top of page
  • Writer's pictureAkhi

Hadis-Hadis Tentang Hati


Qalb mempunyai dua makna: qalb dalam bentuk fisik dan qalb dalam bentuk ruh. Dalam arti fisik, qalb dapat kita ter jemahkan sebagai “jantung”. Dalam hubungan inilah Nabi Saw. bersabda, “Di dalam tubuh itu ada mudghah, ada suatu daging; yang apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh itu. Ketahuilah mudghah itu adalah qalb.”


Orang sering menerjemahkan qalb di sini sebagai “hati”, sehingga mereka berkata, “Kalau hati kita ini bersih maka seluruh tubuh kita bersih.” Padahal sebenarnya yang dimaksud di sini adalah hati dalam bentuk jasmani, karena Nabi Saw. menyebutnya segumpal daging.


Ada seorang penulis Mesir yang menulis sebuah buku tentang kedokteran Islam. Dia merujuk hadis ini untuk menunjukkan peran jantung dalam seluruh mekanisme tubuh kita. Bagaimana kalau jantung kita mengalami gangguan? Apakah yang akan segera terjadi pada bagian tubuh yang lain. Dan bagaimana pula kalau jantung kita ini baik, maka apakah yang akan terjadi pada seluruh bagian tubuh ini?


Itulah yang dimaksud oleh Rasulullah bahwa di dalam tubuh kita ada segumpal daging yang apabila daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Dan segumpal daging itu adalah al-qalb, jantung dalam bentuk fisik.


Ada juga qalb dalam arti kekuatan ruhaniah yang mampu melakukan peng-idrak-an. Idrak adalah memahami, memersepsi dan mencerapi. Misalnya perasaan sedih dan gembira. Yang berpikir dan yang merenungkan itu kekuatan batin kita yang disebut qalb. Dan ini dalam bahasa Indonesia disebut hati. Sehingga kalau ada sebutan “Hatinya hancur”, maka yang dimaksud bukan jantungnya hancur tetapi ada bagian jiwa orang itu yang hancur.


Ketika Nabi mengatakan, “Ada segumpal daging dalam tubuh,” Nabi juga melambangkan peran hati dalam kesehatan jiwa. Sebagaimana jantung memegang peranan penting dalam kesehatan tubuh, maka begitu pula hati. la memegang pe ranan yang amat penting dalam kesehatan ruhani kita. Kalau hati kita rusak, maka seluruh ruhani kita rusak; dan kalau hati kita baik, seluruh ruhani kita baik. Banyak hadis Nabi yang membicarakan qalb ini. Di antaranya, Rasulullah Saw. mengatakan bahwa “qalb ini— karena sifat berubah-ubahnya—bagaikan selembar bulu di padang pasir yang bergantung pada akar pepohonan kemudian di bolak-balik oleh angin dari atas ke bawah” (Kanzul-‘Ummal, hadis nomor ke-1.210).


Ketika Rasulullah menggambarkan hati itu seperti selembar bulu yang tergantung di atas pohon yang ditiup angin, beliau mengingatkan agar kita berhati-hati menghadapi perubahan itu. Karena itu, ada doa yang diajarkan Nabi untuk mengukuhkan hati, yaitu “Teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu”.


Dalam pertanggungjawaban yang berkaitan dengan amal manusia, Allah menghukum bukan hanya amal lahiriah dalam bentuk perbuatan yang jelek tetapi juga niat yang jelek yang tersembunyi dalam hati. Al-Quran mengatakan:

Allah menghukum kamu dengan apa yang dilakukan oleh hati kamu. (QS 2: 225) Dalam ayat lain disebutkan: Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati kamu akan dimintai pertanggungjawaban. (QS 17: 36)


Jadi, jangan mengira kalau kita punya niat yang jelek itu tidak dimintai pertanggungjawaban. Itu juga dihukum.


Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyata kan. (QS 2: 77)


Jadi, termasuk niat yang ada dalam hati pun akan dihitung Allah Swt. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan niat itu.


Dalam suatu perjalanan yang panjang dengan udara yang panas, para sahabat kelelahan. Waktu itu Rasulullah mengatakan, “Ada orang yang tinggal di Madinah dan tidak ikut berangkat dengan kita tetapi dia mendapatkan ganjaran seperti ganjaran amal yang sedang kita laksanakan.” Ketika para sahabat bertanya, “Mengapa?” Rasulullah menjawab, “Karena dia telah berniat pergi bersama kita, tetapi karena uzur yang tidak dapat ditolak, dia tidak bisa berangkat bersama kita, dan Allah membalas mereka semua sesuai dengan niatnya.”


Bila ada laki-laki menikah dengan mahar yang tidak dibayar kontan, sedangkan ia berniat dalam hati untuk tidak membayarnya, maka Allah menghitung laki-laki tersebut berzina. Kalau ada orang meminjam uang kemudian dalam hatinya ada niat tidak mau membayar, Allah akan menghitungnya sebagai pencuri. Dari sini Allah menghukum seseorang berdasarkan niat yang bergetar di dalam hati, karena niat itu letaknya di dalam hati.


Marilah kita melihat apa peranan hati di dalam ruhani kita menurut beberapa riwayat. Rasulullah Saw. bersabda: “Hati itu bagaikan raja, dan hati itu memiliki bala tentara. Apabila raja itu baik, maka baiklah seluruh bala tentaranya, dan kalau hati itu rusak, maka rusaklah seluruh bala tentaranya” (Kanzul-‘Ummal, hadis ke-1.205). Imam Ja‘far Ash-Shadiq juga me ngatakan, “Sesungguhnya posisi qalb sama seperti pemimpin di tengah-tengah manusia.” Dalam hadis lain disebutkan, “Sesungguhnya Allah punya wadah di bumi dan wadah itu adalah hati. Maka Sesungguhnya hati yang dicintai oleh Allah adalah hati yang lembut, yang bersih dan yang kukuh.” Kemudian Nabi melanjutkan, “Yang paling lembut adalah yang lembut terhadap sesama saudaranya, dan yang bersih adalah yang bersih dari dosa-dosa, sedangkan yang kukuh adalah keteguhan seseorang dalam membela agama Allah sedang dia tidak takut celaan orang yang mencelanya.”


Dalam riwayat lain, Nabi Saw. bersabda, “Allah tidak melihat tubuh-tubuh kamu, Allah tidak melihat harta-harta kamu, tetapi Allah melihat hati dan amal-amal kamu.


Disebutkan dalam hadis yang lain, “Hati itu ada tiga macam. Pertama, hati yang terbalik. Yaitu hati yang tidak bisa menampung kebaikan sedikit pun dan itu adalah hati orang kafir”.


Kedua, hati yang di dalamnya ada titik hitam, yang di dalamnya bertarung antara kebaikan dan kejahatan. Kalau salah satu kuat, maka yang kuat itulah yang menang.”

Ketiga, hati yang terbuka yang di dalamnya ada lampu yang bersinar-sinar sampai hari kiamat. Itu hati orang Mukmin. Kami jadikan baginya cahaya, yang dengan cahaya itu dia berjalan di tengah-tengah umat manusia (QS 6: 122).”


Sayidina Ali mengatakan: “Hati yang paling baik adalah hati yang paling bisa menyimpan kebaikan.”


Perubahan hati

Qalb adalah masdar dari qalaba, artinya membalikkan, mengubah, mengganti. Kata kerja intransitif dari qalaba adalah taqallaba, artinya bolak-balik, berganti-ganti, berubah-ubah. “Summiya al-qalb li taqallubih”, disebut qalb karena berubahubahnya. Imam Ja‘far Ash-Shadiq menyebutkan perubahan hati itu ada empat.


Pertama, hati yang tinggi. Tingginya hati ini ketika zikir kepada Allah Swt. Kalau orang senantiasa berzikir kepada Allah hatinya akan naik ke tempat yang tinggi. Kedua, hati yang terbuka. Hati ini diperoleh apabila kita ridha kepada Allah Swt. Ketiga, hati yang rendah, terjadi ketika kita disibukkan oleh hal-hal yang selain Allah. Dan keempat adalah hati yang mati atau hati yang berhenti. Hati ini terjadi ketika seseorang melupakan Allah Swt. sama sekali. Oleh karena itu, untuk menjaga agar hati kita selalu hidup, maka ingatlah ke pada Allah Swt. Dalam salah satu hadis dikatakan, “Kalau hati tidak diisi dengan zikir, maka ia bagaikan bangkai.”


Dalam Surah Asy-Syu‘ara ayat 87-89 dan Ash-Shaffat ayat 83-84 disebutkan hati yang selamat, bersih atau suci— qalbun salim. Allah berfirman:


Dan janganlah Egkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS 26: 87-89)

Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongan (Nuh). (Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. (QS 37: 83-84)


Nabi pernah ditanya tentang apa yang dimaksud qalbun salim ini, kemudian Nabi menjawab, “Itu keyakinan agama yang tidak dicampuri dengan keragu-raguan hawa nafsu.”


Mungkin sulit untuk dapat menggambarkan keyakinan itu. Tetapi, ada penelitian yang pernah saya ceritakan dalam buku Islam Alternatif yaitu penelitian Gordon W. Allport. Seperti Anda ketahui, di situ disebutkan ada dua macam cara beragama yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Mula-mula Allport mengadakan penelitian tentang hubungan orang yang beragama dengan kesehatan jiwanya. Ada anggapan makin beragama orang itu makin sehat jiwanya. Yang menurut Allport harus ditentukan dulu adalah tipe orang beragama itu. Kalau beragama itu diukur dengan berapa banyak datang ke masjid atau ke gereja, keberagamaan tidak menjamin kesehatan jiwa.


Karena sering kali orang datang ke gereja, dalam penelitian Allport, bukan karena keyakinan tetapi karena hawa nafsu. Mungkin seseorang datang ke gereja ingin memperoleh pasangan, ingin mendapat pengakuan sosial, atau menjalin relasi bisnis.


Agama sering kali dipakai sebagai tempat pelarian. Orang lari kepada agama untuk memperkukuh harga dirinya, ada yang karena frustrasi akibat pergumulan hidup. Ia menemukan satu aliran agama yang menawarkan apa yang dicarinya. Itu keberagamaan ekstrinsik. Bagaimana beragama yang intrinsik. Rasulullah Saw. menyebutnya “keyakinan yang tidak dimasuki hawa nafsu.” Beliau bersabda, “Qalb yang selamat adalah keyakinan yang tidak dimasuki keraguan dan hawa nafsu.” Di sini orang beramal tanpa berkeinginan untuk pamer dan ingin dipuji.”


Allah Swt. berfirman: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS 13: 28)


Dalam ayat itu disebutkan bahwa cara memperoleh ketenteraman hati adalah dengan berzikir kepada Allah, tetapi tidak semua zikir itu menenteramkan hati.


Karena itu, syarat zikir yang dapat menenteramkan hati adalah zikir orang yang beriman. Orang yang tidak beriman tidak bisa tenteram dengan zikir. Sebaliknya, orang yang beriman tidak akan tenteram hatinya kecuali dengan zikir kepada Allah.


Karena itu, kalau Anda beriman jangan mencari ketenteraman pada kekayaan, kemasyhuran, atau hal-hal duniawi lainnya. Tetapi ketenteraman itu hanya diperoleh dengan zikir kepada Allah.


Ketenteraman ada kaitannya dengan keimanan seperti di jelaskan dalam Surah Al-Fath ayat 4: Dialah yang telah menurunkan ketenteraman ke dalam hati orang-orang Mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada) .... (QS 48: 4)


Allah menurunkan ketenteraman kepada hati orang yang beriman. Ketenteraman hati itu tampak dari gejala fisik mereka. Ada orang yang bertingkah laku Qurani dan ada pula manusia yang bertingkah laku syaithani. Orang yang tenteram menunjukkan perilaku Qurani.


Di Iran sesudah revolusi, ada banyak ulama yang mati ketika menyampaikan khutbah. Orang yang mati itu dinamakan syahid mimbar. Pada suatu waktu ketika khatib menyampaikan khutbah di sekitar mimbar meledak sebuah bom. Beberapa orang terpental. Kebetulan khutbah itu direkam dalam televisi, sehinga dapat disaksikan ulang. Termasuk tingkah laku khatib itu. Anehnya, khatib itu tenang saja, tidak memiliki rasa takut sedikit pun, seperti terlihat dari raut wajahnya. Beliau hanya memalingkan mukanya sedikit untuk menghindari semburan debu dari arah ledakan tadi. Setelah selesai ledakan, khatib melanjutkan khutbah lagi. Inilah contoh tingkah laku yang Qurani, yang tumbuh dari zikir kepada Allah.


Ada tingkahlaku lain. Segera setelah Imam Khomeini meninggal dunia, Salman Rushdie ditanyai oleh seorang wartawan surat kabar, “Apakah rasa takut Anda tentang hukuman mati dari Khomeini ini dilebih-lebihkan orang?” Dia menjawab, “Ya.” Artinya, ungkapan rasa takut Salman Rushdie itu dilebih-lebihkan orang. la sebetulnya tidak takut sama sekali.


Tetapi begitu Salman Rushdie mengucapkan jawaban, “Ya”, di luar gedung ada sebuah mobil naik ke trotoar dan kebetulan knalpotnya meledakkan letupan seperti tembakan. Waktu itu tubuh Salman Rushdie bergetar ketakutan. Wartawan yang menyaksikan itu mengatakan, “Ini menunjukkan bahwa seluruh kehidupan Salman Rushdie dipenuhi oleh rasa takut yang berkepanjangan.”


Saya menceritakan dua peristiwa ini untuk menunjukkan tentang adanya dua macam tingkahlaku itu. Yaitu tingkahlaku yang dipenuhi oleh zikir kepada Allah dan tingkahlaku yang dipenuhi dengan rasa was-was.


Contoh lain, Abul Ala Al-Maududi berkhutbah. Pada waktu khutbah ada sebuah tembakan diarahkan ke wajahnya. Semua jamaah tiarap menghindar dari tembakan itu, tetapi Maududi tetap di mimbar. Orang menyuruh beliau bertiarap juga tetapi Maududi hanya menjawab, “Kalau aku ikut turun, siapa lagi yang akan berkhutbah di sini.” JR

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

59 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page