Akhi
HIJRAH NABI DAN RELEVANSINYA

Kita akan memulai pembicaraan hijrah ini dari tarikh klasik. Umumnya, orang mengetahui Rasulullah hijrah pada bulan Muharram, karena bulan itu merupakan tahun baru Hijriah. Setiap bulan Muharram, kita akan diingatkan pada peristiwa bersejarah dalam Islam, yakni peristiwa hijrah.
Saya akan membicarakan latar belakang hijrah pada zaman Rasulullah, ketika Islam datang dan mengajarkan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah. Kalau arti kalimat tersebut hanya sebatas itu, orang-orang kafir Quraisy tidak akan marah. Kalau Nabi hanya mengajarkan bahwa Allah itu Pencipta langit dan bumi, mereka tidak akan menentang beliau. Al-Quran sendiri menjelaskan, Kalau engkau tanya kepada mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka akan berkata, "Allah" (QS Luqman [31]: 25; Al-Zumar [39]: 38).
Ini menunjukkan bahwa orang-orang kafir Quraisy waktu itu percaya bahwa Allah adalah Pencipta langit dan bumi. Tetapi, yang membuat mereka marah adalah implikasi dari kalimat itu, atau arti yang lebih lanjut dari kalimat "Tidak ada Tuhan kecuali Allah" itu. Sebab, kalimat itu mengandung arti bahwa manusia tidak boleh diperbudak oleh orang lain; implikasi inilah yang membuat orang kafir marah.
Banyak orang mengatakan bahwa ayat-ayat yang turun di Makkah berkenaan dengan akidah. Menurut saya, pernyataan itu setengah benar, karena ada juga ayat lain yang juga turun di Makkah untuk mengkritik situasi masyarakat waktu itu. Misalnya, Al-Quran mengkritik penguasa yang berlaku sewenang-wenang, seperti dalam Surah Al-Lahab. Dalam surah itu digambarkan bagaimana Al-Quran mengkritik Abu Lahab yang menentang ajaran Islam. Dengan seluruh kekuatan harta dan kekuasaannya, dia mencoba me nutup kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah. Maka, turun lah ayat tentang Abu Lahab.
Anda bisa membayangkan betapa jengkelnya orang-orang elite di Makkah waktu itu. Orang Islam yang tertindas berani mengkritik kondisi sosial masyarakat waktu itu dengan membacakan ayat Al-Quran.
Pada tahun ketiga kenabian, umat Islam mulai secara terang-terangan menunjukkan keislamannya sehingga pada waktu itu terjadi pengejaran terhadap kaum Muslim. Pada tahun kesembilan kenabian, tantangan yang paling berat dihadapi oleh kaum Muslim yaitu ketika Abu Thalib dan Khadijah, istri Rasulullah, meninggal dunia. Sebab, peristiwa itu terjadi pada saat kaum Muslim (yang berasal dari Bani Hasyim saja) diboikot di sebuah lembah.
Hikmah Berhijrah
Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari peristiwa-peristiwa tersebut?
Pertama, selama kita menyampaikan ajaran Islam hanya berkenaan dengan ibadah dan akidah yang menyatakan tidak ada Tuhan kecuali Allah, insya Allah ꟷ jika seruan kita hanya sampai di situ ꟷ kita tidak akan mendapatkan tantangan yang berat. Kita akan mengalami tantangan seperti yang dialami oleh Rasulullah ketika kita memperluas cakupan dakwah kita. Ketika kita mengatakan tidak ada yang berhak menerima seluruh pengabdian kita kecuali Allah, tidak ada yang patut kita takuti kecuali Allah, pada saat itu, kita, umat Islam, akan mendapat tantangan yang berat.
Kedua, peristiwa hijrah memberi pelajaran kepada kita agar kita bersedia melakukan hijrah, mencari tempat yang dapat memberikan kedamaian untuk menjalankan ajaran Islam kalau kita tidak mampu karena kelemahan diri kita.
Ketiga, dalam peristiwa ini, peran pemuda sangat dominan. Kita mengetahui, misalnya Mush'ab bin Umair, yang termasuk anak muda, adalah perintis dakwah Rasulullah di Madinah. Begitu juga Ja'far bin Abi Thalib, seorang anak muda yang memimpin umat Islam untuk pindah ke Habasyah. Peranan pemuda lainnya ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib. Ketika Rasulullah hendak berhijrah, untuk memperdayakan orang kafir, beliau menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk tidur di ranjang beliau.
Pada waktu Rasulullah bersembunyi di gua, ada juga pemuda yang menghapus jejak Rasulullah. Orang yang mengamati gerakan-gerakan orang kafir kemudian melaporkannya kepada Rasulullah selama beliau berada di gua, juga anak muda. Itu semua adalah usaha pemuda yang sangat berani. Hal ini menunjukkan betapa besar peran pemuda pada masa hijrah itu.
Berikut di antara makna peristiwa itu dan relevansinya untuk masa sekarang. Jika ingin membangkitkan semangat hijrah, kita harus memperluas maknanya. Seperti yang terjadi pada zaman Rasulullah, hijrah sangatlah didukung oleh para pemuda. Selain itu, hendaklah dipahami bahwa peristiwa hijrah itu memiliki sebab-sebab lahir dan sebab-sebab gaib.
Pernyataan terakhir ini tergambar pada salah satu kisah dalam perjalanan hijrah Rasulullah. Di tengah perjalanan hijrahnya itu, beliau sampai di perkampungan yang di situ tinggal keluarga Abu Ma'bad. Rasulullah datang ke situ dan meminta minum. "Apakah kalian mempunyai kambing yang susunya bisa diperas?" "Ada," jawab istri Abu Ma'bad, "tetapi kambing itu sangat kurus." Rasulullah lalu mengusap punggung kambing itu. Tidak lama kemudian, kambing itu berubah menjadi gemuk dan keluarlah air susunya. Melihat kejadian itu, Ummu Ma'bad lantas membawa anaknya yang lumpuh kepada Rasulullah. Dia berharap agar beliau mengusapnya juga supaya anaknya sembuh. Setelah Rasulullah mengusapnya, tiba-tiba anaknya bisa berdiri. Tentu saja Abu Ma'bad menanyakan hal itu kepada istrinya. Setelah diceritakan kejadian yang sebenarnya, suami-istri itu kemudian menyusul Rasulullah ke Madinah dan masuk Islam.
Peristiwa yang ditunjukkan oleh Ummu Ma'bad ketika dia meminta Rasulullah untuk mengusap anaknya, merupakan upaya untuk meminta berkah. Selain itu, peristiwa itu sebenarnya mengajarkan kepada kita bahwa di samping sebab lahir, ada juga sebab gaib yang mengatur peristiwa alam ini, termasuk peristiwa tersebut.
Rasulullah memberikan contoh kepada kita supaya mempergunakan dua sebab itu sekaligus, yaitu sebab lahir dan sebab gaib. Sebab gaib, antara lain mengambil berkah dari Rasulullah.
Tahapan Hijrah
Ada beberapa tingkatan hijrah. Pertama, hijrah ma'nawiyah, yaitu hijrah dari kejelekan menuju kebaikan. Hijrah ini tidak perlu pindah tempat, Kita tinggal mengubah perilaku sita dari yang jelek diganti dengan yang baik. Demikian juga halnya suatu bangsa. Bangsa yang modern adalah bangsa yang sering berhijrah. Apa pun yang kita lakukan untuk meningkatkan kualitas hidup kita, baik secara ruhaniah maupun badaniah, selama masih di atas landasan yang dibenarkan oleh Islam, itu dinamakan hijrah. Setiap saat, kita harus hijrah dari posisi rendah ke posisi tinggi. Al-Quran sendiri memberikan petunjuk bahwa hidup kita ini adalah berjalan menuju Allah.
Kedua, hijrah tempat, yaitu hijrah yang dilakukan ketika tempat yang kita gunakan menimbulkan kesempitan untuk ibadah dan kita melihat ada tempat lain yang lebih bisa memberikan keleluasaan. Al-Quran menyebutkan, Barang siapa yang hijrah di jalan Allah, maka ia akan menemui di bumi keuntungan yang banyak dan rezeki yang luas (QS Al-Nisa' [4]: 100).
Ketiga, yang terakhir, yaitu hijrah untuk menegakkan sistem Islam dan mengganti sistem jahiliah. Upaya ini tentu saja memerlukan strategi dan tidak akan saya bicarakan di sini. JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb
Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).