top of page
  • Writer's pictureAkhi

KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF SUFI


Ada seorang mulia di Bukhara bernama Sadr-e Jahan. Ia terkenal dermawan. Ia membagi-bagikan emas dari pagi sampai malam. Hari ini ia membagi orang-orang sakit; esok harinya para janda, keturunan Ali, atau para santri yang belajar agama. Tidak terlupakan orang miskin biasa atau orang yang terlilit utang. Ia memberikan hartanya kepada siapa saja, dengan satu syarat: Orang tidak boleh meminta dengan mulutnya. Para peminta harus berdiri membisu, seperti tembok, pada jalan-jalan yang akan dilewatinya.


Pada suatu hari, seorang santri tiba-tiba merengek, meminta. la menyampaikan permohonannya dengan mengiba. Sadr-e Jahan tidak mempedulikannya. Pada hari berikutnya, ia membungkus kakinya dengan kain lusuh, dengan kepala merunduk, menunjukkan bahwa kakinya patah. Sang dermawan itu tetap tak acuh. Ia tidak dapat mengampuni dosanya; yakni meminta dengan berkata. Selanjutnya, ia mencoba lagi dengan menutup mukanya dengan jas hujan, atau menutupkan chadar ke kepalanya, lalu berkumpul bersama para wanita tua. Raja masih juga mengenalnya.


Akhirnya, pagi-pagi sekali ia pergi ke tukang kafan. Ia berkata, "Bungkuslah tubuhku dengan kain kafan. Letakkan aku di pinggir jalan. Duduklah kamu di sampingku. Jangan buka mulutmu. Tunggulah sampai Sadr-e Jahan lewat. Mudah- mudahan ia mengira aku mati. Ia akan melemparkan uang emasnya untuk membantu biaya pemakaman." Seperti yang direncanakan, Sadr-e Jahan melewati orang itu, melemparkan uang emas ke atas kain kafannya. Karena kuatir uangnya disambar orang, santri itu mengeluarkan tangannya, juga kepalanya. Sambil tertawa, ia berkata kepada Raja, “Akhirnya aku memperoleh kemurahanmu juga.”


Ia menjawab, "Sampai kamu mati, hai orang kepala batu

Kamu tidak memperoleh anugerahku

Rahasia 'mati sebelum mati' inilah dia

Setelah mati barulah kamu mendapat karunia

Hai penipu, tidak ada cara selain kematian,

Untuk bisa menggapai Tuhan."

(Jalaluddin Rumi')


Lewat cerita di atas, Jalaluddin Rumi menafsirkan hadis Nabi Saw: "Mutu qabla an tamutu. Matilah kamu sebelum kamu mati." Dalam kalimat itu disebut dua kali kata "mati" untuk menunjukkan dua kematian. Kematian pada kata tamutu adalah kematian alami, al-maut al-thabi'i. Inilah kematian yang kita kenal. Kematian pada kata perintah mutu adalah kematian mistikal, kematian ego, atau kematian diri. Ibn Arabi menyebutnya al- maut al-iradi, kematian keinginan.


Kematian Alami

Kita akan mulai pembicaraan ini dengan kematian yang pertama. Ibn Arabi dan para sufi lainnya menganggap kematian yang pertama ini sebagai kembali kepada Allah secara terpaksa, ruju idhtirari. Semua makhluk akan mengalami kematian sejenis ini, suka atau tidak suka. Dalam seluruh perjalanan kembali kepada Allah, kematian hanyalah salah satu episode saja setelah episode kehidupan di dunia ini. Episode ini adalah episode antara – Barzakh - yang terentang antara dunia dan akhirat. Jadi, kematian pada hakikatnya adalah kehidupan baru dengan aturan-aturan dan pengalaman-pengalaman yang baru. Misalnya, jika dalam kehidupan dunia, jauhnya perjalanan kita dihitung dengan umur, dalam kehidupan Barzakh, lamanya perjalanan dihitung dari dosa- dosa yang kita lakukan dalam kehidupan yang awal.


Banyak kitab ditulis para ulama tentang episode Barzakh ini. Saya hanya akan mengutip sedikit dari tulisan Sadr Al-Din Al- Qunawy (w. 673/ 1274), anak asuh Al-Syaikh Al-Akbar Ibn' Arabi, yaitu sebagai berikut:


Ketahuilah - semoga Allah menolongmu dan membersihkan kamu dari kegelapan dunia fana - bahwa ruh manusia diciptakan untuk hayat yang kekal dan kehidupan yang abadi. Menurut wahyu Tuhan, kesaksian para nabi dan kesaksian para kekasih Tuhan, juga penjelasan ulama dan orang-orang arif, kebinasaan dan ketiadaan tidak mengenai ruh: Janganlah kamu mengira orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati; mereka hidup di sisi Tuhan mereka" (QS Ali-Imran: 196).


Kekuatan maut menjemput alam raga

Kematian tidak punya jalan ke alam ruh

"Kami diciptakan untuk keabadian tanpa akhir, kamu hanya akan

dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain."

"Kubur hanyalah salah satu tempat berupa salah satu taman atau salah satu tepian neraka."

Di rumah itu

Penghuni ruh dan napas

Akan melihat matinya kematian

Sehingga tidak seorang pun akan mati

"Pada hari kebangkitan, kematian akan dibawa dalam bentuk kambing berwarna garam dan disembelih antara surga dan neraka."


Ketahuilah - semoga Tuhan menyingkapkan tirai dunia fana dari pandanganmu bahwa jika manusia melepaskan keterikatannya kepada tubuh indriawi dengan kematian fisik, dunia pertama dalam perjalanan mereka adalah salah satu firman Tuhan yang menakjubkan, yang bernama 'Barzakh'. Al-Quran yang agung mengatakannya sebagai berikut; "Di hadapan mereka ada Barzakh sampai hari mereka dibangkitkan" (QS Al-Mu'minun: 100). Pertanyaan Munkar dan Nakir, yang disabdakan Nabi Saw, terjadi dalam bentuk tubuh di alam ini. Di antara keanehan Barzakh adalah perbuatan baik dan jahat yang dilakukan manusia di dunia akan terlihat kembali di sana dalam bentuk yang tepat. "Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan di mukanya: begitu juga keburukan yang telah dikerjakannya. Ia ingin sekali sekiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh." (QS Ali-Imran: 30). Keajaiban Barzakh tidak terhitung. Sifat-sifat keadaannya akan terus berlangsung sampai hari dikumpulkannya tubuh-tubuh. Di antara peristiwa yang paling menakjubkan dalam kematian seperti juga banyak disebutkan dalam Al-Quran dan hadis adalah sakarat al-maut. Saya tidak akan membahasnya di sini. Saya hanya akan mengutip buat Anda kisah berikut ini:


"Pada suatu hari, 'Izrail mendekati Musa as. Musa bertanya, "Apakah engkau datang untuk mengunjungiku atau untuk mencabut nyawaku?" 'Izrail menjawab, "Untuk mengambil nyawamu." Musa kembali bertanya, "Bisakah engkau beri kesempatan padaku untuk melakukan perpisahan dengan anak- anakku?" 'Izrail menjawab, "Tidak ada kesempatan untuk itu." Lalu Musa bersujud kepada Tuhan memohon agar Tuhan memerintahkan 'Izrail memberi kesempatan kepada Musa untuk menyampaikan kata perpisahan kepada anak-anaknya. Tuhan berkata kepada 'Izrail, "Berikan kesempatan kepada Musa." 'Izrail memberinya kesempatan. Musa as mendatangi ibunya dan berkata, "Sebentar lagi saya akan melakukan safar." Ibunya bertanya, "Safar apa?" Musa menjawab, "Perjalanan ke akhirat." Ibunya menangis.


Musa mendatangi istrinya. Ia mengucapkan perpisahan kepada istrinya. Anak-anak mendekat ke pangkuan Musa as dan menangis. Musa as terharu dan ia menangis juga. Tuhan bertanya kepada Musa as. "Hai Musa, kamu akan datang menemui-Ku. Untuk apa tangisan dan rintihan ini?" Musa as menjawab, "Hatiku mencemaskan anak-anakku." Tuhan berfirman "Hai Musa, lepaskan hatimu dari mereka. Biarkan aku menjaga mereka. Biarkan aku mengurus mereka dengan kecintaan-Ku." Barulah hati Musa as tenang. Musa bertanya kepada 'Izrail, "Dari mana kau akan mengambil nyawaku?" "Izrail menjawab, "Dari mulutmu." Musa berkata, "Apakah engkau akan mengambil nyawa lewat mulut yang suka bermunajat kepada Tuhan?" 'Izrail menjawab, "Kalau begitu, lewat tanganmu." Musa kembali bertanya, "Apakah engkau akan mengambil nyawaku melalui tangan yang pernah membawa lembaran-lembaran Taurat?" Izrail menjawab, "Kalau begitu, melalui kakimu." Musa bertanya lagi, "Apakah engkau akan mengambil nyawa dari kaki yang pernah berjalan ke Thur untuk bermunajat dengan Tuhan?" 'Izrail kemudian memberikan jeruk yang harum untuk dihirup Musa dan Musa menghembuskan napas yang terakhir.


Para malaikat bertanya kepada Musa, "Ya ahwanal anbiya mautan kaifa wajadta al-maut? Hai Nabi yang paling ringan matinya, bagaimana rasanya kematian?" Musa berkata, "Kasy syatin tuslakhu wa hiya hayyatan. Seperti kambing yang dikuliti hidup-hidup."


Lebih dari seribu tahun yang lalu, di tengah-tengah sahara, pada hari Asyura, Imam Husain as berkata kepada sahabat-sahabatnya "Bersabarlah kalian, hai putra-putra yang mulia. Kematian hanyalah jembatan agar kalian menyeberang dari keburukan dan kesengsaraan ke surga yang luas, kenikmatan yang abadi. Maka siapakah di antara kalian yang tidak mau berpindah dari penjara ke istana? Sedangkan untuk musuh-musuhmu, kematian adalah perpindahan dari istana ke penjara dan azab. Sesungguhnya ayahku menyampaikan kepadaku, dari Rasulullah Saw, bahwa dunia itu penjara orang mukmin dan surga orang kafir. Kematian adalah jembatan bagi mereka ke surga dan jembatan bagi yang lain ke neraka Jahim." Ucapan Imam Husain ini menyimpulkan makna kematian alami.


Kematian Iradi

Kita akan menggambarkan kematian iradi dengan puisi Rumi lagi. Alkisah, seorang biduan menyanyikan lagu dalam pesta seorang penguasa Turki. Anehnya, biduan ini selalu menyanyikan kata 'Tidak' secara terus-menerus.


la menyanyi, "Aku tidak tahu dikau. Apakah engkau bunga mawar, lili, cemara, atau manusia. Aku tidak tahu apakah engkau rembulan atau berhala." Ia juga hanya mengatakan tidak untuk menjawab pertanyaan apa pun. Bila ditanya asalnya dari mana, ia menjawab: "Tidak dari Balkh, tidak dari Herat, tidak dari Bagdad, tidak dari Mosul, juga tidak dari Tiraz." Bila ditanya apa yang dimakannya pada waktu pagi, ia menjawab: "Tidak qadid dan tidak syarid."


Akhirnya, orang Turki itu marah: "Mengapa terus-menerus kau gumamkan ini?" "Sebab tujuanku tersembunyi," jawab sang biduan.


Sebelum kautolak semua

Penegasan takkan kaugapai

Kulakukan nafi

Agar kucium wewangian itsbat

Setelah kuplet itu, Rumi memberikan tafsiran hadis "mutu qabla an tamutu":

Kau sudah banyak menderita

Tetapi kau masih berbalut tirai

Karena kematian adalah pokok segala

Dan kau belum memenuhinya

Deritamu takkan habis sebelum kau mati

Kau takkan meraih atap tanpa menyelesaikan anak tangga


Ketika dua dari seratus anak tangga hilang

Kau terlarang menginjak atap

Bila tali kehilangan satu elo dari seratus

Kau takkan mampu memasukkan air sumur ke dalam timba

Hai Amir, kau takkan dapat menghancurkan perahu

Sebelum kau letakkan mann terakhir...


Perahu yang sudah hancur berpuing-puing

Akan menjadi matahari di Lazuardi

Karena kau belum mati, deritamu berkepanjangan

Hai lilin Tiraz, padamkan dirimu di waktu fajar

Ketahuilah, mentari dunia akan tersembunyi

Sebelum gemintang bersembunyi

Arahkan tombakmu pada dirimu, hancurkan dirimu

Karena mata tubuh seperti kapas di telinga....


Wahai mereka yang memiliki ketulusan

Jika ingin terbuka tirai

Pilihlah kematian dan sobekkan tirai

Bukanlah kematian itu kau masuk ke kuburan

Kematian adalah perubahan untuk masuk ke dalam cahaya

Ketika manusia dewasa, matilah masa kecilnya

Ketika menjadi Rumi, lepaslah celupan Habsyi-nya

Ketika tanah menjadi emas, tak tersisa lagi tembikar

Ketika derita menjadi bahagia, tak tersisa lagi duri nestapa


Dalam surat Al-Baqarah ayat 260 Allah berfirman, "Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata, 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati. Allah berfirman, 'Belum yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab, Aku telah meyakininya; tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku). Allah berfirman, (Kalau demikian), ambillah empat ekor burung dan cincanglah semua olehmu. Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian- bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."


Ketika menafsirkan ayat tersebut, Rumi menjelaskan bahwa kita hanya hidup kembali bila kita membunuh empat ekor unggas yang mencerminkan diri kita atau egoisme kita. Keempat ekor unggas itu adalah bebek yang mencerminkan kerakusan, ayam jantan yang melambangkan nafsu, merak yang menggambarkan kesombongan, dan gagak yang melukiskan keinginan.


Tentang bebek, Rumi bercerita

Bebek itu kerakusan, paruhnya selalu di tanah

Mengeruk apa saja yang terbenam, basah atau kering Tenggorokannya tak pernah santai satu saat pun

la tak mendengar firman Tuhan selain "Makan, minumlah!"

Seperti penjarah yang merangsek rumah

Dan memenuhi kantongmu dengan cepat

la memasukkan ke dalam kantungnya baik dan buruk

Permata atau kacang tanah tiada beda

la jejalkan ke kantungnya, basah dan kering

Kuatir pesaingnya akan merebutnya

Waktu mendesak, kesempatan sempit, ia takut

Dengan segera ia tumpukkan apa pun di bawah tangannya


Tentang ayam jantan atau nafsu, Rumi bercerita

Ayam jantan penuh nafsu dan ketagihan nafsu

Mabuk dalam anggur tawar yang beracun

Sekiranya nafsu tidak diperlukan untuk melanjutkan penciptaan

Wahai Sang Penuntut, Adam akan memandulkan dirinya sebab malu karenanya

Iblis terkutuk berkata kepada Sang Penegak Keadilan

"Kuingin jebakan perkasa untuk korbanku”

Tuhan memperlihatkan kepadanya emas, perak, dan kawanan kuda Seraya berkata, "Gunakan ini untuk merayu manusia"

Iblis berteriak, "Hebat!" Tapi segera bibirnya mengering la menjadi keriput dan asam seperti jeruk

Lalu Tuhan menawarkan kepada si makhluk terkutuk

Emas dan mutiara dari perbendaharaannya yang tidak terhingga Seraya berkata, 'Ambillah jebakan ini, hai si terlaknat."

la menjawab, "Berikan lebih dari ini, wahai Sang Maha Pembela." Lalu Tuhan memberikannya makanan yang berminyak dan manis

Minuman yang mahal dan jubah sutra yang gemerlap

Iblis berkata, "Tuhanku, kuperlukan bantuan lebih dari ini

Untuk mengikat mereka dengan tali serat kurma

Supaya hamba-Mu yang mabuk, yang gagah berani

Dapat melepaskan seluruh ikatan ini

Dengan jebakan ini dan ikatan hawa nafsu

Orang suci dipisahkan dari orang durhaka

Aku ingin jebakan lain, duhai Penguasa 'Arasy

Jebakan cerdik perkasa yang membuat semua manusia binasa..."


Ketika Tuhan menampakkan kepada iblis keindahan perempuan yang menumpulkan akal dan melepaskan kendali diri laki-laki, Iblis menjentikkan jarinya dan mulai menari, sambil melonjak berkata, "Berikan dia kepadaku secepat mungkin. Telah digapai keinginanku” Bagai Iblis, cumbu rayu hawa nafsu bagaikan ungkapan kemuliaan Ilahi yang menembus hijab yang tipis.


Tentang burung merak atau kesombongan, Rumi bercerita

Sekarang sampailah kita pada merak berwarna ganda

Yang memamerkan dirinya demi kemasyhuran dan nama

Cita-citanya hanya merebut perhatian manusia

Tak peduli baik buruk, hasil dan manfaatnya

la menangkap mangsanya dengan bodoh seperti jebakan

Mana mungkin jebakan mengetahui tujuan tindakan? ...


Duhai saudaraku, kau angkat kawan-kawanmu

dengan dua ratus tanda kasih sayang, lalu kaucampakkan mereka Inilah kegiatanmu sejak saat kelahiranmu:

Menangkap orang dengan jebakan cinta

Dari upayamu mengejar orang dan memburu kemegahan

Apa manfaat yang kamu peroleh, lihat dan renungkan!

Hari-hari hidupmu telah berlalu dan malammu telah larut

Dan kau masih juga sibuk mengejar-ngejar manusia

Ayo buru orang dan lepaskan yang lain dari jebakan

Lalu kau kejar yang lain lagi seperti makhluk yang hina

Lalu kaulepaskan yang ini dan kaucari yang itu

Ini permainan anak kecil yang tanpa arti

Sebetulnya kamu hanya menangkap dirimu dalam jebakan

Karena kamu dipenjarakan dan dikecewakan oleh keinginanmu…


Tentang gagak, Rumi bercerita

Suara berkoak burung gagak

Meneriakkan permintaan panjang usia di dunia

Seperti iblis, gagak memohon Yang Mahasuci

Kehidupan abadi sampai hari kebangkitan

Iblis berkata, “Berikanlah aku tempo sampai hari kebangkitan” Bukankah sepatutnya ia berkata, 'Aku bertaubat, duhai Tuhanku" Hidup tanpa taubat adalah bencana jiwa

Hilang dari Tuhan adalah kehadiran kematian

Hidup dan mati, keduanya manis di sisi Ilahi

Tanpa Tuhan, air kehidupan adalah api...


Hidup abadi adalah menumbuhkan ruh di dekat Ilahi Hidup gagak semata-mata untuk memakan tahi

Gagak berkata, "Berikan aku hidup lama supaya terus makan keburukan."

Sekiranya mulut kotor itu bukan mulut pemakan bercak,

la akan berkata, "Selamatkan daku dari watak burung gagak.”JR


***


KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

247 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page