Akhi
KEMATIAN PROSES PENYUCIAN
Updated: Jan 29
Salah satu makna kematian adalah kematian sebagai proses penyucian terhadap dosa-dosa yang tidak bisa kita bersihkan sepanjang hidup kita. Ada sebuah hadis qudsi yang sangat menyentuh .: Dulu ada seorang raja yang sepanjang hidupnya hanya berbuat maksiat dan zalim. Kemudian ia jatuh sakit. Para tabib meminta raja agar mengucapkan selamat berpisah saja, sebab ia tidak bisa disembuhkan kecuali dengan sejenis ikan. Sekarang ini bukan musimnya ikan itu muncul di permukaan laut. Tuhan mendengar itu, memerintahkan para malaikatnya untuk menggiring ikan-ikan agar muncul di permukaan. Raja akhirnya dapat memakan ikan itu. la sembuh.
Pada saat yang sama di negeri yang lain, ada seorang raja yang adil, saleh, jatuh sakit. Para tabib juga mengatakan bahwa obat penyakitnya adalah ikan yang sama. Tapi jangan khawatir, sekarang ini musim ikan itu muncul di permukaan laut. Sangat mudah memperoleh ikan itu. Tuhan memerintahkan para malaikat- nya untuk menggiring ikan-ikan itu untuk masuk ke sarang-sarangnya. Dan raja yang adil itu menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Konon, di alam malakut sana para malaikat bingung seperti kita juga. Mengapa doa raja yang saleh itu tidak dipenuhi, sementara doa raja yang zalim itu dipenuhi? Kemudian Tuhan berkata, "Walaupun raja yang zalim ini banyak berbuat dosa, pernah juga dia berbuat baik. Demi kasih sayang-Ku, Aku berikan pahala amal baiknya. Sebelum meninggal dunia, masih ada amal baiknya yang belum Aku balas. Maka Ku segerakan membalasnya, supaya dia datang kepada-Ku hanya dengan membawa dosa-dosanya." Artinya sudah tidak ada lagi amal salehnya yang harus dibalas. "Demikian juga dengan raja yang saleh itu. Walaupun ia banyak berbuat baik, ia pernah juga berbuat buruk. Aku balas semua keburukannya dengan musibah. Menjelang kematiannya masih ada dosanya yang belum Kubalas. Maka Aku tolak doanya untuk mendapat kesembuhan, supaya bila ia datang kepada-Ku, ia hanya membawa amal salehnya"
Ada juga hadis qudsi yang lain dan menjadi my way of life. Sebelum saya sampaikan hadis itu saya perlu dulu berkisah tentang pengalaman saya. Pada zaman orde baru saya mendapat beasiswa dari presiden untuk belajar di Australia. Saya berangkat ke Australia, dengan bekal janji akan mendapatkan kiriman beasiswa. Tetapi, sampai sebulan di sana. beasiswa tidak kunjung datang juga. Maka saya mulai rajin shalat malam dan saya membaca Al-Quran hampir setiap ba'da maghrib. Karena saya panik, esoknya saya juga berdoa. Bagaimana saya bisa hidup di luar negeri tanpa kiriman tersebut. Besoknya saya pergi ke Bank mengecek uang itu. Saya mengecek efek doa itu. Ternyata rekening saya masih tetap seperti semula.
Akhirnya sudah sampai pada tahap yang gawat, saya menghubungi keluarga. Di rumah saya tinggalkan kendaraaan. Tetapi ternyata dipinjam teman saya. Di jalan tol Cikampek, ia mengalami kecelakaan lalu lintas. Mobil saya hancur sama sekali. Saya waktu itu berkata, "Tuhan, Engkau ini bagaimana? Saya mohon bantuan-Mu, tetapi malah mobil yang telah Kau berikan, Kau ambil juga." Seperti biasa kalau doa kita tidak dikabulkan, kita mesti bertanya-tanya dan protes. Lalu saya pikir, ini karena dosa-dosa. Dosa-dosa itulah yang menghambat sampainya doa kita kepada Allah. Kemudian saya mulai berpikir: Tapi siapa di dunia ini yang tidak berdosa? Bukankah hanya para nabi yang dijamin tidak berdosa? Kita semua berdosa. Kalau dosa menghalangi terkabulnya doa, kita tidak usah berdoa sajalah.
Kebetulan saya mengaji waktu itu sampai pada surah Maryam, yang bercerita tentang Nabi Zakaria yang berdoa ingin punya anak. Dia berdoa sejak usia 20 tahunan setelah menikah, sampai usianya 80 tahun. Doanya tidak juga diijabah. Dan pada usia 80 tahun itu Nabi Zakaria berdoa begini: "Tuhanku, telah rapuh tulangku, telah penuh uban kepalaku. Tapi aku tidak putus asa berdoa kepada-Mu"." Membaca ayat itu saya tersentak. Nabi Zakaria seorang nabi yang tidak berdosa, tapi Tuhan tidak menyegerakan mengabulkan doanya. Saya baru berdoa beberapa minggu saja, sudah menggerutu seperti itu. Kebetulan Al-Quran yang saya baca ada tafsirnya (Tafsir Al-Mu'in). Di bawahnya ada hadis-hadis yang menjelaskan ayat-ayat di atas. Salah satu hadis yang menyentuh saya adalah hadis qudsi itu. Tuhan berkata kepada para malaikat: "Di sebelah sana ada seorang hamba-Ku yang fasik, banyak berbuat dosa, berdoa kepada-Ku. Penuhi permintaannya dengan segera. Karena Aku sudah jera mendengar suaranya. Di tempat yang lain ada seorang hamba-Ku yang saleh sedang berdoa kepadaku. Tangguhkan permintaannya. Karena Aku senang mendengar rintihannya."
Setelah membaca hadis itu, saya segera sujud, seraya berkata: "Tuhan, bila Engkau senang mendengar rintihanku, terserah Engkau kapan saja Kau penuhi permintaanku." Setelah itu baru aku tenang dan tidak mengecek-ngecek lagi ke Bank. Tapi tak lama kemudian saya dapat juga kiriman beasiswa itu. Meskipun demikian, saya sudah pasrah. Asal Tuhan senang pada rintihan doa saya, tidak apa-apa.
Di situ juga ada tamhish. Walhasil, kalau ada orang yang setiap doanya langsung diijabah, ia bukan berarti waliyullah. Menurut para ahli tafsir, lamanya waktu sejak Nabi Musa a.s berdoa sampai kejatuhan Fir'aun, sekitar 40 tahun.
***
Kembali lagi pada pensucian. Walhasil, setelah kita meninggal dunia, masih banyak dosa-dosa kita yang belum terputihkan ketika di dunia, baik oleh taubat maupun musibah. Karena itu dari kasih sayang Allah Swt maka Tuhan lakukan lagi proses pembersihan. Hanya saja proses pembersihan itu tidak lagi berasal dari amal kita. Sebab setelah mati, putuslah segala amalnya. Menurut Ibn Qayyim, pada waktu mati, ada beberapa proses pembersihan terhadap diri kita. Pertama, sakitnya pada saat sakaratul maut. Ia menjadi penebus dari beberapa dosa. Perbuatan dosa yang paling besar memberikan kontribusi pada sakitnya sakaratul maut, adalah berbuat zalim terhadap sesama hamba Allah, menyakiti hati orang lain. merampas hak mereka.
Kemudian, menurut Ibnu Qayyim, yang menghapus dosa setelah kita meninggal adalah istighfar dari saudara-saudaranya kaum muslimin. Dalam Al-Quran disebutkan. "Tuhan kami, ampunilah diriku, kedua orang tuaku, dan seluruh kaum mukminin dan mukminat pada hari perhitungan nanti." Istighfar yang kita kirimkan untuk saudara-saudara kita yang meninggal dunia, menjadi penghapus dosa- dosanya. Dan itulah arti firman Tuhan, "Ta'awanú 'alal birri wattaqwa: Hendaknya kamu saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan. Bantulah orang-orang yang sudah mati itu dengan kebajikan kita. Antara lain dengan istighfar. Doa-doa dari orang saleh juga dapat menjadi pembersih dosa.
Nabi suatu saat melewati sebuah kuburan. Beliau berkata, "Tahun yang lalu penghuni kubur ini mendapat siksa, tapi kini Allah bebaskan dia dari azab kuburnya, karena amal saleh yang dilakukan oleh anaknya." Dalam hadis lain disebutkan, bahwa amal yang tak putus-putus adalah anak yang saleh yang mendoakan orang tuanya. Doa anak bagi orang tuanya itu ada dua macam. Pertama, doa umum. Seperti rabbighfirli waliwâlidayya dan seterusnya. Yang kedua, berdoa dengan amal-amal saleh yang dihadiahkan bagi orang tuanya. Misalnya, si anak bersedekah dan menghadiahkan sedekahnya dengan amal salehnya. Ia pada hakikatnya berdoa dan mengantarkan doanya dengan amal saleh. "Kepada-Nya naik doa-doa yang baik dan amal salehlah yang mengantarkannya atau mengangkatnya," firman Tuhan (Fathir: 10).
Kemudian, di alam barzakh itu ada orang-orang yang belum terhapus dosa-dosanya. Di dunia tidak terbersihkan oleh taubat, istighfar dan musibah, di alam barzakh juga tidak terhapus dengan seluruh fitnah al-qubur. Apalagi keluarga kita di dunia tak satu pun mendoakan kita. Maka nanti di alam akhirat, di hadapan Allah Swt dia akan dibersihkan lagi dengan empat hal: Pertama, bencana hari akhirat (ahwal al-qiyamah). Kedua, beratnya hari perhitungan (yaum al-hisab). Dan kalau belum juga terhapuskan, yang ketiga, kita akan memperoleh syafa'at dari orang-orang yang diizinkan memberikan syafa'at. "Siapa lagi yang bisa memberikan syafa'at kecuali yang diizinkan." Ada orang-orang yang diizinkan Allah memberi syafa'at, di antaranya Nabi Muhammad Saw. Dan guru kepada murid-murid juga dapat memberikan syafa'at dan sebaliknya.
Nabi Saw bercerita: "Nanti di hari kiamat ada orang yang ketakutan. Sebab dia tahu betapa ringan timbangan amal baiknya. Dia tutup matanya, tak sanggup melihat amal-amalnya. Tapi kemudian dia melihat gulungan amal seperti gulungan awan yang disimpan pada timbangan amalnya. Dan karena di akhirat semua orang jujur, orang itu kemudian berkata, 'Tuhan, amal-amal ini tidak saya lakukan?' Tuhan berkata, 'Ini adalah amalan kebaikan yang kamu ajarkan kepada murid- muridmu, kemudian mereka mengamalkannya.” Dan doa-doa murid untuk gurunya akan menjadi syafa'at juga. Kalau ilmu itu ingin berkah, jangan lupa mendoakan guru-guru kita. Doa guru, orang tua dan orang-orang yang saleh juga akan menjadi syafa'at.
Dan kalau dengan semua itu masih saja belum terhapuskan dosa-dosa kita, pembersihan yang terakhir adalah ampunan Allah Swt dan kasih sayang-Nya. Marilah kita pahami kematian sebagai pensucian, sebagai kamar mandi, supaya kita bisa berlabuh di pangkuan kasih sayang Tuhan dalam keadaan bersih. Dengan begitu, kita tidak usah takut mati.
****
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).