Akhi
Kesabaran Suami Istri
Ada sebuah riwayat tentang kesabaran yang diceritakan dalam kitab Jihadun Nafs karya Ayatullah Mazhahiri: Dimasa Rasulullah, ada perempuan yang memiliki anak kecil. Perempuan ini seorang muslimah. Ia tidak bisa membaca dan menulis tapi ia mukmin yang sejati. Imannya memenuhi jantung dan hatinya. Keimanannya dibuktikan dalam kesabaran ketika menghadapi ujian.
Suatu hari anaknya itu sakit sementara suaminya sedang berada di tempat jauh untuk bekerja. Ketika suaminya bekerja, si anak kecil itu meninggal dunia. Istri itu duduk di samping anaknya dan menangis sejenak. Ia terjaga dari tangisannya. Ia menyadari bahwa sebentar lagi, suaminya akan pulang. Ia bergumam, “Kalau aku menangis terus menerus di samping jenazah anakku ini, kehidupan tidak akan dikembalikan kepadanya dan aku akan melukai perasaan suamiku. Padahal ia akan pulang dalam keadaan lelah.” Kemudian ia meletakkan anaknya yang sudah meninggal itu pada suatu tempat.
Tibalah suaminya dari tempat kerjanya yang jauh. Ketika suaminya hendak masuk ke rumah, istri itu menyambutnya dengan senyum ramah. Ia sembunyikan kesedihan dan ia sambut suaminya dengan mengajaknya makan. Ia basuh kaki suaminya itu. Suaminya berkata, ”Mana anak kita yang sakit?” Istrinya menjawab, “Alhamdulillah ia sudah lebih baik.” Istri itu tidak berbohong karena anak kecilnya sudah berada di surga yang keadaannya jauh lebih baik. Istri itu terus berusaha menghibur suaminya yang baru datang. Ia ajak suaminya untuk tidur hingga terbangun menjelang waktu subuh. Sang suami bangun, mandi, dan shalat qabla subuh.
Ketika ia akan berangkat ke mesjid untuk shalat berjamaah, istrinya mendekat sambil berkata, “Suamiku aku punya keperluan.” “Sebutkanlah,” kata suaminya. Sang istri menjawab, “Kalau ada seseorang yang menitipkan amanat kepada kita, lalu pada saatnya orang itu mengambil amanat tersebut dari kita, bagaimana pendapatmu kalau amanat itu kita tahan dan kita tidak mau memberikan kepadanya?” Suaminya menjawab, “Pastilah aku menjadi suami yang paling buruk akhlaknya dan khianat dalam beramal. Itu merupakan perbuatan yang sangat tercela. Aku wajib mengembalikan amanat itu kepada pemiliknya.” Lalu istrinya berkata, “Sudah tiga tahun, Allah menitipkan amanat kepada kita. Hari kemarin, dengan kehendak-Nya, Allah mengambil amanat itu dari kita. Anak kita sekarang sudah meninggal dunia. Ia ada di kamar sebelah. Sekarang berangkatlah engkau dan lakukanlah shalat.” Suaminya pergi ke kamar untuk menengok anaknya yang telah meninggal.
Ia lalu pergi ke masjid untuk shalat berjamaah di masjid Nabi. Pada waktu itu Nabi menjemputnya seraya berkata, “Diberkatilah malam kamu yang tadi itu.” Malam itu adalah malam ketika suami istri itu bersabar dalam menghadapi musibah.
Dari cerita itu kita dapat menangkap bagaimana sang istri memperlakukan suami dengan sabar dan suami memperlakukan istri dengan sabar pula. Dalam istilah modern, kedua suami istri itu memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Biasanya keluarga seperti ini bisa bertahan lama.
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).