top of page
  • Writer's pictureAkhi

Berbagi Dengan Kebahagiaan


MEMBAHAGIAKAN orang lain juga dapat mengikis gejala depresi. Ada sebuah cerita ... Di sebuah rumah sakit ada dua orang pasien yang tinggal dalam satu kamar. Satu pasien selalu terbaring di ranjang. Satu pasien lagi, setiap sore, ia harus berada di jendela, menangkap sinar matahari untuk mengeringkan cairan dalam paru-parunya. Pada setiap sore itu, lelaki yang berada di jendela selalu menceritakan segala keindahan di luar jendela kepada pasien yang hanya terbaring di ranjang itu. Keduanya juga bercerita banyak hal, mulai dari keluarga, pekerjaan mereka dulu, pengalaman dalam tugas militer, sampai acara berlibur mereka.


Pasien yang hanya bisa terbaring di ranjang selalu menikmati cerita-cerita pasien di jendela tentang keindahan-keindahan yang ada di luar jendela. Pasien di jen dela menceritakan bahwa jendela itu menghadap ke arah danau yang indah. Bebek dan angsa mengapung berenang ke sana ke mari diikuti anak-anaknya. Beberapa orang menaiki perahu. Di bibir danau, pasangan remaja yang kasmaran tampak sedang berpacaran, ada yang duduk berdua, ada juga yang berjalan-jalan sambil bergandengan tangan. Di sisi yang lain, tampak gedung-gedung tinggi. Sementara pasien di jendela bercerita, pasien di atas ranjang memejamkan mata seraya membayangkan cerita. Setiap hari dalam waktu sekian lama, kedua pasien tersebut selalu melakukan itu sehingga diamdiam terjalin persahabatan yang emosional di antara mereka.


Sampai pada suatu hari, pasien di jendela didapati telah meninggal dunia dengan posisi terduduk di kursi di dekat jendela.


Kini, tinggal pasien di atas ranjang sendirian. Tak ada lagi orang yang biasa menceritakan keindahan di luar jendela sana. Ia pun kemudian meminta agar ranjangnya didekatkan ke jendela agar dapat melihat sendiri keindahan yang selama ini hanya ia tahu lewat cerita. Dengan susah payah ia berusaha melongok ke luar jendela. Ternyata, di luar jendela itu tidak ada apa-apa selain halaman yang kemudian berbatasan dengan tembok. Perawat kemudian memberi tahu bahwa sesungguhnya lelaki yang setiap sore selalu di jendela itu tunanetra. "Lalu, kenapa ia selalu bercerita bahwa di luar sana ada keindahan-keindahan?” kata pasien yang terbaring di ranjang. Perawat menjawab, "Barangkali ia hanya ingin berbagi kebahagiaan dan semangat hidup kepada Anda dan juga dirinya.”


Atau, paling tidak, pasien di jendela itu ingin mengurangi setengah derita dirinya dengan berbagi cerita bahagia meski harus berdusta. Atau, sesungguhnya ia tidak berdusta, tapi hanya sedang membangun imajinasi keindahan yang membahagiakan sebagai penyemangat hidup di tengah kondisi sakit (seperti para penulis cerpen atau novel yang menulis ceritanya berdasarkan imajinasi).


Kehidupan terasa bermakna bila kita telah membuat orang lain bahagia, meski seorang. Barangkali, pasien buta itu berpikir demikian. Di akhir hidupnya, ia ingin melihat hidupnya bermakna dengan membahagiakan temannya.


Ada yang bisa kita petik dari cerita itu bahwa kebohongan yang justru mendatangkan maslahat tidak dianggap sebagai kebohongan. Rasulullah pernah berkata, “Kebohongan yang membawa maslahat bersama tidak dianggap sebagai kebohongan” (laisa al-kidzb mâ yushlihu baina al-nâs). Misalnya, kita diperbolehkan berbohong untuk menyelamatkan nyawa diri sendiri atau orang lain, atau berbohong untuk membahagiakan orang lain, seperti yang dicontohkan dalam cerita di atas.


Seorang penyair Iran bernama Sa'di pernah mengatakan, “Kejujuran yang menyengsarakan lebih hina daripada kebohongan yang membahagiakan.” Seorang suami, misalkan, lebih baik memuji istrinya cantik daripada berterus-terang bahwa istrinya itu sesungguhnya tak menarik. Sebab, itu akan menyenangkan si istri. Atau, jika tidak bisa memuji maka lebih baik diam.


SALAH satu penyebab depresi adalah selalu berharap banyak kepada orang lain sementara orang itu tidak bisa memenuhi harapan. Kita terjebak kemacetan di jalan raya. Lalu, berkata sendiri, "Seharusnya para pengendara mobil itu mau tertib. Atau, “Jika saja para pengendara mobil itu mau tertib.” Banjir melanda. Kita kesal sambil bergumam, "Semestinya masyarakat tidak membuang sampah sembarangan. Atau, “Jika saja masyarakat tidak membuang sampah sembarangan. Dan sebagainya. Sebab itulah Rasulullah menganjurkan kita agar tak terlalu banyak berangan-angan, tak banyak mengucapkan "andai saja tidak demikian”, “jika saja seperti itu”, dan sebagainya. Sebab, pada saat itulah setan merasuk dalam pikiran dan hati kita. Menyulut penyesalan dan kekecewaan dalam jiwa. Kekecewaan dan penyesalan semacam itu jika terus dipelihara akan menjadi depresi. []



KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

95 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page