusyuk dan lebih baik, dan lalu kita disertakan.


Menariknya, lagi-lagi rahasia Al-Qur’an. Kata azwaj diulang 52 kali dalam 47 ayat dalam berbagai bentuknya: azwajukum, azwajina, azwajihim dan sebagainya. Tetapi khusus penggunaan bentuk umumnya: azwajan, ia digunakan persis sebanyak 14 kali. Kelompok pasangan itu, disebutkan Al-Qur’an sebanyak 14 kali banyaknya.


Dalam ayat yang lain Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung.” (QS. Al-Hijr [15]: 87). Kitab tafsir menjelaskan tujuh ayat yang dibaca berulang itu sebagai Surat al-Fatihah, karena ia dibaca berulang-ulang ketika shalat. Redaksi ayat Al-Qur’annya termaktub: sab’an minal matsani. Tujuh dari yang dua-dua. Atau, secara harfiah: tujuh yang berpasangan. Empatbelas?


Saya kutip terjemahan dari Tafsir al-Kabir dari Imam al-Fakhr al-Razi: “Ada kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan tujuh (dalam ayat itu) adalah tujuh ayat, atau tujuh surat, atau tujuh faidah. Tetapi tidak ada (satu pun) pada lafazh yang (karenanya) dapat kita tentukan dengan pasti. Adapun matsani adalah bentuk jamak dari matsnah. Dan matsnah adalah segala sesuatu yang diduakan… pendapat kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Fatihat al-Kitab. Ini (berdasarkan) riwayat Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, al-Hasan, Abi al-Aliyah, Mujahid, al-Dhahhak, Sa’id bin Jabir, dan Qatadah. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Baginda Nabi Saw membaca Surat al-Fatihah dan bersabda: Inilah sab’an minal matsani.” (Tafsir Mafatih al-Ghaib pada QS. Al-Hijr [15]: 87) Kitab-kitab tafsir lain juga merujuk pada berbagai sebab penamaan Al-Fatihah sebagai sab’an minal matsani. Karena berulang dibaca pada waktu shalat, karena diturunkan di Makkah dan Madinah dan beberapa penjelasan lainnya.


Demikianlah, meski tak dapat ditentukan dengan pasti menurut Imam al-Fakhr al-Razi, tapi pendapat paling kuat yang dimaksud dengan ‘tujuh dari yang dua-dua’ itu adalah Surat al-Fatihah. Pertanyaannya, bukankah ayat itu berkisah tentang dua hal: tujuh yang dua dan Al-Qur’an yang agung? Tidakkah al-Fatihah adalah bagian dari Al-Qur’an? Mengapa ia seperti dipisahkan?


Contoh pertanyaan serupa juga ada pada Surat Al-Qadr. Pada malam yang agung itu turun malaikat dan ruh. Ruh diterjemahkan dan ditafsirkan dengan malaikat Jibril ‘alaihis salam. Tapi, bukankah malaikat Jibril adalah termasuk para malaikat?


Memang, takkan pernah kita berhenti belajar untuk memahami rahasia yang dikandung oleh kitab suci yang terpelihara itu. Ia berjalin berkelindan, dari satu keterangan pada keterangan yang lainnya. Lalu, bagaimana kita bisa memastikan apa itu sab’an minal matsani? Apa pula al-baqiyaat al-shaalihat? Sungguh, Al-Qur’an benar-benar mesti dipelajari dari mereka yang memperoleh ilmunya dari Baginda Nabi Saw.


Bila sab’an minal matsani diterjemahkan sebagai tujuh yang berpasangan, maka kita akan menemukan rahasia lainnya yang mengundang untuk ditelusuri dalam Al-Qur’an: perulangan empatbelas.


Apa saja perulangan empatbelas itu? Jumlah huruf muqathha’ah (alif lam mim dan sebagainya) yang 14 banyaknya. Penggunaan ragam bentuknya yang juga 14. Ayat shalawat pada Baginda Nabi Saw dalam Surat Al-Ahzab [33]:56 terdiri dari 14 huruf banyaknya. Adapun al-Fatihah berjumlah 29 kalimat, dan ajaibnya ada 29 surat yang diawali dengan 14 huruf muqathha’ah. Tujuh yang berpasangan.


penggunaan bentuk huruf muqatha’ah. Di awal saya tulis ada pada 14 surat. Yang benar kombinasi penyusunannya ada 14 bentuknya. Terdapat dalam 29 surat, sebanyak jumlah kalimat dalam Surat al-Fatihah.



Berikut di antara perulangan empatbelas dalam Al-Quran.


1. Penyebutan Al-Qur’an dengan “hadza al-Qur’an” Al-Quran ini—menggunakan kata tunjuk dekat bukan jauh (dzalika atau tilka) empatbelas banyaknya.


2. Penyebutan Al-Qur’an dengan “Qur’an” dalam tiga bentuk (qur’anun, qur’anan, dan qur’anin) juga empatbelas banyaknya.


3. Perintah dan kalimat yang menceritakan ketaatan pada Allah dan RasulNya, juga empatbelas banyaknya.


4. Kata benda yang diantarai huruf ‘ba’ dan lafaz jalalah Allah, seperti bismillah, juga empatbelas banyaknya. Dengan kata lain, kata yang berfungsi sebagai perantara juga ada 14 banyaknya.


5. Kebenaran dari Tuhan dengan berbagai redaksinya “al-haqqu min rabbika, rabbina, rabbihim, rabbikum” juga empatbelas banyaknya.


6. Kitaballah, kitabillah, kitabun minallah, alkitab minallah yang artinya kitab suci dari Allah, juga empatbelas banyaknya.


7. Kata mawla yang artinya pemimpin, pelindung, penjaga, pembela atau junjungan disebut 18 kali dalam 14 ayat. Menariknya: duabelas kali di antaranya berkisah tentang Allah Ta’ala sebagai mawla dan enam kali tentang mawla yang mendatangkan kerugian dan penyesalan.


8. Kata ta’ala untuk menyifatkan keMahaluhuran Allah Swt disebut empatbelas kali.


9. Kata subhana yang berarti Mahasuci Allah Swt juga disebut empatbelas kali.


10. Kata laa raiba yang artinya ‘tidak ada keraguan’ disebut empatbelas kali dalam empatbelas ayat.


11. Kata Allahu a’lam, Allah Maha mengetahui disebut empatbelas kali dalam empatbelas ayat.


12. Kata dzikrullah, mengingat Allah disebut limabelas kali dalam empatbelas ayat.


13. Kata law sya’a Allah, sekiranya Allah Ta’ala menghendaki juga disebut limabelas kali dalam empatbelas ayat.


14. Dan untuk mencukupi pada nomor empatbelas—sebenarnya masih banyak lagi. Masih sangat banyak lagi—maka yang menarik penyebutan kata ‘azwajan’ pasangan atau kelompok besar—sebagaimana disebut di awal tulisan, termaktub dalam tigabelas ayat… kurang satu? Tidak, karena penyebutannya tetap sebanyak empatbelas kali.


Menarik bukan? Rahasia perulangan empatbelas. Sab’an minal matsani?


Maka, berikut ini pemaknaan saya terhadap makna pasangan itu. Al-Qur’an mengajarkan pada kita bahwa semua kita akan kembali pada Allah Subhanahu wa Ta’ala sendirian. Kehidupan berkeluarga adalah ujian. Anak-anak dan pasangan hanyalah kehidupan dunia. Sebagian dari mereka jadi musuh, sebagian lagi jadi fitnah. “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]:28). Fitnah yang diartikan cobaan berasal dari kata ‘fatana’. Arti lainnya adalah berpaling, yang menggoda, yang mengalihkan perhatian. Maka keluarga, harta dan anak-anak bisa menjadi pengalih perhatian kita. Mereka bukan azwaj yang sejati. Bukan pasangan yang sesungguhnya. Kecuali bila kita gantungkan kecintaan mereka itu pada sesuatu yang abadi. Arahkanlah biduk pada kelompok besar yang disebut azwaj dalam Al-Qur’an itu. Gabungkan diri kita bersama mereka. Carilah kafilah orang saleh dan bertahanlah bersama mereka. “Engkau bersama yang kaucintai.” Demikian hadits Baginda Nabi Saw (HR. Ahmad 13419, Muslim 7520).


Suami, istri, anak-anak, orangtua, sahabat…semua hanya menyertai kita dalam perjalanan panjang. Semua hanya ladang amal untuk kita bawa ke tempat semua akan berpulang. Untuk membuat kebersamaan itu abadi, kita harus menggantungkan diri pada tali Allah yang hakiki. Dalam jama’ah, dalam kebersamaan. Wa’tashimuu bihablillahi jami’an wa laa tafarraquu. Gerakkan biduk dari imroah atau ba’l, menuju zawjah, untuk bergabung dengan azwaj. Agar terhindar di hari akhirat dari shahibah. Bukan (hanya) 72 bidadari yang menanti, melainkan kafilah suci al-saabiqun al-saabiqun, yang diistimewakan bahkan dari kelompok (yang beroleh kitab di sebelah) kanan.


Tersisalah tugas kita untuk mencari, apa makna dari perulangan azwajan yang empatbelas kali itu. Apa makna dari perulangan empatbelas dalam Al-Qur’an itu? Dalam mazhab Ahlul Bait ‘alaihimus salam, ia merujuk pada empatbelas teladan suci. Empatbelas junjungan kekasih hati. Rasulullah Saw, Sayyidah Fathimah sa, dan dua belas Imam dari keturunan bangsa Quraisy. Merujuk pada riwayat dari Imam Ja’far Shadiq as pada sahabatnya, “Ya Hushain, jangan kaupandang remeh kecintaanmu pada kami Ahlul Bait, karena sesungguhnya ia (kecintaan pada Ahlul Bait) termasuk al-baaqiyaat al-shaalihaat.” (Ibn ‘Uqdah, Fadhail Amirul Mu’minin, 196). Dalam riwayat lain Imam Ja’far as berkata, “Al-baaqiyaat al-shaalihaat adalah shalat. Maka jagalah ia.” (Tafsir al-‘Iyashi 2:327) Dari Baginda Nabi Saw diriwayatkan pula bahwa ia adalah tasbih, tahmid, tahlil dan takbir (Tsawab al-A’mal 12).


Al-baaqiyaat al-shaalihat adalah janji pengikat kebersamaan kita dengan keluarga kita. Seluruh amal saleh yang kekal: perkhidmatan, dzikir, shalat dan kecintaan. Itulah mengapa kita diperintahkan Al-Qur’an, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Taahaa [20]:132) Shalat sering disebut sebagai ‘simbol’ peribadatan. Artinya, ia mewakili seluruh peribadatan. Maka perintah untuk bersabar mendidik keluarga bukan hanya dalam shalat, tapi dalam segala peribadatan dan perkhidmatan. Itu pulalah syarat agar dapat digabungkan bersama kelompok besar para teladan suci itu.


Maka pengertian azwaj yang merujuk pada kelompok besar meliputi semuanya. Kita bisa bergabung di hari akhirat nanti. Baik yang menikah atau belum. Yang berkeluarga atau masih sendiri. Yang ditinggal pergi dan menikah lagi. Kita bahkan bisa digabungkan bersama moyang kita, sahabat-sahabat kita, anak-anak kita, cucu keturunan kita, baik yang semasa ataupun tidak. Syaratnya: keselarasan ruhaniah dalam saling menasihati kebaikan, kebenaran, kesabaran, dan kasih sayang (QS. Al-Balad [90]: 17 dan QS. al-Asr [103]: 3) Sebuah jalinan cinta yang diperkuat dan ditumbuhkembangkan. Melintasi sekat-sekat ruang dan zaman.


Dan itulah janji Allah Swt dalam Al-Qur’an, “Surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan) salaamun ‘alaikum bima shabartum, sejahtera bagimu karena kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’du [13]:24)


Ya, bukankah al-baqiyaat al-shaalihat adalah sebaik-baiknya harapan? Maka reuni agung di Surga ‘Adn hanya dapat diperoleh dengan al-baaqiyaat al-shaalihat itu. Simak bagaimana malaikat menyambut mereka: Sejahtera bagimu atas kesabaranmu dahulu. Azwaj yang beroleh al-baaqiyaat al-shaalihat adalah mereka yang diuji dalam lautan kesabaran.


Aduhai, ya Allah, ampunilah sedikitnya kesabaranku. Ampunilah keterbatasanku berusaha belajar memahami ayat-ayat kitab suciMu. Anugerahkan bagiku pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan untuk menemukan kebenaran dan mengikutinya. Karuniakan padaku kesabaran untuk itu. Dekatkan aku selalu dengan mereka yang paling memahami kitab suci. Yang paling mengerti bahasa Al-Qur’an. Yang paling mengetahui rahasia dan hikmah yang Kausebarkan dalam setiap hurufnya. Sertakan dalam nikmat mempelajari ayat-ayatMu ini: kedua orangtuaku, guru-guruku, pasanganku, anak-anakku, keluarga besarku, saudara dan sahabat-sahabatku, serta setiap orang yang punya hak atas diriku; yang urusannya menjadi tanggungjawabku; yang berbuat baik padaku, yang mengalirkan setiap nikmatMu.


Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: “Aku bertanya pada Imam Ja’far al-Shadiq as tentang satu penafsiran dalam Al-Qur’an dan Imam as menjawabku. Kemudian (keesokan harinya) aku bertanya lagi dan Imam as memberikan jawaban yang berbeda. Maka aku berkata: Biarlah diriku jadi tebusanmu. Imam, kemarin kau memberi jawaban selain jawaban ini.


Dan Imam as menjawab: Wahai Jabir, sesungguhnya Al-Qur’an itu ada batinnya. Dan bagi batin ada lahirnya. Hai Jabir, tidak ada sesuatu yang paling jauh dari akal seseorang selain tafsir Al-Qur’an. Sesungguhnya (satu) ayat di awalnya (berkata) tentang sesuatu dan di akhirnya tentang sesuatu yang lain. Dan itu adalah kalimat yang terhubung yang bermakna dalam berbagai bentuknya.” (Tafsir al-‘Iyashi 1:12)


Al-Qur’an sungguh memiliki rahasia teramat dalamnya. Ampuni segala kekuranganku berusaha mengais permukaan teramat luarnya. Ah, layakkah aku kembali ke kampung keabadian, sedangkan kitab petunjuk tak dekat dalam keseharian dan kesehatian? Tak kubaca ia di setiap pagi dan petang. Tak kupelajari ia dari para pendamping dan penjaganya sepanjang zaman. Tak kucoba menghafalkannya dan menyimpan dalam ingatan. Lalu, bagaimana mungkin berharap meraih surga yang penuh kenikmatan? Bagaimana mungkin menghadap junjungan kekasih hati sedangkan Baginda Saw berdoa lirih: "Berkatalah Rasul: Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS. Al-Furqan [25]: 30). Pastilah kami yang Baginda maksudkan. Izinkan kami menjerit dalam tangisan, memohonkan ampunan.


Ya Allah, tanamkan dalam hati kami senantiasa kecintaan pada Al-Qur'an. Antarkan kami pada pada mereka yang menyimpan khazanah ilmunya. Agar kami dapat berharap beroleh surgaMu yang sesungguhnya.


Ya Allah, gabungkan kami bersama mereka, kelompok besar penghuni surgaMu. Bersama Ashabul jannah. Bukankah itu gelaran bagi mereka yang meraih surgaMu? Ashabul jannah adalah para pemilik surgaMu.


Dan kubuka aplikasi kitab suci dalam telepon pintarku. Aku cari berapa kali kata itu: ashabul jannah disebutkan dalam Al-Qur’an.


Berapa kali?

Empatbelas kali saudara. Empatbelas kali!


Ya Allah!

Izinkan aku menangis empatbelas kali banyaknya:



Aku menangis sebanyak harapanku bergabung bersama para pemilik surga itu.


Saudaraku, tidakkah perulangan Al-Quran menggugah keigintahuan kita akan rahasia itu?


Pasangan sejati adalah sab’an minal matsani dan Al-Qur’an yang mulia nan abadi. Mari arahkan biduk keluarga kita berusaha meraih percikan cahayanya. Ya Allah, sayangi kami dengan keduanya.


Walhamdulillahi rabbil ‘aalamin.


@miftahrakhmat

miftahrakhmat.com


⬆ ada koreksi sedikit pada penggunaan bentuk huruf muqatha’ah. Di awal saya tulis ada pada 14 surat. Yang benar kombinasi penyusunannya ada 14 bentuknya. Terdapat dalam 29 surat, sebanyak jumlah kalimat dalam Surat al-Fatihah.

246 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page