top of page
  • Writer's pictureAkhi

Bagaimana Gerakan Mengarah ke Pembelajaran


Untuk memahami dasar dari kaitan gerakan pikiran ini, kita harus kembali pada tahap paling awal dari perkembangan otak. Seorang bayi mencapai kemajuan yang luar biasa dalam kekuatan dan koordinasi ketika sebelumnya ia hanya bisa berbaring tak berdaya sampai kemudian ia mampu berjalan di usianya yang baru setahun. Keberhasilan ini hanya bisa diperoleh dari jaringan saraf yang rumit dan masif yang dipelajari dari setiap gerakan baru.


Seiring dengan makin banyaknya gerakan bayi, setiap perkembangan menempatkan alat indra—terutama telinga, mulut, tangan, hidung, dan mata —dalam tempat yang lebih menguntungkan untuk menerima masukan dari lingkungan. Sistem vestibular terkait dengan otot-otot pusat dari perut dan punggung. Inilah otot-otot yang pertama kali berkerja untuk mengangkat kepala—pencapaian yang membebaskan. Saat otot leher menguat, si bayi mampu mengangkat kepalanya untuk mendengar dunia dengan dua telinga dan mulai melihat dengan sepasang matanya. Saat dipangku tegak, baik di atas dada atau punggung ibunya, saat berbaring di lantai, seorang bayi dimungkinkan untuk bekerja secara aktif dalam menguatkan otot lehernya.


Hal ini membuat saya mempertanyakan kebiasaan populer untuk menggunakan gendongan bayi yang juga berfungsi sebagai jok bayi di mobil. Gendongan ini mendudukkan bayi dalam posisi 45 derajat yang menghambat gerakan aktif otot leher ataupun otot pusat. Meskipun mata bayi dapat melihat ke depan, karena gerakannya dihambat, bayi tak akan mampu secara aktif mengembangkan pandangannya.


Bayi menjelajahi kaki dan tangan dengan mulutnya, membuat otot-otot perasa bekerja. Mata akan membantu usaha bayi ketika ia pertama kali berguling, karena ia akan mengikuti suatu objek dengan matanya dan menggunakan otot pusat untuk menggerakkan seluruh tubuhnya. Otot pusat lalu bekerja ketika bayi memperkuat daerah sabuk pundak, dengan mengangkat pundak sekaligus kepala, sebagai respons terhadap stimulasi sensorik.


Saat saraf yang terikat pada otot pusat ini tumbuh dan berkembang karena sering digunakan, bayi akan mampu mengangkat badannya untuk duduk dan merangkak. Melalui latihan, pertama dengan sebelah badan kemudian dengan sebelah badan lainnya, bayi mulai merayap untuk kemudian merangkak. Sekali lagi, hal ini amat tergantung kepada aktivasi otot pusat sehingga pundak dan pinggul mampu bekerja sama.


Sejak dahulu kita tahu bahwa anak-anak yang tidak melewati tahap merangkak yang vital ini akan mengalami kesulitan belajar di kemudian hari. Merangkak, suatu gerakan lateral, mengaktifkan perkembangan corpus callosum (jembatan antara dua bagian serebrum). Hal ini yang menyebabkan dua bagian tubuh bisa bekerja sama, termasuk tangan, kaki, mata (pandangan binokular) dan telinga (pendengaran binaural). Melalui stimulasi yang seimbang, indra akan mampu mengakses lingkungan secara lebih luas dan kedua bagian tubuh dapat bergerak dengan cara yang lebih terintegrasi untuk kegiatan yang lebih efisien.


Seorang guru Pendidikan Khusus mengutarakan keprihatinannya kepada saya saat anaknya beranjak dari merangkak ke berjalan. Ia telah membaca semua literatur tentang pentingnya merangkak terhadap perkembangan mata untuk membaca, dan ia tak mau anaknya kehilangan tahapan ini. Sehingga ia lalu merangkak di atas bayinya, mencegah si bayi untuk berdiri selama dua bulan. Saya sering kuatir kalau-kalau si ibu ini menggantikan dyslexia (sulit membaca) dengan klaustrophobia (takut dikurung dalam ruangan sempit)!


Ketika anak perempuan saya lahir, saya belum membaca literatur tentang pentingnya merangkak. Pada usia tujuh bulan, saya belikan ia walker (penopang untuk membantu berjalan) berwarna hijau terang dengan roda bulat yang memungkinkan ia untuk mengitari rumah kami dan menghibur kami, orangtua yang menontonnya. Sayangnya, keasyikan kami ini telah memperpendek masa merangkaknya selama beberapa minggu. Ketika ia mengalami kesulitan membaca di kelas satu, yang menuntut koordinasi lateral antara mata dan tangan, kami pikir mungkin ini ada hubungannya dengan masa merangkaknya yang sebentar.


Pada akhirnya, dengan semua perkembangan motoriknya, seorang anak akan mampu berdiri melawan gravitasi dan belajar menyeimbangkan diri untuk berjalan, dan tak lama kemudian, berlari. Anak-anak di pedalaman Afrika yang berlari jarak jauh dengan gerakan yang rapi dan mempesona, atau yang berdiri dengan seimbang di ujung batu besar, adalah gambaran menakjubkan dari kecerdasan dan keindahan inheren dari gerakan.


Semakin Banyak Bergerak, Semakin Banyak Belajar


Dalam proses pembelajaran, sangat penting untuk membiarkan anak menjajaki setiap aspek gerakan dan keseimbangan dalam lingkungan mereka, apakah itu berjalan di atas titian, memanjat pohon, atau melompati kursi. Seorang guru dan ibu dari Navajo mengatakan kepada saya bahwa ketika ia kecil, ia dan anak-anak lainnya akan menjelajahi mesa dari pagi sampai matahari terbenam. Mesa adalah tempat tinggi yang rata, dikelilingi pada satu atau kedua sisinya dengan batuan yang terjal. Tak ada seorang pun yang terluka dalam petualangan ini, dan ia merasa bahwa pengalaman ini amat penting bagi proses pembelajaran yang ia tempuh. Namun dengan persepsi saat ini yang melihat dunia sebagai tempat yang berbahaya, ia tak pernah mengizinkan anaknya untuk pergi ke mesa. Tanpa adanya mesa untuk dijelajahi, anak-anaknya lalu menjadikan televisi sebagai pengisi waktu luang favorit. Ia mengakui anak-anaknya memiliki kesulitan dalam gerakan dan keseimbangan. Ia berpikir mungkin ini berhubungan dengan kesulitan belajar, terutama dalam membaca dan menulis, yang dialami mereka di sekolah.


Dalam penelitian terhadap lebih dari 500 anak Kanada, murid yang menghabiskan waktu tambahan setiap harinya di ruang olahraga mampu mengerjakan ujian lebih baik ketimbang mereka yang kurang aktif berolahraga. Hal yang serupa dapat ditemui pada lelaki dan wanita di usia 50an dan 60an yang mengikuti program latihan aerobik selama 4 bulan berupa jalanjalan santai; mereka mampu meningkatkan hasil tes mental mereka sebanyak 10%. Dan dalam pengamatan yang lebih intens terhadap tiga belas hasil penelitian yang berbeda tentang kaitan olahraga/daya otak, ditemukan bahwa olahraga dapat menstimulasi perkembangan otak yang sedang tumbuh dan mencegah kemunduran otak yang menua.


Penelitian mutakhir membantu menjelaskan bagaimana gerakan secara langsung bermanfaat kepada sistem saraf. Kegiatan otot, terutama kegiatan yang terkoordinasi, tampak menstimulasi produksi neurotrophin, substansi alami yang merangsang pertumbuhan sel-sel saraf dan meningkatkan jumlah koneksi saraf dalam otak. Penelitian terhadap hewan membuktikan hal ini. Di sebuah penelitian di University of California, Carl Cotman menemukan bahwa tikus yang berlari dalam jentera di kandangnya, memiliki lebih banyak neurotrophin ketimbang tikus yang tak banyak bergerak.


Dalam percobaan lain yang dilakukan oleh William Greenough di University of Illinois, tikus yang mahir dalam gerakan-gerakan yang rapi dan terkoordinasi, saat ia melintasi titian tali atau jembatan logam, terbukti memiliki jumlah sambungan neuron yang lebih banyak di otak mereka ketimbang tikus yang hanya duduk saja atau tikus yang berlari di roda otomatis.


Gerakan dan Penglihatan


Penglihatan pada dasarnya adalah sebuah fungsi tubuh. Ketika seorang anak berada di luar rumah, menjelajahi lingkungannya, sepasang mata dan otototot mata berada dalam gerakan yang konstan. Indra penglihatan kita berfungsi lebih efektif ketika mata kita bergerak dengan aktif, mengambil informasi-informasi sensoris dari lingkungan. Ketika mata kita berhenti bergerak, ia tak lagi mengambil informasi sensoris, dan proses hanya terjadi di dalam otak. Perhatikan ketika kita menatap sesuatu, kita tidak akan tahu apa yang terjadi di sekeliling kita. Dalam situasi belajar yang aktif, otot-otot mata eksternal bergerak secara konstan dengan menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah, ke kiri dan kanan, dan berputarputar. Otot mata internal mengerutkan dan meregangkan pupil untuk pencahayaan yang tepat, otot mata siliar pada lensa akan mengecilkan dan melebarkan lensa untuk penglihatan jarak jauh atau dekat.


Ketika tubuh dan kepala bergerak, sistem vestibular diaktifkan, dan otot mata menguat seiring mereka bergerak timbal balik. Semakin banyak gerakan yang dilakukan mata, semakin banyak otot kedua bola mata itu bekerja sama. Kerja sama antara sepasang mata yang efisien ini memungkinkan murid untuk fokus, menyusuri teks, dan berkonsentrasi ketika membaca. Saat otot mata menguat dan bergerak lebih selaras satu sama lain, lebih banyak sambungan di otak yang dibangun dan tersedia. Hal ini terjadi karena 80% dari ujung saraf di otot dihubungkan secara langsung, melalui propriosepsi dan sistem vestibular3 , dengan saraf motorik dari dan menuju mata.


Saya seringkali menemukan bahwa anak-anak yang mengalami kesulitan belajar akan juga mengalami kesulitan ketika mereka, saya minta untuk memperhatikan ibu jari saya saat saya gerakkan mengitari bidang visual mereka. Mata mereka bergulir, mereka mengeluh kesakitan, dan mereka kesulitan mempertahankan fokus. Stres visual mereka, ketika mata tidak fokus dengan efektif atau tidak menyusuri teks dengan efisien, disebabkan oleh perkembangan otot mata yang tidak memadai, seringkali dikarenakan oleh kurangnya gerakan.


Bayi mulai mengikuti gerakan tangan atau kaki dengan matanya. Pada waktunya, jaringan saraf yang rumit dan koordinasi tanganmata akan terbentuk. Bayi mampu membawa benda-benda di dunianya ke depan matanya untuk ia teliti dan pelajari. Koordinasi tangan/mata atau kaki/mata memungkinkan balita untuk bergerak secara akurat sebagai respons terhadap objek-objek di lingkungannya. Melalui latihan dan pendewasaan jaringan, pergeseran terjadi dan koordinasi mata-tangan terbentuk. Kini matalah yang mengarahkan gerakan tangan, sehingga pengetahuan internal yang amat luas kini menjadi acuan untuk gerakan. Kini kita dapat belajar untuk menghubungkan gerakan dengan penglihatan seperti Amy, yang telah saya kisahkan di awal bab ini, yang menghubungkan penglihatannya dengan gerakan menendang bola. Hubungan ini amat penting dalam menulis, menggambar, memainkan alat musik, berolahraga, atau menari.


Otot-otot mata juga memegang peranan penting dalam belajar di sekolah. Sebelum memasuki sekolah, pemandangan periferal yang tiga dimensi menjadi lingkungan belajar yang paling baik. Hal-hal itu menyatukan visual dan kinestetik untuk memahami bentuk, gerakan-gerakan alami, dan kesadaran spatial. Saat anak memasuki sekolah, mereka sering dituntut untuk cepat mengembangkan perhatian mereka kepada kertas-kertas dua dimensi. Di sekolah, perhatian semacam ini penting untuk melihat hurufhuruf yang kecil, statis, dan dua dimensi pada buku pelajaran. Transisi dari lingkungan sekeliling yang tiga dimensi kepada huruf-huruf dua dimensi ini seringkali terjadi tiba-tiba dan tidak alami.


Kira-kira sebelum usia tujuh tahun, badan siliar (otot yang membentuk lensa mata) menjadi pendek, menyebabkan lensa menjadi tipis dan meregang. Dengan bentuk lensa seperti ini, gambar yang datang akan disebarkan pada retina, membuat stimulasi rod and cone secara maksimal. Bentuk lensa ini akan dengan mudah mengakomodasi pandangan tiga dimensi, pandangan ke sekitar, dan pandangan jarak jauh. Pada usia tujuh tahun, otot-otot ini memanjang, memungkinkan lensa untuk menjadi bundar dan memudahkan untuk memfokuskan citra hanya pada fovea centralis pada retina untuk fokus foveal yang natural. Anak-anak yang membaca buku di rumah mungkin telah mendapatkan fokus foveal ini apabila proses tersebut mereka jalani secara sukarela dan tanpa tekanan.


KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam)dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari, SMP Plus Muthahhari, SMP Bahtera, dan SMA Plus Muthahhari).

- www.scmbandung.sch.id

- www.smpbahtera.sch.id

- www.smpplusmuthahhari.sch.id

- www.smaplusmuthahhari.sch.id

18 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page