Akhi
KANG JALAL HUJJATUL ISLAM DI ERA MODERN
- Gagasan Kang Jalal Dalam Merajuk Persaudaraan -
Jalaluddin Rakhmat yang sering saya sapa Kang Jalal seperti sebuah buku tebal yang tidak akan pernah habis diperbincangkan. Beliau bagai sumur yang airnya jernih dan mengalir terus-menerus, tidak pernah kering walaupun tak henti ditimba. Saya banyak mengetahui beliau sebab termasuk sebagai sahabat yang banyak berinteraksi, sehingga di mana pun saya bertugas sebagai ASN, saya selalu mengundangnya. Misalnya, sebagai Ketua Umum DPP IMMM, saya jadwalkan secara rutin untuk memberi kajian di IMMIM. Demikian pula ketika saya diberi amanah sebagai Direktur PPS UIN Aladdin bahkan ketika menjadi Pjs. Ketua STAIN Sultan Qaimuddin Kendari. Saya undang beliau ke sana.
Akhirnya, mungkin karena persahabatan itu, beliau memutuskan mendaftar sebagai mahasiswa by research di PPS UIN Alauddin Makassar. Padahal dalam waktu yang sama, PPS UIN Sunan Kalijaga juga menawarkan hal yang sama. Beliau nampaknya lebih memilih PPs Alauddin. Saya ketemu Wamen Agama RI, Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A. beliau sangat mendukungnya dan siap memberi rekomendasi demi mengangkat reputasi Alauddin sebagai PPs yang berkualitas.
Pada kesempatan yang terhormat ini terdapat tiga masalah yang akan dikemukakan:
Kang Jalal adalah Ilmuwan yang selalu gelisah untuk mencari hikmah yang dianggapnya pas, sejak remaja.
Kang Jalal berusaha Para Sahabat dan Guru Teladan membangun jembatan persaudaraan organisasi Islam dan antara mazhab Sunni-Syiah
Kang Jalal memiliki talenta yang luar biasa dan manusia All Round di era modern dalam berbagai bidang keilmuan.
Gelisah Sejak Muda
Kang Jalal, seorang muslim yang sejak muda di kampung, sudah mulai muncul upaya dalam dirinya untuk mencari sesuatu yang dianggapnya lebih relevan dengan perkembangan seperti ditulisnya sendiri dalam buku Islam dan Pluralisme (2006). Beliau dilahirkan dalam keluarga Nahdiyin, "Kakek saya punya pesantren. Ayah saya pernah ikut serta dalam gerakan keagamaan untuk menegakkan syariat Islam," kenangnya. Setelah Kang Jalal muda ia berangkat ke kota belajar, awalnya bergabung dengan kelompok Persatuan Islam, kemudian masuk kelompok diskusi yang menyebut dirinya Rijalul Gadah atau pemimpin masa depan.
Pada saat yang sama, beliau bergabung dengan Muhammadiyah. Dia dididik di Darul Arqam sebagai pusat pendidikan Muhammadiyah. "Dari latar belakang itu, beliau kembali ke kampung untuk memberantas TBC (Takhayul, Bidah, dan Churafat,") tulisnya. Sebenarnya, yang diberantas itu, menurut almarhum adalah perbedaan fikih antara fikih Muhammadiyah dan fikih NU di kampungnya.
Singkat cerita, melalui pengalaman hidupnya, beliau menemukan bahwa fikih hanyalah pendapat para ulama dengan merujuk pada Al-Qur'an dan hadis. "Kekeliruan saya, waktu itu berfikir bahwa fikih sama dengan Al-Qur'an dan hadis," akunya. Faktor inilah sebagai penyebab kegelisahan Kang Jalal untuk menemukan jalan keluar atas perselisihan antar organisasi dan mazhab.
Pada pertengahan 1980-an hingga 1990-an, namanya selalu dilekatkan dengan mazhab Islam Syiah, sehingga dia pernah 'diadili' oleh sebagian ulama Sunni di Bandung dan dilarang berceramah di wilayah itu, tetapi dia selalu menolak disebut penganut Syiah, saat itu.
Jalaluddin Rakhmat dalam wawancara khusus dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, di Jakarta, pada pertengahan Juli 2013, mengakui bahwa awal ketertarikannya pada Syiah setelah Revolusi Islam Iran, 1979. Beliau sengaja berangkat ke Iran untuk belajar tasawuf di kota Qum, yaitu tasawuf akhlak. "Saya bukan belajar Syiah, tetapi belajar tasawuf, ia menemukan khazanah tasawuf yang sangat kaya. Jadi saya mulailah tertarik tasawuf," katanya.
Tasawuf Akhlak
"Dalam tasawuf akhlak, bukan hanya seluruh mazhab, tetapi seluruh agama di dunia dapat bertemu," aku Kang Jalal. Beliau mengaku menganut Syiah melalui jalan' tasawuf, terutama tasawuf akhlak.
Kang Jalal menemukan jawaban kegelisahannya. Beliau rela jadi jembatan ukhuwah, bukan hanya terbatas intern mazhab juga antar mazhab Sunni-Syiah. Beliau rela memilih mazhab tasawuf, walau dikucilkan masyarakat sekitar, demi membangun ukhuwah (Islam Aktual, 1991, 21-45)
Resiko sebagai jembatan yang harus rela diinjak-injak dapat dibaca pada buku Islam Aktual. Walau demikian beliau tidak pernah kecewa. Setiap perjuangan memiliki reziko. Nabi sendiri pernah mengalami pembaikotan dari kafir Quraisy.
Dalam sebuah seminar di Makassar yang menghadirkan Kang Jalal, beliau berkata "Ke depan tidak lagi populer mempengaruhi mazhab lain dengan mengajak mereka dengan cara-cara tidak terpuji, apalagi dengan kekerasan, tetapi cukup dengan dakwah bil hal dengan menampilkan akhlak karimah." sudah saatnya, menaklukkan musuh bukan lagi dengan senjata, tetapi dengan akhlak karimah. Beliau hanya memasyarakatkan Syiah bukan men-Syiah-kan masyarakat.
Ukhuwah Lewat Tasawuf Akhlak
Menurutnya, dalam masalah Akhlak orang bisa bersetuju, apa pun mazhabnya. Pandangan ini persis sama dengan pendapat Buya Hamka, jika beliau memimpin salat pada jamaah nahdiyin, beliau kunut pada hal dalam tradisi Muhammadiyah yang dipegangnya tidak melakukan kunut pada salat subuh, beliau kunut untuk menghindari konflik dengan mendahulukan akhlak dari pada fikih.
Kang Jalal bukan sekedar pembicara, tetapi juga menulis buku "Mendahulukan Akhlak di atas Fikih (2002)." Beliau juga menganjurkan demi persaudaraan sesama muslim menganjurkan untuk saling mengimami antara pengikut mazhab Syiah dan Sunni, seperti fatwa yang diberikan Grand al-Azhar, Abd. Halim Mahmud.
Upaya Tak Kenal Lelah
Sampai akhir hayatnya, Kang Jalal tanpa mengenal lelah untuk menjadikan dirinya, sebagai jembatan ukhuwah antara Sunni dan Syiah. Di Bandung pusat ljabi dilakukan kajian secara rutin dalam mencari titik temu. Acara rutin ini dimulai dari tokoh muda NU yang diwakili Zuhaeri Misrawi dan tokoh muda ljabi diwakili putranya sendiri Miftah F. Rakhmat. Jadi, bukan mencari titik beda, karena jika itu yang dicari pasti tidak akan pernah ketemu sampai kapan pun, sebab diintern organisasi atau mazhab sendiri ditemukan banyak perbedaan. Saya berasumsi titik temu diusahakan mulai dari NU kemudian akan melebar, andai masih diberi umur panjang Allah swt. Inilah amal jariah yang ditinggalkan almarhum, Kang Jalal untuk dilanjutkan. Saya percaya beliau sedang menikmati amal jariyahnya itu di sisi Tuhan YMK.
Hujjatul Islam di Era Modern
Di abad sekarang, beda dengan zaman Hujjatul Islam, Imam al-Gazali, ulama saat itu serba tahu. Berbeda pada era sekarang yang semakin dijuruskan pada pembidangan dalam Ilmu-ilmu ke-Islam-an. Kang Jalal, walau hidup di zaman sekarang, masih dapat menguasai beberapa bidang ilmu pengetahuan. Bukan saja Islam juga bidang pengetahuan umum yang tercermin dalam sejumlah buku peninggalannya. Menurut catatan BBC paling kurang 45 buah buku dan sebagiannya best seller. Buku tersebut dalam berbagai bidang pengetahuan, baik umum atau pun agama, seperti Komunikasi, Psikologi, Tasawuf, Tafsir, Hadis, dan bidang lainnya. Buku-buku itu menunjukkan bahwa Kang Jalal mendapat karunia Allah swt. semacam talenta dan kegeniusan yang jarang ditemukan zaman kini. Saya berpendapat beliau Hujjatul Islam di era modern. Beliau seorang pembicara yang baik sekaligus penulis yang tajam.
***
Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, M.A. Ketua Umum DPP IMMIM, Guru Besar UIN Alauddin Makassar, dan Pembimbing I Disertasi Doktoral Allahyarham Dr Jalaluddin Rakhmat pada Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar