top of page
  • Writer's pictureAkhi

Jurdil


Kira-kira 1.040 tahun sebelum Hijrah, terjadi perdebatan menegangkan tentang keadilan. Yang punya lakon adalah Socrates, orang paling bijak di dunia menurut orakel di Delphi. Penantangnya Thrasymachus, anak muda radikal dan tidak sabaran. Ia jengkel dengan Socrates, yang menjelaskan keadilan dengan pertanyaan.


Ia menginterupsi dan menggertak, "Omong kosong apa ini semua, Socrates? Untuk apa berperilaku seperti anak kecil, bersikap sopan pada setiap pendapat? Jika Anda ingin tahu apa keadilan, berhentilah bertanya dan membantah siapa saja yang menjawab Anda. Anda tahu persis lebih mudah bertanya ketimbang menjawab. Anda harus memberikan jawaban. Katakan apa itu keadilan?"


Dengan sabar, walau agak panik, Socrates menjelaskan bahwa ia sendiri tak tahu apa itu keadilan. Ia sedang berusaha keras menemukan jawabannya. Untuk itu, ia harus bertanya dan bertanya. Thrasymachus meradang, "Jadi, inilah kearifan Socrates. Ia tak mau mengajari orang sedikit pun, kecuali berputar- putar mengambil pelajaran dari orang lain. Tidak berterima kasih lagi."


"Memang benar, Thrasymachus, saya belajar dari orang lain. Tetapi tak benar kalau saya tak berterima kasih. Saya sangat dermawan dengan pujian. Inilah satu-satunya balasan yang dapat saya berikan, karena saya tak beruang. Sebentar lagi bakal Anda lihat bagaimana mudahnya saya memuji jawaban yang baik, karena saya yakin jawaban yang akan Anda berikan pasti baik."


"Dengar, kalau begitu," kata dia. "Saya bilang, keadilan atau kebenaran hanyalah apa yang menjadi kepentingan golongan lebih kuat. Sekarang mana pujianmu itu? Saya sudah lihat Anda akan membantah jawaban ini. Setiap jenis pemerintahan menjalankan hukum untuk kepentingan penguasa. Pada pemerintahan demokrasi, hukum demokratis; tirani, hukum tiranis, dan seterusnya. Dalam menetapkan hukum itu, mereka menetapkannya dengan jelas bahwa apa yang benar' bagi rakyat adalah apa yang menjadi kepentingan penguasa. Siapa yang menyimpang dari sini dihukum sebagai pelanggar dan 'penjahat.' Inilah yang saya maksud bahwa 'yang benar' sama saja di semua negeri: kepentingan pemerintah berkuasa; dan pemerintah adalah unsur terkuat di setiap negeri. Jadi, kita berdalil dengan benar bahwa yang benar selalu sama: kepentingan pihak yang lebih kuat." (Plato, Republik).


Kita tidak menurunkan dialog ini seluruhnya, karena kita harus menuliskan kembali semua isi Republik. Dalam diskusi itu, Plato memenangkan argumentasi Socratesꟷpertama, karena Socrates adalah guru dan idola yang paling dia kagumi; kedua, karena Plato seorang idealis.


Sejak itu, semua orang memperjuangkan keadilan. Dalam wacana filsafat, keadilan Socrates yang menang. Dalam kehidupan nyata, keadilan Thrasymachus-lah yang dominan. Might is right. Kekuasaan itu kebenaran. Rakyat bisa berdebat tentang mana pihak yang benar. Tetapi keputusan penguasalah yang harus diikuti. Setiap orang bisa memberi makna berlainan pada apa yang terjadi di sekitarnya: mulai dari situasi ekonomi, seperti soal harga, sampai situasi politik, seperti pemilu. Tetapi makna yang benar adalah makna yang ditetapkan pemerintah. Yang berbeda dianggap melanggar hukum atau berbuat jahat.


Alkisah, menurut La Fontaine dalam Fables et Epitres, dunia margasatwa diserang wabah penyakit. Diduga wabah itu merupakan azab Tuhan karena kejahatan penghuni dunia itu. Baginda Singa, tokoh nomor satu di kerajaan rimba, dengan memelas mengakui. "Akulah penyebab segala bencana ini. Pekerjaanku memakan warga yang lemah seperti domba dan kambing." Serigala segera membantah. Yang dilakukan singa adalah implikasi dari kekuasaan. Memakan warga adalah un chimerique empire. Seorang demi seorang dari para pembesar margasatwa mengakui kesalahannya. Pengadilan selalu memutuskan mereka tak bersalah. Si Keledai berbicara, "Mungkin akulah yang bersalah. Aku pernah makan rumput yang tumbuh di kebun orang lain, karena kelaparan." Gemuruh juri di pengadilan margasatwa menuding keledai dan berteriak, "Manger l'herbe d'autrui! Quel crime abominableꟷMakan rumput orang. Alangkah buruknya kejahatan itu." Keledai itu pun dikorbankan untuk menyelamatkan kerajaan rimba dari bencana. La Fontaine mengakhiri ceritanya dengan satu kuplet: Selon que vous serez puissant ou miserable. Les jugements du coûr vous rendront blanc ou noirꟷBagaimana keadaan Anda, kuat atau lemah. Itulah yang menentukan hitam atau putih Anda dalam mahkamah.


Kecuali beberapa periode yang singkat, sejarah umat manusia setelah itu membuktikan kebenaran La Fontaine. Tetapi kebenaran mahkamah manusia di bawah kebenaran mahkamah hati nurani, dan kebenaran mahkamah hati nurani di bawah kebenaran mahkamah hari kiamat. Sungguh aku bersumpah dengan pengadilan hari kiamat. Dan sungguh aku bersumpah dengan pengadilan diri yang mencela (QS 75:1-2).


Nabi Muhammad saw. menawarkan kepada kita, apakah kita berkuasa atau tidak, terhadap pilihan ini: "Akan datang sepeninggalku satu kaum yang di dalamnya tidak tegak kekuasaan, kecuali dengan pembunuhan dan pemaksaan; tidak tegak kekayaan, kecuali dengan kesombongan dan kebakhilan; tidak tegak kecintaan, kecuali dengan mengikuti hawa nafsu kebanyakan orang. Barangsiapa menemui zaman seperti itu, dan bersabar dalam kemiskinan walau sanggup kaya, bersedia menerima kebencian walau bisa disukai, tabah menanggung kehinaan walau mampu dihormati, semua dilakukannya demi mengharapkan keridhaan Tuhan, Allah akan memberinya pahala lima puluh orang shiddiqin." JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

13 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page