Akhi
Feminisme: Perspektif Islam

Kata feminisme mengundang banyak kening mengerut. Pada banyak orang Indonesia--baik perempuan maupun lelaki-feminisme sering diasosiasikan kepada perempuan yang bebas, kebarat-baratan (juga kebanyakan 'murtad', menurut sebagian ustad). Ironis sekali, bahwa feminisme yang lahir untuk menghilangkan stereotip tentang perempuan sekarang mengundang stereotip baru. Memang banyak definisi tentang feminisme dalam literatur ilmiah. Lebih banyak lagi dalam pikiran banyak orang awam.
Ada empat mazhab feminisme. Pertama, feminisme liberal. Mazhab ini menekankan persamaan laki-laki dan perempuan. Mereka berpijak pada liberalisme politik. Menurut mereka, perempuan berhak atas kedudukan yang sama secara hukum dan sosial dengan lelaki. Mereka menginginkan perubahan dalam hukum, kebiasaan, dan nilai-nilai untuk mencapai persamaan. Dalam bidang ilmiah, kaum feminis liberal mendorong penelitian tentang sosialisasi gender atau diskriminasi perempuan di masyarakat. Tesis mereka dapat disimpulkan dalam kalimat berikut: Perempuan akan berperilaku sama kiranya diberi peluang yang sesama seperti lelaki.
Kedua, feminisme kultural. Mereka menekankan bahwa perilaku yang unik pada perempuan telah direndahkan di masyarakat. Sifat-sifat yang khas perempuan justru harus dihargai dan diberi tempat. Dalam penelitian ilmiah, kelompok ini mendorong penelitian mengenai sumbangan kaum perempuan terhadap masyarakat. Mereka meneliti perbedaan jenis dalam nilai dan perilaku. Perempuan, misalnya, mempunyai kecenderungan untuk lebih penyayang dan berorientasi dalam perannya sebagai ibu. Ketika sifat-sifat keperempuanan didampingkan dengan sifat kepribadian, terjadilah kombinasi yang baik untuk kebahagiaan keluarga. Jadi, alih-alih direndahkan, sifat-sifat yang khas perempuan itu ternyata sangat mulia, bila diletakkan pada tempatnya yang tepat. Buat kaum feminis kultural, perempuan tidak perlu meniru laki-laki, sebagaimana laki-laki tidak perlu meniru perempuan. Tidak perlu juga menyamakan perilaku keduanya. Tesis mereka dapat disimpulkan dalam kalimat: Biarkan pria berbeda dengan perempuan, karena dalam perbedaan itu ada keindahan.
Ketiga, feminisme radikal. Mereka melihat bahwa struktur di mana pun dan dalam jenis masyarakat apa pun laki-laki selalu diuntungkan. Kekuasaan, hukum, bahkan agama telah digunakan untuk memperlakukan perempuan secara diskriminatif. Perlakuan masyarakat yang merugikan perempuan ini disebut seksisme. Seksisme adalah sumber dari segala derita perempuan. Mereka menekankan dominasi lelaki dan penindasan perempuan sepanjang sejarah. Dalam penelitian, mereka melakukan studi tentang kekerasan terhadap perempuan.
Walaupun terdapat perbedaan, ada persamaan di antara berbagai mazhab feminisme. Saya mengutip dari Rhoda Unger dan Mary Crawford (1992:6-7): "Pertama, feminisme memuliakan perempuan. Perempuan dianggap sebagai manusia yang penting dan bernilai. (Bagi ilmuwan feminis, ini berarti perempuan layak untuk diteliti in their own right). Kedua, feminisme mengakui perlunya perubahan sosial jika perempuan berkehendak untuk menikmati kehidupan yang tenteram dan bahagia. Barangkali definisi yang paling sederhana dari feminisme adalah orang yang mempercayai hal ini: Perempuan itu mulia dan perubahan sosial yang membela perempuan diperlukan. Dapatkah lelaki menjadi feminis? Tentu saja! Jelas sekali bahwa lelaki yang menganut keyakinan seperti yang kita gambarkan adalah feminis; mereka menilai perempuan sebagai manusia yang berharga dan berjuang untuk mengurangi feminisme dan diskriminasi karena jenis. Sebagian lelaki yang mempunyai keyakinan ini menyebut diri mereka feminis. Sebagian lain lebih suka menggunakan profeminis, karena percaya bahwa istilah ini mengakui kepemimpinan perempuan dalam gerakan feminis dan mengungkapkan pengertian mereka bahwa perempuan dan lelaki mempunyai pengalaman gender yang berbeda".
Dengan latar belakang makna seperti di atas dapatkah kita menyimpulkan bahwa Islam anti feminisme? Betapa sering kita segera menjawab pertanyaan itu apapun jawabannya tanpa menjelaskan definisi feminisme dalam benak kita. Ambillah contoh 'dua rukun' dari keyakinan kaum feminis. Rukun pertama: Perempuan itu mulia dan harus dimuliakan. Rukun kedua: Kita perlu mengubah masyarakat untuk membela perempuan. Siapakah di antara kita yang setuju?
Kita dapat mendaftar sejumlah ayat Al-Qur'an yang menopang kedua rukun feminisme ini. Al-Qur'an berulang kali menyebutkan, dengan redaksi yang bermacam bahwa jenis kelamin tidak membedakan derajat. Siapa saja yang beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, akan memperoleh pahala yang sama di sisi Allah. Kedua jenis kelamin ini disebut Bani Adam. Tuhan berfirman, "Sesungguhnya sudah Kami muliakan Anak Adam." (Q.S. Al-Isra: 70). Tuhan bercerita dalam Al- Qur'an tentang perempuan yang jadi penguasa politik, atau yang menjadi manusia saleh yang diberi berbagai keramat seperti Maryam, atau yang dengan berani menentang tirani seperti istri Fir'aun, atau yang mengkhianati suaminya seperti istri Nabi Luth. Sebuah surat dikhususkan untuk menjelaskan perempuan dan diberi nama Al-Nisaa' (Sang Perempuan).
Nabi Saw. berkata di depan jamaah haji yang pertama, "Ketahuilah, aku wasiatkan kalian untuk memperlakukan perempuan sebaik-baiknya. Kamu tidak memiliki mereka sedikitpun; mereka pun tidak memiliki kamu sedikitpun." Nabi Saw. menjelaskan bahwa hubungan lelaki dan perempuan bukan hubungan kepemilikan. Hubungan mereka-dengan menggunakan istilah Al-Qur'anꟷadalah hubungan cinta dan kasih sayang, mawaddah warahmah. Beliau juga bersabda, "Tidak memuliakan perempuan kecuali laki-laki yang mulia dan tidak merendahkan perempuan kecuali laki-laki yang rendah."
Walhasil, Islam sangat memuliakan perempuan. Orang Islam harus berjuang memuliakan mereka. Bila keadaan perempuan sekarang ini belum mulia, maka kaum Muslim wajib mengubah masyarakat sehingga posisi mereka menjadi mulia. Jadi, sampai di sini setiap orang Islam boleh dikatakan feminis. Islam tidak syak lagi mendukung feminisme. Masalah mulai timbul ketika menjelaskan posisi perempuan di kalangan Islam: Sudahkah kita memuliakan mereka? Benarkah kaum Muslimat sekarang dalam posisi terhina dan tertindas? Perlukah kita mengubah masyarakat atau sistem sosial yang ada? Apakah betul pranata-pranata sosial dalam masyarakat Islam cenderung memojokkan perempuan?
Kita semua setuju untuk memuliakan perempuan. Yang tidak kita sepakati adalah bagaimana caranya. Seperti itu juga perbedaan terjadi di kalangan kaum feminis. Feminis kultural mengartikan memuliakan perempuan sebagai upaya untuk menegaskan sifat-sifat keperempuanan dan memberikan tempat yang mulia kepadanya. Feminis liberal mendefinisikan 'memuliakan' sebagai menegakkan persamaan hak antara perempuan dan lelaki.
Dalam Islam, ada orang yang berpendapat bahwa memuliakan perempuan itu ialah mengembalikan mereka ke rumah-rumah mereka, menempatkan mereka untuk berkhidmat kepada lelaki, mengasingkan mereka dari kegiatan-kegiatan sosial. Sebagian lagi berpendapat memuliakan mereka berarti memberikan hak sama bagi mereka dalam kegiatan apa pun sosial, politik, ekonomi, budaya. Mirip feminis liberal. Sebagian lagi beranggapan memuliakan mereka berarti merekonstruksi kembali pandangan keislaman sekarang ini yang cenderung melecehkan perempuan. Bagi kelompok ini, masyarakat kita sekarang telah menyeleweng' dari ajaran Islam yang sebenarnya. Penulis seperti Fatimah Mernissi, mengumpulkan banyak keterangan dari hadis dan sejarah yang menunjukkan bahwa Nabi Saw. berusaha mengangkat derajat perempuan. Tetapi dalam perjalanan sejarah, perjuangan Nabi Saw. itu dimentahkan kembali. Teks-teks Al-Qur'an ditafsirkan untuk memojokkan perempuan. Hadis-hadis dibuat atau dimanipulasi untuk mendiskreditkan perempuan. Anehnya, orang seperti Mernissi itu, kemudian dianggap justru menyeleweng dari ajaran Islam. Bila Anda bertanya kepadanya, ia akan menjawab penyerangnya itulah yang menyimpang dari misi Nabi Saw.
Dengan demikian, berbagai kelompok Islam berbeda paham dalam melaksanakan tugas memuliakan perempuan. Semuanya sebetulnya kaum feminis. Baik yang liberal, kultural, maupun radikal. Manakah di antara semua itu yang sesuai dengan ajaran Islam? Setiap kelompok itu akan menjawab kelompoknya. Apa yang harus kita lakukan? Biarkanlah berbagai kelompok feminis Muslim itu berdialog di tengah-tengah masyarakat. Biarkan berbagai pendapat beradu, sehingga dari perbenturan itu memancar kebenaran. Yang penting, dialog itu di lakukan dengan jujur dan ikhlas, semata-mata untuk melahirkan kebenaran. Gunakanlah kekuatan logika dan bukan logika kekuatan. Yang dirisaukan hendaknya bukan feminisme itu sendiri. Cemaskanlah setiap upaya yang menindas perempuan. Apa pun aliran Anda, bangkitlah untuk menolong buruh-buruh perempuan yang ditindas oleh majikan mereka, istri-istri yang dianiaya oleh suaminya, ibu-ibu yang direndahkan oleh anak-anaknya, atau perempuan umumnya yang dijadikan komoditas di pasaran bebas masyarakat industri. Dalil-dalilnya dan argumen-argumennya adalah urusan kedua. JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb
Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).