top of page
  • Writer's pictureAkhi

Bersiaplah Untuk Mudik Besar


Marilah kita mulai hari ini dengan mengungkapkan syukur kita kepada Allah swt. Setiap hari anugerah dan nikmatNya turun kepada kita, walaupun pada hari yang sama maksiat dan kejahatan kita naik kepada-Nya.


Setiap jam perlindungan dan pemeliharaan-Nya mengayomi kita, padahal pada jam yang sama kita menentang-Nya dengan dosa-dosa dan kejelekan kita. Dia telah membawa kita kepada bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah dan ampunan, bulan yang di dalamnya ada Lailatul Qadar, yang lebih bagus dari seribu bulan.


Sepanjang Ramadan, Dia menuntun kita untuk melakukan puasa, shalat malam, membaca Al-Qur’an dan bersedekah di jalan Allah. Dia memberikan kesempatan kepada kita untuk menghapus dosa dan beramal saleh. Akhirnya hari ini, dengan kasih sayang-Nya jua, Dia mengantarkan kita kepada idul fitri, hari lebaran.


Marilah kita melihat ke kiri dan ke kanan kita. Marilah kita periksa orang-orang yang kita cintai: Ayah-Bunda, saudara, kekasih, tetangga, sahabat, dan handai taulan. Adakah di antara mereka yang pada saat hari idul fitri tidak dapat bergabung bersama kita di tempat ini? Adakah diantara mereka yang sudah meninggalkan kita, kembali kepada yang Mahasuci?


Kemanakah ayah atau ibu yang tahun lalu menyambut uluran tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang? Kemana kakak atau adik kita yang pada lebaran lalu gelak tertawa berbagi bahagia bersama kita? Kemanakah tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri?


Ya Allah, mereka telah kembali kepada-Mu. Mereka telah “mudik” ke kampung yang abadi. Terimalah mereka di sisi-Mu Râdhiyatan mardhiyyah. Engkau senang menyambut mereka dan mereka senang berjumpa denganMu. Seperti doa Nabi saw untuk Thalhah, pemuda yang mencintainya, “sambutlah mereka. Rabbana; Engkau tersenyum kepada mereka dan mereka tersenyum kepadaMu. Curahkan kasihMu kepada ayah-bunda kami, saudara kami, sahabat kami. Gabungkan mereka dengan orang-orang yang Engkau anugerahkan kenikmatan kepada mereka bersama para nabi, shiddiqîn, syuhada, shâlihin.


Ya Allah, jika mereka tidak dapat berlebaran bersama kami. Tidak bisa kami ulurkan tangan kami untuk meminta maaf. Tidak bisa kami ajak mereka untuk berbagi bahagia bersama kami. Tidak bisa kami undang mereka untuk berkumpul di rumah kami.


Allahumma adkhil ‘alâ ahl al-qubûr al-surûr. Tetapi kami mohon, ya Allah, masukkanlah rasa bahagia kepada semua ahli kubur. Harumkanlah kuburan mereka dengan wewangian doa-doa kami, sampaikanlah salam kami yang tulus.


Assalamu ‘alaikum ya ahl al-diyari min al-muslimîn antum lanâ salaf wa inna insyâ Allah bikum lâhiqûn. Salam bagi kalian wahai ahli kubur, kalian sudah mendahului kami dan insyâAllah kami akan segera menyusul kalian. Menurut laporan para sahabat, dalam shalat Ied dan shalat Jum’at, nabi saw senang membaca surat al-A’la dan al-Ghasyiyah. Pada surat al-A’la dipuji Tuhan orang yang yang berzakat, kemudian berzikir kepada Allah kemudian melakukan shalat. Qad aflaha man tazakkâ wa dzakara isma rabbihi fashallâ. Kata sebagian ahli tafsir, ini berkaitan dengan shalat Idul Fitri. Pada surat al-Ghasyiyah diceritakan keadaan manusia ketika kembali pada Tuhan. Innâ ilainâ iyabahum tsumma innâ ‘alaina hisâbahum. Kepada kamilah mereka kembali; kewajiban kamilah untuk memeriksa mereka. Surat al-Ghasyiyah dibaca pada Idul Fitri untuk mengingatkan mereka akan hari ketika mereka mudik kepada Tuhan. Berkumpulnya manusia di tanah lapang harus menyadarkan mereka a kan hari ketika mereka diadili Tuhan pada padang Mahsyar nanti.


Selain pada surat al-Ghasyiyah, berulang kali dalam Al-Qur’an Tuhan mengingatkan kita bahwa kepada Allah tempat mudik kita. Kepada Allah tempat mudik kalian. Kepada Allah tempat mudik mereka semua. Kalimat seperti ini disebut enam belas kali dalam Al-Qur’an. Sudah seminggu ini saudara-saudara kita mudik ke kampung halaman mereka yang sementara, menemui orang-orang yang mereka sayangi, dengan membawa beban berat untuk dibagikan kepada mereka. mereka berangkat dengan sukarela, menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan dengan suka cita. Setiap saat kita harus mudik ke kampung halaman abadi, menemui Allah yang kita cintai, tetapi dengan membawa beban dosa di atas punggung kita, untuk diperiksa dalam timbangan keadilan Tuhan. Setiap saat ketika maut menjemput kita, kita harus pergi dengan terpaksa. Kita akan menempuh perjalanan yang panjang dan mengerikan.


Imam Ali Zainal ‘Abidin cucu Rasulullah saw, berkata,”Ada tiga saat yang paling menakutkan yang harus dialami anak Adam.

(1) saat ketika ia menyaksikan malaikat maut,

(2) saat ketika ia bangun dari alam kuburnya, dan

(3) saat ketika ia berdiri di hadapan Allah swt tidak jelas apakah ia akan ke surga atau ke neraka?”


Itulah perjalanan mudik kita. Stasion yang pertama ialah kematian, saat malakul maut menjemput kita. Pada waktu itu, kita akan dihadapkan pada kekayaan kita. Kita akan berkata, “Demi Allah, dahulu aku mengumpulkan kamu dengan rakus dan pelit. Sekarang apa yang akan kau berikan kepadaku?” Harta kita akan menjawab khudz minni kafanak. Ambillah dariku kain kafanmu. Kemudian kita akan dipertemukan dengan seluruh keluarga kita. Kita memandang mereka,” Demi Allah dahulu aku sangat mencintai kalian dan memelihara kalian dengan susah payah. Apa yang akan kamu berikan kepadaku?” Mereka menjawab; “kami akan mengantarkan jenazahmu. Kami akan menguburmu.”


Setelah itu kita akan menengok amal-amal kita dan berkata,”Demi Allah dahulu aku membencimu, aku melihat kamu sebagai beban yang berat. Apa yang kamu berikan kepadaku?” amal-amal kita akan berkata, “aku akan menjadi sahabatmu dalam kuburmu, pada hari kamu dihimpunkan, dan sampai pada waktu kita bersama berhadapan dengan Allah.”


Ketika kita dibaringkan di kubur, kita akan bergumam kepada lubang lahat: ”hei rumah yang dipenuhi cacing, hei rumah yang sunyi, asing dan gelap.”Lubang lahat akan menjawab, inilah yang memang sudah aku persiapkan untukmu. Lalu apa yang telah engkau persiapkan untuk pertemuan denganku.


Jawablah petanyaan lubang kubur itu: apa yang telah kamu persiapkan untuk bekal di alam kuburmu? Pertanyaan itu akan kita dengar nanti, menghantam dada dan mengiris hati nurani kita. Itulah yang pasti kita alami ketika kita mati. Kisah itu disampaikan kepada kita dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis shahih, Allah swt Menjelaskan kepada kita dua macam kematian.


Pertama, “Orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan baik, para malaikat berkata: sejahteralah bagi kalian, masuklah ke surga dengan apa-apa yang sudah kalian amalkan.”(Al-Nahl 32). Kepada mereka tuhan menyapa dengan mesra, “Hei jiwa yang tentram, kembalilah kepada karunia Tuhanmu dengan penuh keridhaan dan diridhai. Dan masuklah dalam kelomopok hambaku, masuklah ke surgaku.”(Al-Fajr 30).


Kedua, adalah kematian orang yang durhaka: bagaimanakah keadaan mereka ketika malaikat maut mematikan mereka, seraya meremuk redamkan muka mereka dan punggung mereka? Yang demikian itu mengikuti apa yang dimurkai Allah dan membenci keridhaanNya. Lalu Allah hapuskan semua amalnya. (Muhammad 27-28)


Kita tidak tahu pada kematian yang mana kita akan berada; apakah kita akan mati dalam pelukan kasih sayang Allah swt; ataukah dalam deraan malaikan maut dan kemurkaan Tuhan? Kita juga tidak tahu apakah kita akan bangkit dari kubur kita dengan wajah-wajah yang ketakutan atau wajah-wajah yang berseri-seri penuh kegembiraan? Kita sudah bekerja sepanjang tahun mengumpulkan bekal untuk mudik yang hanya beberapa hari. Sudahkah kita persiapkan bekal untuk mudik yang jangkanya tidak terhingga? Kita sudah bekerja puluhan tahun untuk persiapan masa tua kita yang berlangsung beberapa tahun saja. Sudahkah kita persiapkan bekal untuk perjalanan yang sangat panjang setelah kematian kita? Dengarkan cerita Rasulullah saw tentang orang yang paling malang ketika berhadapan dengan pengadilan Tuhan; itulah mereka yang berdiri di hadapan Rabbul ‘Alamin, lalu di tangan-tangan mereka bergelantungan orang-orang yang pernah disakiti hatinya, dirampas haknya, disiksa tubuhnya, atau diusir dari tempat-tempat pekerjaannya. Mereka akan menghempaskan orang zalim itu di hadapan Tuhannya. Mereka akan mengambil seluruh amal salehnya –salat, puasa, dan hajinya- dan membebankan di atas punggungnya seluruh dosa mereka. Ali bin Abi Thalib kw berkata, “Bekal yang paling buruk untuk hari kiamat adalah berbuat zalim kepada manusia.”


Tahukah Anda bekal yang paling baik untuk hari kiamat nanti? Pada suatu hari Rasulullah saw melewati pekuburan. Beliau menyapa penghuni kubur, “Hai Ahli Kubur, tahukah kalian apa yang terjadi sepeninggal kalian? Istri kalian sudah dinikahi orang lain, rumah kalian sudah dibagi-bagikan. Ceritakan apa yang kalian alami!” Kemudian Rasulullah bersabda, “Sekiranya mereka bisa menjawab, mereka akan berkata bahwa sebaik-baiknya bekal adalah takwa.”


Takwa menurut al-Quran adalah menginfakkan harta dalam keadaan senang dan susah, mengendalikan amarah, memaafkan orang lain, sering berbuat baik, cepat meminta maaf bila berbuat salah dan tidak mengulanginya lagi. (Ali Imran 133-135) Takwa, masih menurut al-Quran, adalah mengisi sebagian besar malam untuk bermunajat kepada Tuhan, memohon ampun pada waktu sahur, dan memberikan harta kepada orang miskin dan orang yang berkekurangan. (Al-Dzariyat 16-29) Secara singkat, bekal terbaik untuk hari mudik kita yang abadi adalah beribadat untuk memperoleh rida Allah dan beramal saleh untuk membahagiakan hamba-hamba-Nya. JR



***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

(disampaikan saat khotbah idulfitri)

103 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page