top of page
  • Writer's pictureAkhi

Kembali kepada Fitrah Kemanusiaan


Marilah kita merenungkan apa yang kita lakukan pada Idul Fitri. Kita penuhi langit dengan gemuruh takbir. Kita sampaikan rasa syukur kita kepada Dia Yang Menciptakan langit dan bumi, yang menggelarkan kita di dunia; kemudian mengantarkan kita kepada bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kita sadar betul bahwa banyak di antara saudara, sahabat, dan keluarga kita yang tidak dapat berkumpul bersama kita; sebagian karena mereka berada di perantauan, sebagian karena sakit, dan sebagian lagi karena telah mendahului kita ke alam baka.


Kita ungkapkan rasa syukur kita dengan membesarkan Allah dan merendahkan diri kita di hadapan-Nya. Dalam shalat, kita ratakan dahi kita di atas tanah seraya mengucapkan sembah kita: Subhana Rabbiyal A'la (Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi). Kita akui kerendahan, kelemahan, dan kekecilan diri kita. Kita sadari ketinggian, kekuasaan, dan kebesaran Rabbul 'Alamin. Dia-lah yang sewaktu-waktu dapat mengambil nyawa dari ubun-ubun kita, memisahkan kita dari keluarga, harta, jabatan, atau apa pun yang kita cintai. Dia juga yang setiap saat melimpahkan kasih-sayang-Nya kepada kita, melindungi, merawat, dan menjaga kita. Karena kesibukan, karena kecintaan kepada dunia, atau karena kelelahan mempertahankan hidup, betapa seringnya kita melupakan Dia. Betapa sering kita besarkan diri kita, keluarga kita, harta kita, jabatan kita, pekerjaan kita sehingga kita lupakan kebesaran dan kekuasaan Dia. Karena kita melupakan Dia, kita pun melupakan diri kita sendiri.


Kita menjadi binatang. Kita tidak lagi memiliki rasa kemanusiaan. Seperti harimau, kita selalu siap memakan orang lain. Bila kita pedagang, kita bangga kalau bisa menyauk keuntungan dengan menipu, memperdayakan, atau menjatuhkan orang lain. Bila kita atasan, kita bahagia bila bisa merampas hak bawahan, memungut hasil keringat mereka, atau menakut-nakuti mereka supaya berkorban demi kesenangan kita. Bila kita hanya pegawai kecil, kita tidak ragu-ragu mengorbankan iman kita demi sesuap nasi.


Benarlah firman Allah, Janganlah kamu menjadi orang-orang yang melupakan Allah kemudian Allah menyebabkan mereka lupa pada diri mereka sendiri (QS 9: 67). Karena kita lupa kepada Allah, kita juga lupa kepada kemanusiaan kita. Allah sudah melihat hati kita yang sudah gelap karena maksiat, tangan-tangan yang berlumuran dosa, dan tubuh-tubuh kotor yang penuh noda. Pada Idul Fitri, setelah kita membesarkan asma Allah, setelah kita ruku dan sujud di hadapan-Nya, setelah sebulan kita berpuasa di siang hari dan tarawih di malam hari, kita berharap Allah menyucikan diri kita lagi, mengembalikan kita kepada kemanusiaan kita lagi.


Berbahagialah orang yang menyucikan dirinya dan mengingat nama Tuhannya serta melakukan shalat. (QS 87: 14)


Menyucikan Manusia

Seluruh ajaran Islam dimaksudkan untuk menyucikan manusia; yakni, menampilkan kembali sifat kemanusiaan mereka. Kalimah syahadat menyucikan akidah manusia, membersihkan mereka dari kemusyrikan, menafikan segala pengabdian kepada selain Allah. Shalat menyucikan jiwa dengan selalu mengingat Allah. "Tegakkan shalat untuk mengingat-Ku," firman Allah. Shaum menyucikan ruhani kita dengan mengendalikan hawa nafsu dan menundukkannya pada perintah Allah. Zakat menyucikan harta kita dengan memberikan sebagian kelebihan harta kita buat membantu sesama manusia. Haji menyucikan kehidupan kita dengan mengarahkan seluruh perjalanan hidup kita menuju Allah Swt. agar kita bergerak berputar di sekitar Rumah Allah.


Karena itu, syahadat kita batal bila kita belum melepaskan diri dari pengabdian kepada sesama manusia, bila kita dengan rela menyerahkan diri kita untuk diperbudak, ditindas, dan diperlakukan sewenang-wenang oleh orang lain. Menyerahkan diri kepada kezaliman berarti membantu kezaliman. Rasulullah Saw. bersabda: "Barang siapa berjalan bersama orang zalim dan membantunya, padahal ia tahu orang itu zalim, ia telah keluar dari Islam." (Kanzul 'Ummal 14: 955)


Begitu pula shalat dan shaum tidak diterima Allah, bila pelakunya tidak dapat menahan diri dari perbuatan fakhsya' dan munkar. Menurut Rasulullah Saw., pada hari akhirat ada orang yang shalatnya diantarkan kepada Allah, tetapi dilipat seperti baju yang buruk. Setelah itu shalatnya dibantingkan ke wajahnya. Ketika kepada Rasulullah disampaikan ada perempuan yang selalu puasa di siang hari dan shalat malam pada malam. hari, tetapi suka menyakiti hati tetangganya, Nabi menunjukkan tempat wanita itu. "Perempuan itu di neraka!" Nabi juga bersabda: "Banyak orang yang berpuasa yang tidak memperoleh apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. Banyak orang yang berdiri shalat malam tetapi tidak memperoleh apa-apa dari shalat malamnya kecuali terjaga saja." (Al-Bihar 96: 289)


Begitu pula tidak selesai kewajiban hanya dengan mengeluarkan zakat. "Sesungguhnya dalam harta itu ada hak selain zakat," kata Rasulullah Saw. Dalam kesempatan lain, Rasulullah juga bersabda, "Sesungguhnya Allah mewajibkan atas orang-orang kaya Muslim untuk mengeluarkan harta mereka seukuran yang dapat memberikan keleluasaan hidup bagi orang-orang miskin. Dan tidaklah orang-orang miskin mengalami kesengsaraan, bila mereka lapar atau telanjang itu ada karena perbuatan orang-orang kaya juga. Ketahuilah, Allah akan meminta pertanggungjawaban orang kaya itu dengan pengadilan yang berat dan akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih." (HR Al-Thabrani)


Ketika Abu Bashir berhaji bersama Imam Ja'far Ash-Shadiq, ia terpesona dengan banyaknya orang yang thawaf. "Apakah Allah mengampuni mereka, wahai putra Rasulullah Saw.?" tanya Abu Bashir. "Hai Abu Bashir, kebanyakan mereka itu kera dan babi," kata Imam Ja'far. Setelah mengucapkan beberapa kalimat, Imam Ja'far mengusapkan tangannya ke wajah Abu Bashir. Tiba-tiba Abu Bashir melihat kera dan babi yang banyak (Al-Bihar 47: 79). Imam Ja'far ingin menunjukkan bahwa banyak orang yang haji, yang tidak berhasil menyucikan dirinya dan tetap mempertahankan sifat-sifat kebinatangannya. Mereka adalah binatang-binatang yang memakai pakaian ihram.


Makna Idul Fitri

Idul Fitri artinya kembali kepada fitrah kemanusiaan, yaitu kesucian. Seluruh rangkaian ibadah di bulan Ramadhan, shalat, puasa, zakat, ditambah dengan shalat Id bersama dimaksudkan untuk mengembalikan kemanusiaan kita. Rukun Islam yang lima mengajarkan bahwa kemanusiaan hanya bisa dikembalikan dengan penolakan kepada setiap bentuk penindasan (seperti diungkapkan dengan kalimat syahadat). mengingatkan terus kebesaran Allah (seperti kita lakukan dalam shalat). mengendalikan hawa nafsu (seperti tampak pada ibadah puasa), menunjukkan solidaritas sosial kepada sesama manusia (seperti tecermin dalam zakat) dan mengarahkan hidup kita hanya kepada Allah (seperti dilambangkan dalam gerakan haji). Semuanya ini disimpulkan pada Idul Fitri, kembali kepada fitrah kemanusiaan. JR


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

43 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page