Daqaiq Al-Quran
Daqaiq Al-Quran (1b): Tujuh Huruf yang Tak Ada

Lebih dari itu ketika dan setiap kali Baginda Nabi Saw menyampaikan wasiat, yang Baginda Nabi Saw inginkan adalah kebahagiaan kita. Yang Baginda Nabi Saw harapkan dari kita adalah keselamatan. Lahir dan batin, dunia dan akhirat. Ketika Rasulullah Saw mewasiatkan Al-Quran, Baginda Nabi Saw sangat ingin kita itu berbahagia, sangat ingin kita selamat. Beliau tidak ingin kita menderita. Dalam Al-Quran itu ada syifa, ada penyembuh limaa fisshuduur, untuk apa yang ada di dalam hati dan diri.
Al-Quran menjadi penyembuh bukan hanya untuk hal-hal yang bersifat ragawi. Lebih dari itu. Al-Quran adalah penyembuh untuk apa yang kurang dalam ruh kita. Kita terdiri dari jasad; jiwa dan raga; jasmani dan ruhani. Kita berikan makanan untuk tubuh kita dan makanan untuk ruh kita adalah ibadah. Di antara makanan untuk ruh itu, untuk menghidupkan; menyelamatkan; menyembuhkan ruh itu adalah Al-Quran.
وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ
“Dan Kami turunkan dalam Al-Quran itu apa apa yang menjadi penyembuh…”
(QS Al-Isra [17] ayat 82)
Al-Quran jadi wasilah kita untuk perkembangan dan keselamatan ruhaniah kita. Inilah keistimewaan Al-Quran yang paling utama. Ia menuntun kita, mengantarkan kita dari kegelapan menuju cahaya, dari kecelakaan menuju kebahagiaan.
Kita juga akan melihat serangkaian mukjizat Al-Quran yang lainnya. Bahwa ia turun di Makkah dan Madinah. Dalam keadaan seperti apa ia diturunkan. Ketika Baginda Nabi Saw menerima wahyu dan menyampaikannya, sebagian sahabatan mencatatnya. Sebagian lagi menghafalnya.
Sayyidina Ali Bin Abi Thalib karamallahu wajhah dan sebagian sahabat sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa rujukan, menjadi saksi yang mengetahui kapan ayat ini diturunkan; di mana ayat itu diturunkan; tentang siapa ayat ini turun dan lain sebagainya. Sayyidina Ali bahkan menyampaikan, “Tidaklah menimpa seorang pun dari Quraisy satu peristiwa, kecuali ada satu ayat atau dua yang mengantarkannya ke surga atau menyeretnya ke neraka. Dan tidaklah satu ayat pun yang turun, kecuali aku tahu di mana ia diturunkan. Apakah di daratan atau lautan, di lembah atau bebukitan. Aku tahu bagaimana dan tentang apa ayat itu diturunkan.” (Bashair al-Darajaat, 139).
Kita akan menemukan beragam keindahan Al-Quran itu. Bukan hanya kedudukannya sebagai ‘nutrisi’ bagi ruh; bukan hanya pada mukjizat-mukjizat yang berkaitan dengan kehidupan dunia kita; tetapi lebih dari semuanya, Al-Quran membimbing kita dari ketidaktahuan dan kegelapan pada cahaya. Inilah wasiat Baginda Nabi Saw yang terutama, yang tak terpisahkan dari mereka yang memahaminya.
Saya ingin kisahkan satu cerita ketika seorang Kaisar Romawi menulis surat kepada khalifah kaum Muslimin di satu zaman. Menurutnya, ia membaca dalam kitab terdahulu tertulis keterangan. Siapa saja yang membaca satu surat yang kosong dari tujuh huruf, akan dihindarkan dari siksa hari akhir. Kaisar Romawi ini berusaha untuk mencari tahu. Ia mengumpulkan para sarjananya untuk meneliti. Surat apakah itu? Mereka tidak berhasil menemukannya. Maka ia mengirimkan surat kepada khalifah Bani ‘Abbasiyyah waktu itu yang juga membacanya sama bingungnya.
Khalifah lalu mengumpulkan cerdik pandai dan para ulamanya. Ternyata, mereka juga sama tidak mengetahuinya. Seorang di antara mereka berkata, “Perkara seperti ini kita tanyakan kepada Imam Ali al-Hadi as.” Imam Ali al-Hadi as adalah seorang dari silsilah emas keturunan keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam. Bertanyalah mereka kepada Imam. Imam Hadi as menjawab: “Surat yang dimaksud adalah surat al-Fatihah. Ia kosong dari tujuh huruf.”
Imam kemudian menjelaskan. Semua huruf hijaiyyah, huruf Arab ada dalam surat al-Fatihah—dari ‘alif’ sampai ‘ya’ kecuali tujuh huruf. Apa saja?
Saudara bisa rehat sejenak. Ambil keberkahan Al-Quran yang ada di dekat Saudara. Atau melalui aplikasi pada smartphone yang ada. Bukalah surat al-Fatihah. Lihat dan telusuri: huruf apa saja yang tidak ada dalam surat itu. Take a break, have fun and lots of blessing doing it.
…
Sudah?
Para pembaca sekalian, para guru, orang tua dapat juga mengajak anaknya untuk lebih dekat dengan Al-Quran melalui kegiatan ini. Menjadikannya semacam kuis teka-teki. Ajak mereka untuk membuka Al-Quran surat al-Fatihah, lalu sampaikan kisah Imam al-Hadi as ini dan biarkan mereka mencari ketujuh huruf itu.
Jawaban Imam pun disampaikan pada utusan Kaisar Romawi. Ia meminta untuk melihat surat al-Fatihah dan bertanya huruf apa saja yang tidak ada. Dan apa maknanya? Mengapa dalam alkitab kami tertulis barangsiapa yang membacanya ia terhindar dari siksa di hari akhirat?
“Huruf tsa, jim, kha, zay, syin, zha dan fa tidak ada dalam surat al-Fatihah. Tsa untuk tsubur, kecelakaan dan penyesalan hari akhir. Jim untuk jahim, neraka. Kha untuk khabits, ketidaksucian. Zay untuk zaqqum, makanan pahit penghuni neraka. Syin untuk syaqawah, kemalanga. Zha untuk zhulumat, kegelapan. Dan fa untuk afat, kerusakan dan kehancuran. (Muntakhab al-Tawarikh, 795).
Kita akan kaji lebih jauh tentang keistimewaan surat pembuka ini. Di antara warisan Allah yarham tercinta adalah Tafsir Sufi Surat al-Fatihah yang beliau tulis khusus di sebuah pondok. Bagi beliau dan almarhumin tercinta, kita antarkan al-Fatihah dan doa. Al-Fatihah.
Dengan keistimewaan ini, marilah kita dekatkan diri senantiasa dengan Al-Quran. Mari teladani pesan Sayyidina Ali Bin Abi Thalib as pada putra putri beliau ketika terbaring sakit setelah dihantam pedang dini hari bulan suci Ramadhan. Di pembaringan terakhir, beliau berpesan: Aku wasiatkan kalian dengan Al-Quran. Aku wasiatkan kalian dengan Al-Quran. Aku wasiatkan kalian dengan Alquran. Fa laa yasbiqukum ilal ‘amali bihi ghairukum. Jangan sampai orang selainmu mendahuluimu dalam mengamalkannya.
Inilah pesan Imam Ali as.
Kitab Allah wasiat Rasulullah Saw yang pertama yang hanya dapat kita tunaikan kalau kita mendekatkan diri kita dengannya. Senantiasa membaca ayat-ayat sucinya. Semoga keluarga kita diberkati cahaya terangnya, di dunia dan akhirat. Semoga kita semua menjadi para pecinta al-Qur’an.
(Bab 1 dari 28 cukup, alhamdulillah)
@miftahrakhmat