Akhi
Di Balik Kesulitan Ada Kemudahan (1)
Bukankah sudah kulapangkan dadamu, kuturunkan beban berat di pundakmu, dan kumuliakan namamu?! Sungguh, bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Bersama kesulitan benar-benar selalu ada kemudahan. Jika telah selesai dengan satu pekerjaan, bersiaplah pada pekerjaan selanjutnya. Dan, kepada Tuhanmu semata hendaknya kau berharap (al-Insyirâh: 1-8).
Ayat 'bersama kesulitan selalu ada kemudahan' bisa pula dipahami kebahagiaan selalu ada bersama-sama penderitaan'.
Nah, dalam ayat itu, kenapa Allah mendahulukan kesulitan atau penderitaan (al-'usr) ketimbang kemudahan atau kebahagiaan (al-yusr)? Apa yang bisa kita pelajari dari penempatan seperti itu?
BARANGKALI sudah menjadi karakter kebanyakan manu. sia, kita cenderung lebih memperhatikan penderitaan ketim bang kebahagiaan, something wrong lebih mengalihkan per hatian daripada something right. Dalam bahasa bisnis media massa: bad news is good news. Sebuah gigi yang sakit akan lebih diperhatikan daripada sekian gigi yang sehat. Satu ang gota badan yang sakit akan lebih menyita perhatian daripada anggota-anggota badan lain yang tak sakit. Bisa disebutkan sekian contoh bagaimana kita pernah mengalami penderitaan dan kesulitan. Begitu menyita perhatian, terkadang penderitaan dan kesulitan membuat orang berputus asa, merasa hidupnya sempit dan buntu.
Dengan ayat itu, Allah hendak mengatakan bahwa kesulitan tak berdiri sendiri. Ia selalu berdampingan dengan kemudahan. Bahkan, Allah perlu mengatakan itu dengan kalimat-kalimat penegasan. Dalam redaksi ayatnya, kita lihat ada dua tanda penegasan: pertama kata inna yang diartikan dengan sungguh atau benar-benar. Yang kedua adalah pengulangan kalimat ‘kesulitan akan ada kemudahan'. Penegasan itu meyakinkan agar seseorang selalu optimis dan tak sepatutnya larut dalam duka musibah dan bencana. Surah alam nasyrah itu juga disebut dengan al-Insyirâh, yang berarti kelapangan hati atau kebahagiaan. Orang bahagia itu berhati lapang, sebab beban-beban di hatinya telah hi lang.
SURAH alam nasyrah turun sebagai penghibur Rasulullah saat ia dalam derita-yaitu ketika ia dan keluarganya diasingkan dan diisolasi di sebuah lembah. Pada saat itu, juga diturunkan Surah al-Dhuha,
Demi pagi saat matahari di sepenggalah, demi malam sunyi... Tuhanmu tak sedang meninggalkanmu, pula tak sedang benci. Sungguh, pada akhirnya akan lebih baik daripada saat ini. Tuhanmu akan memberimu anugerah, lalu kau pun puas. Bukankah Ia mendapatimu sebagai yatim, lalu Ia melindungimu?! Bukankah Ia melihatmu sedang bingung, kemudian la memberimu petunjuk?! Bukankah Ia mendapatimu sedang kekurangan, lalu Ia mencukupimu?! Sebab itu, jangan kau sewenang-wenang terhadap anak yatim dan jangan menghardik peminta-minta. Dan, bersyukurlah atas nikmat Tuhanmu (al-Dhuhâ: 1-11).
Sebagian ulama mengatakan, Surah al-Insyirâh diturunkan tak lama setelah Surah al-Dhuha itu, pada saat pengasingan tersebut. Seperti Surah al-Insyirah, Surah al-Dhuhâ juga diturunkan untuk menghibur Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya yang menderita di pengasingan.
Tak sedikit ayat yang Allah turunkan untuk menghibur dan menenangkan batin Rasulullah. Misal saja ayat, Jangan kau sedih oleh omongan mereka. Aku tahu apa saja yang mereka rahasiakan dan mereka tampakkan (Yâsîn: 76).
Dengan ayat itu, Allah hendak menenangkan Rasulullah: jangan terlalu memperhatikan omongan orang-orang yang membencimu. Anggap saja sebagai angin lalu. Jika omongan mereka diperhatikan, mereka akan senang dan sebaliknya Rasulullah akan sedih karena menjadi beban pikiran beliau.
Saya juga pernah diomongin orang-orang, dikritik habishabisan karena pernah menyelenggarakan acara yang menurut mereka terlalu cengeng. Ngapain tuh, agama kok cengeng gitu, kata mereka. Padahal, dalam Al-Quran disebutkan, Jika dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, mereka tersungkur, bersujud, dan menangis (Maryam: 58).
Siapa mereka’? Mereka adalah para nabi, rasul, dan orang-orang saleh. Karena memahami ayat-ayat Allah itu, hati mereka tersentuh dan bukan menangis karena ‘komando’ ustadz yang memimpin pengajian, bukan tangisan yang dijual, seperti yang kita lihat di televisi-televisi itu.
Namun, itu belum apa-apa dibandingkan dengan kandungan omongan dan cacian yang diterima Rasulullah saat awal-awal mendakwahkan Islam. Beliau bahkan dianggap sudah gila. Allah kemudian segera menghiburnya dengan menurunkan ayat untuk membela Rasulullah. Kata Allah, Temanmu (Muhammad) sama sekali bukan orang gila (al-Takwir: 22).
RASULULLAH pernah mengalami masa-masa menyedihkan dalam sejarah hidupnya, yang dikenal dengan 'am al-huzn (tahun berkabung), yaitu meninggalnya sang paman, Abu Thalib, dan sang istri, Khadijah. Keduanya meninggal dalam jarak waktu yang tak jauh, pada tahun yang sama.
Khadijah sangat dicintai dan dihormati Rasulullah. Sehingga, selama bersamanya, Rasulullah enggan berbagi hati. Meski Khadijah telah meninggal dan Rasulullah pun telah kembali beristri, namun bayangan Khadijah tak pernah hilang. Sejarah Khadijah telah memenuhi hati Rasulullah. Tak jarang Rasulullah memujinya hingga membuat Aisyah cemburu.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dikisahkan: Suatu saat, Rasulullah dan Aisyah sedang bercengkerama di depan rumah mereka. Saat demikian, melintaslah seorang perempuan tua. Rasulullah segera menyambut perempuan itu dan mengajaknya bertamu. Rasulullah lantas melepas serban, menggelarnya, kemudian mempersilakan orang tua itu duduk di atasnya. Keduanya lalu bercakap-cakap. Setelah perempuan tua itu berlalu, Aisyah menanyakan perihal tamu yang diperlakukan begitu istimewa.
“Perempuan tua itu mengingatkanku pada Khadijah ... Saat Khadijah masih hidup, perempuan itu sering datang ke rumahnya, dan Khadijah selalu menyambutnya dengan penuh hormat. Aku menghormatinya sebagaimana Khadijah dulu melakukannya,” cerita Rasulullah.
Aisyah mungkin cemburu mendengar Rasulullah bercerita seperti itu.
“Kau masih saja sebut-sebut perempuan yang sudah mati itu. Bukankah kini telah ada perempuan yang lebih baik daripada dirinya?!” kata Aisyah.
Mendengar Aisyah berkata demikian, seketika wajah Rasulullah memerah. Raut wajah seperti itu hanya tampak saat ia menerima titah ilahiah atau ketika sedang marah. Tapi, jelas, kali itu, Rasulullah sedang marah.
Rasulullah lalu menghadapkan wajahnya ke Aisyah dan berkata, “Aisyah, perlu kautahu, Allah tidak akan mendatangkan pengganti sebaik atau yang lebih baik daripada Khadijah! Tidak akan ada lagi perempuan seperti dia!”
“Ia telah terjaga akan kenabianku ketika orang lain masih terlelap berselimut jahiliah, ia memastikan ucapanku sebagai kebenaran saat orang lain menganggapnya bualan, ia tak segan melimpahkan hartanya untuk kebutuhanku tatkala orang lain menyembunyikan tangan, dan darinya Allah memberiku keturunan ketika dari istriku yang lain tidak. Kau perlu tahu semua itu, Aisyah!”
Rasulullah benar-benar marah. Dan, sejak saat itu, Aisyah mengetahui posisi Khadijah di hati Rasulullah.
Dari situ, kita memahami kesedihan Rasulullah atas kepergian Khadijah.
Sebelumnya, masih pada tahun yang sama, paman Rasulullah, Abu Thalib, juga telah berpulang. Abu Thalib adalah tokoh Quraisy yang paling disegani dan dipanuti. Sejak umur delapan tahun, Rasulullah telah berada di bawah asuhannya. Dengan cinta, ia berperan sebagai ayah bagi Rasulullah. Ia tidak tidur kecuali Muhammad kecil ada di sampingnya. Ia tidak keluar rumah kecuali si yatim Muhammad menyertainya. Ia dan keluarganya tidak akan makan kecuali Muhammad telah datang dan mendapatkan bagian. Ia dan keluarganya tak sayang mendapatkan sedikit jatah makanan, asal Muhammad kenyang.
Jadi, tahun itu memang masa paling berduka bagi Rasulullah. Belum lagi, tak lama kemudian, Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya diasingkan di sebuah lembah. Dalam kesedihan beruntun itu, Allah menurunkan Surah al-Insyirah dan Surah al-Dhuha di atas sebagai penghibur dan penenang jiwa.
Bersambung
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).