Akhi
KEWAJIBAN KEPADA RASULULLAH: PERSPEKTIF TASAWUF

Kita telah berbicara tentang hak-hak Rasulullah kepada kita; atau, dengan perkataan lain, kewajiban kita kepada beliau, kalau kita menerima beliau sebagai junjungan kita. Saya ingin melanjutkan dengan membacakan kisah yang diceritakan Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi, kitab yang kelima.
Sebelumnya, saya ingin memperkenalkan siapa Jalaluddin Rumi dan apa Matsnawi ini. Jalaluddin Rumi adalah seorang penyair sufi yang terkenal. Dia lebih dikenal sebagai Maulana. Dahulu ketika saya di Iran, banyak orang Iran memanggil saya Maulana, karena nama saya mengingatkan mereka kepada Jalaluddin Rumi. Dia mendirikan sebuah tarekat yang jejak-jejaknya sampai sekarang masih bisa kita ikuti.
Orang yang disebut Darwisy, pengikut tarekat Jalaluddin Rumi, biasanya melakukan riyadhah-riyadhah mereka dengan membacakan puisi-puisi dan menari-nari selama berjam-jam, berkeliling-keliling seperti gerakan seluruh alam semesta, atau seperti gerakan orang yang tawaf. Itu dilakukan berjam-jam tanpa rasa lelah.
Salah satu di antara ahli koreografi Indonesia, Roy Julius Tobing, pernah terpesona dengan keindahan mistik dari tarian kelompok Rumi ini. Ketika ia menonton, seberkas sinar ruhaniah masuk ke dalam hatinya. Ketika pulang ke Indonesia, ia menjadi seorang Muslim yang saleh. Sampai sekarang, ia sedang berusaha mempersembahkan karya besarnya dalam koreografi untuk Allah Swt., karena terinspirasi oleh para penari dari tarekat Rumi.
Jalaluddin Rumi juga menulis banyak puisi dalam bahasa Farsi. la dianggap sebagai orang Turki oleh orang Turki, sebagai orang Iran oleh orang Iran, sebagai orang Kurdi oleh orang Kurdi. Orang-orang besar biasanya ketika hidup diusir oleh semua bangsa. Setelah dia wafat, semua bangsa ingin mengakuinya. Misalnya, Jamaluddin Al-Afghani. Dia diusir dari tanah kelahirannya. Dia tidak disukai oleh beberapa orang penguasa pada zamannya. Dia pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Setelah dia meninggal dunia di Turki, orang Afghan menganggapnya sebagai orang Afghan. Orang Iran menganggapnya sebagai orang Iran sehingga mereka menyebutnya Jamaluddin Astarabadi. Orang Turki juga menyebutnya sebagai orang Turki karena kuburannya sampai sekarang ada di Turki.
Seperti itulah Jalaluddin Rumi. Salah satu keistimewaannya, dia menceritakan perjalanan ruhaniah seorang sufi dengan puisi-puisinya. Yang paling terkenal di antara kumpulan puisinya adalah Matsnawi, terdiri dari enam jilid. Rumi pernah terkesan dengan tulisan Fariduddin Al-Aththar, yaitu Manthiq Al-Thair, yang menceritakan perjalanan ruhani dengan cerita serombongan burung. Kemudian Rumi menulis puisi-puisinya dalam bentuk cerita. Kata Nicholson ꟷyang menghabiskan waktunya untuk berspesialisasi dalam karya-karya Rumiꟷ dalam kumpulan Matsnawi ini (disebut Matsnawi karena satu baitnya ada dua baris) terkumpul nasihat ruhaniah, humor, ironi, sarkasme, dan metafora-metafora yang sangat tinggi. Ada seorang sufi perempuan dari Barat yang kebingungan ketika pertama kali membaca Matsnawi. Dia merasa, tulisan Rumi itu tidak sistematis. Dia tidak berhasil menangkap isi buku Matsnawi. Tapi, setelah berulang-ulang membacanya, kemudian mengikuti riyadhah-riyadhah tasawuf, dia mulai memahaminya. Sekarang Matsnawi menjadi satu perbendaharaan sumber hikmah yang luar biasa.
Matsnawi belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kecuali kutipan-kutipannya saja.
Nicholson menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris secara hampir literal. Ada beberapa bagian yang ia terjemahkan ke dalam bahasa Latin. Biasanya bagian-bagian yang rada "pornografis". Karena itu, kalau nanti ketika saya membaca terjemahan ini sampai kepada bahasa Latin, bahasa Latinnya tidak saya terjemahkan. Alasannya, pertama, karena saya tidak mengerti bahasa Latin; kedua, karena tampaknya Nicholson juga mau memelihara misteri Matsnawi.
Sekarang ini, ada jurnal tasawuf internasional. Namanya Sufi Journal, yang dalam setiap terbitannya mengutip kisah-kisah yang diceritakan Rumi dalam Matsnawi-nya, dalam bahasa yang sederhana. Di bawah ini, saya kisahkan lagi cerita dalam Matsnawi, Buku Kelima, mulai kuplet 65. Saya tidak akan menerjemahkannya dalam bahasa yang sederhana. Saya percaya kepada Anda untuk memahami cerita ini.
Orang-orang kafir menjadi tamu Rasulullah. Mereka datang ke masjid bakda magrib dan berkata, "Kami datang ke sini sebagai tamu, mengharapkan keramah-tamahan yang punya rumah. Duhai Baginda yang menjadi penghibur semua penduduk di dunia ini, kami ini orang yang kelaparan, datang dari tempat yang jauh. Sebarkan sebagian berkahmu dan sinarilah kami."
Lalu Nabi berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Para sahabatku, bagilah tamu-tamu ini di antara kalian, karena kalian dipenuhi aku dan dipenuhi dengan tabiatku, sebagaimana seluruh tentara dipenuhi dengan raja. Sehingga, mereka mau mengangkat senjata atas nama raja melawan musuh-musuhnya. Karena kemarahan rajalah, kamu menarik pedang. Kalau bukan karena kemarahan raja, mengapa kamu mau melawan saudara kamu sendiri? Dan bayangkan kemarahan raja, kamu serang saudaramu yang tak bersalah dengan pedangmu. Raja adalah satu jiwa dan seluruh armada dipenuhi dengan dirinya. Ruh seperti air dan tubuh-tubuh kita ini seperti hamparan dasar sungai. Jika air dari ruh raja itu manis, 'semua hamparan sungai dipenuhi air manis'."
Setiap sahabat kemudian memilih seorang tamunya. Di antara tamu-tamu itu, ada seorang kafir yang tubuhnya sangat besar sehingga tak seorang sahabat pun mengambilnya.
Jadi, tinggallah ia di masjid, seperti ampas tertinggal di cangkir kopi. Ketika ia ditinggalkan oleh semua orang, Al-Mushthafa mengambilnya. Di antara ternak milik Al-Mushthafa, ada tujuh kambing yang selalu memberikan air susu. Kambing-kambing itu disediakan di dekat rumah untuk diambil air susunya sebagai persiapan menghadapi waktu makan.
Raksasa besar putra Gusy dari Turki ini memakan habis roti dan makanan yang lain, susu, dan tujuh ekor kambing itu. Seluruh penghuni rumah marah karena menginginkan susu kambing itu. la yang rakus itu membuat perutnya seperti sebuah tong besar. la memakan habis makanan untuk 18 orang. Saat ia masuk ke kamarnya dan duduk di situ, pembantu dengan marah menutup pintu kamarnya dan mengikatkan kunci pintu dari luar.
Menjelang subuh, orang kafir ini didesak oleh kebutuhan alamiahnya dan perutnya sakit.
la meninggalkan tempat tidurnya dan menuju pintu, meletakkan tangannya di atas gerendel pintu dan menemukan pintu itu terkunci. Orang cerdik ini menggunakan berbagai alat untuk membuka pintu, tetapi pintu itu tetap tak terbuka. Dorongan alamiahnya makin mendesak dan kamar itu sangat sempit. la berada dalam penderitaan yang tidak ada obatnya dan kebingungan. Ia membuat gerakan-gerakan kecil dan merangkak untuk bisa tertidur. Dalam kantuknya, ia bermimpi berada di sebuah tempat yang terasing, karena tempat asing itu ada dalam pikirannya, pandangan batinnya pun masuk ke dalam tidurnya.
Tanpa terasa olehnya, kemudian orang kafir itu mengeluarkan kotoran di kamar. Ketika terbangun, ia menangis, "Celakalah daku!" la menangis seperti tangisan orang kafir di dalam kuburan. la menunggu sampai malam berakhir. Suara pintu terbuka terdengar sampai di telinganya, pertanda supaya ia bisa lari seperti melesatnya anak panah yang lepas dari busurnya. Supaya orang tidak melihat kehinaan yang sedang dideritanya.
(Cerita ini panjang, tapi saya akan memendekkannya.) Pintu terbuka, kemudian ia bisa melepaskan dirinya dari kesedihan dan derita. Pada waktu subuh, Al-Mushthafã datang dan membuka pintu. Menjelang fajar, ia memberikan jalan keluar kepada orang yang sudah kehilangan jalan. Al-Mushthafa membuka pintu dalam keadaan tersembunyi, supaya orang yang menderita itu bisa keluar tanpa rasa malu, bisa berjalan dengan penuh keberanian, dan tidak melihat punggung atau wajah sang pembuka pintu.
Mungkin Al-Mushthafa bersembunyi di balik sesuatu atau jubah Tuhan menyembunyikannya, menurunkan tirainya dari orang-orang kafir. Shibghatullah, celupan Allah, kadang-kadang tertutup dan tirai yang misterius menghalangi pemandangnya sehingga ia tidak melihat musuh di sampingnya. Kekuatan Tuhan lebih dari itu. Al-Mushthafa melihat apa yang terjadi pada orang kafir pada malam itu, tetapi perintah Tuhan menahannya untuk tidak segera membuka pintu, sebelum derita dialami oleh orang kafir tersebut. Sebelum ia jatuh pada kesusahan dan rasa malu. Kalau bukan karena perintah Tuhan, Al-Mushthafa sudah lama membuka pintu itu.
Tetapi, di balik kebijakan Tuhan dan perintah langit itulah, Al-Mushthafa melakukan tindakannya, yang seakan-akan menunjukkan bahwa Al-Mushthafa memusuhi orang kafir itu. Banyak sekali tindakan permusuhan itu sebetulnya persahabatan, dan banyak sekali tindakan yang kelihatannya menghancurkan padahal menghidupkan.
Seorang sahabat yang suka mencampuri urusan orang datang ke hadapan Nabi membawa kain yang sudah kotor karena kotoran orang kafir itu. Ia berkata, "Lihat, tamu Anda sudah melakukan sesuatu yang buruk." Nabi tersenyum dengan senyuman rahmatan lil 'alamin. Beliau berkata, "Ambillah ember air ke sini. Biar aku sendiri yang akan membersihkannya dengan tanganku."
Setiap sahabat meloncat dan berteriak, "Demi Tuhan, bukankah seluruh jiwa dari tubuh kami menjadi tebusan bagi engkau. Biarlah kami yang akan membersihkan kotoran ini. Serahkan ini kepada kami. Membersihkan kotoran ini adalah kerja tangan, bukan kerja hati. Wahai La 'Amruk (panggilan Allah Swt. kepada Nabi dalam QS Al-Hijr [15]: 72, yang artinya 'demi kehidupanmu'), wahai zat yang Tuhan bersumpah de- ngan kehidupannya, yang telah menjadikannya khalifah dan meletakkannya di atas singgasana, kami ini hidup untuk ber- bakti kepada engkau. Kalau engkau sendiri melakukan kebak- tian itu, lalu apa jadinya kami ini semua."
Nabi berkata, "Saya tahu, ini peristiwa yang luar biasa. Saya punya alasan untuk mencucinya dengan tangan saya sendiri."
Mereka menunggu seraya berkata, "Ini kata-kata Nabi. Pasti ada misteri dan hikmah di baliknya." Nabi sibuk membersihkan kotoran itu, dengan semata-mata memenuhi perintah Tuhan, bukan karena mengikuti secara taklid dan bukan mengharapkan pamrih; karena hatinya berkata, "Cucilah kotoran itu, karena di baliknya ada hikmah yang tersembunyi."
Orang kafir yang malang itu mempunyai azimat sebagai kenang-kenangan. Ketika melihat azimatnya hilang, ia tertahan sebentar. la berkata, "Kamar tempat saya tinggal tadi malam mestilah menyimpan azimat saya." Walaupun ia malu, kerasukannya akan azimat itu menghilangkan rasa malunya ꟷdan malu adalah sebuah Naga Perkasa yang bisa menyeret setiap orang.
Karena mencari azimat itu, berlarilah ia ke rumah Al-Mushthafa. Tiba-tiba ia melihat "tangan Tuhan" dengan penuh ceria membersihkan kotoran itu, tidak jauh dari tempatnya berada. Keinginan untuk memperoleh azimat hilang dari pikirannya, dan sebuah kegelisahan muncul dalam hatinya. la merobek-robek bajunya, memukul wajahnya dengan kedua tangannya, dan membenturkan kepalanya ke dinding dan pintu. Dalam keadaan seperti itu, darah mengalir dari hidung dan kepalanya.
Sang Pangeran Muhammad jatuh iba kepadanya. Orang kafir itu berteriak pilu. Orang-orang berkumpul di sekitarnya. Orang kafir itu menangis, "Hai manusia, dengarlah!" la pukul kepalanya sambil berkata, "Ah... kepala yang tidak memiliki pemahaman." la pukul dadanya seraya berkata, "Ah... dada yang tidak pernah mendapat cahaya." la menghempaskan dirinya dan berteriak, "Duhai Pangeran yang memiliki seluruh ini, bagian yang hina ini tak sanggup menahan rasa malu di hadapanmu. Engkau yang karenamu diciptakan seluruh alam semesta ini, yang seluruh alam semesta pasrah di hadapanmu. Aku ini hanya bagian kecil, seorang hina dina dan tidak mendapat petunjuk. Engkaulah sang keseluruhan, sekarang dengan penuh kerendahan hati bergetar di hadapan Tuhan. Sedangkan aku cuma noktah kecil, setiap hari menentang dan melawan Tuhan."
Setiap saat ia menengadahkan wajahnya ke langit, seraya berkata, "Aku tidak memiliki wajah lagi untuk melihat kepada-Mu, wahai kiblat dunia ini." Ketika ia gemetar, tak tepermanai di hadapan Al-Mushthafa, Al-Mushthafa menepukkan tangannya, kemudian menenangkan, membujuk, dan membuka mata orang itu, serta memberinya pengetahuan.
Kisah ini merupakan metafora. Pertama, bahwa Nabi datang untuk membersihkan kita dari kotoran-kotoran kita dengan tangannya yang mulia. Kedua, setelah mengeluarkan seluruh kotoran kita dan menyerahkan sepenuhnya kepada Rasulullah untuk membersihkannya, kita akan memperoleh kehidupan yang baru. Ketiga, bahwa setiap kehidupan ruhaniah yang baru harus disertai penderitaan dan tangisan.
Karena tangisan awan, taman pun tersenyum
Karena tangisan bayi, air susu pun mengalir
Pada suatu hari ketika bayi tahu cara, ia berkata
"Aku akan menangis agar perawat penyayang tiba"
Tidakkah kamu tahu bahwa Sang Perawat Agung
Tidak akan berikan susu jika kamu tidak meraung
Tuhan berfirman, "Menangislah sebanyak-banyaknya"
Dengarkan, anugerah Tuhan 'kan curahkan air susunya
Tangisan awan dan panas mentari
Adalah tiang dunia, rajutlah keduanya
Jika tak ada panas mentari dan tangisan awan
Mana mungkin bakal kembang semua badan
Mana mungkin musim silih berganti
Jika kemilau dan tangis ini berhenti
Mentari yang membakar dan awan yang menangis
Itulah yang membuat dunia segar dan manis
Biarkan matahari kecerdasanmu terus-menerus terbakar
Biarkan matamu, seperti awan, kemilau karena air mata yang keluar
Menangislah seperti rengekan anak kecil, jangan makan rotimu
karena roti jasmanimu akan mengeringkan air ruhanimu
Ketika tubuhmu rimbun dengan dedaunan yang subur
Siang malam batang ruhmu melepaskannya seperti musim gugur
Kerimbunan tubuhmu adalah kerontangan ruhmu
Segeralah, jatuhkan tubuhmu, tumbuhkan ruhmu!
Pinjami Tuhan, pinjamkan kerimbunan tubuhmu
Tukarkan dengan taman yang merekah dalam jiwamu
Berikan pinjaman, kurangi makanan badanmu
Biar tampaklah muka yang dulu tak terlihat matamu
Ketika badan mengeluarkan semua kotoran keji
Tuhan mengisinya dengan mutiara dan kesturi
Orang itu telah menukar kotoran dengan kesucian
Dari "Dia sucikan kamu", ia peroleh kenikmatan
-Rumi
Matsnawi, Buku Kelima 65-149
JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb
Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).