top of page
  • Writer's pictureAkhi

KHAIBAR: KEMENANGAN PASUKAN MUHAMMAD SAW.


Ratusan anak remaja Palestina melemparkan batu ke pasukan Israel. Mereka menggunakan ketapel-ketapel kecil. Yang dihadapi mereka adalah pasukan bersenjata mesin yang ringan dan yang berat. Mereka menyerang sambil berlari. Di sela-sela takbir mereka berteriak, "Khaibar, Khaibar, ya Yahud; inna jaisya Muhammad saya'ud" (Khaibar, Khaibar, hai Yahudi. Tentara Muhammad akan kembali). Teriakan itu adalah semboyan intifadhah - perlawanan Dawud melawan Jaluth. Ketika tentara Yahudi mematahkan tangan-tangan kecil itu, mereka masih berteriak, "Inna jaisya Muhammad saya'ud."


Remaja Muslim Palestina itu mengenang suatu peristiwa, ketika pasukan Rasulullah saw. menaklukkan benteng-benteng Yahudi di Khaibar pada tahun ketujuh Hijri. Khaibar adalah koloni Yahudi yang terletak di sebelah timur laut Madinah. Di sinilah Bani Nadhir berlindung setelah mereka gagal menimbulkan kekacauan di Madinah. Dari sini pula orang-orang Yahudi menghasut kabilah-kabilah Arab termasuk orang-orang Makkah untuk menyerang Madinah dalam perang Ahzab (Waktu itu, banyak kabilah bersekutu untuk mengepung dan memboikot Madinah). Ketika perang ini gagal, orang Yahudi menjadikan Khaibar sebagai markas untuk melakukan gerakan infiltrasi dan teror. Abul Haqiq, pemimpin mereka, menghasut Bani Fizarah untuk merampok unta-unta milik orang Madinah pada bulan Rabi'ul Awwal. Pada bulan berikutnya, Bani Ghathfan melakukan hal yang sama; selair. merampok, mereka membunuh dan melukai banyak penduduk desa di sekitar Madinah. Pada bulan Syawwal tahun yang sama, berdasarkan rencana yang didesain Yahudi Khaibar, Bani Ghathfan bersiap-siap menyerang Madinah lagi.


Rasulullah saw, mendengar rencana ini. Dengan pasukan berkekuatan 1.600 orang, 200 orang di antaranya berkuda, Nabi Muhammad saw. berangkat menuju Khaibar. Pasukan Nabi menaiki bukit-bukit yang terjal. Udara panas menyengat. Tengah malam mereka sampai di Raji', tempat yang terletak di antara Khaibar dan Bani Ghathfan. Pagi hari sekali, ketika orang-orang Yahudi hendak pergi ke perladangan mereka, mereka terkejut melihat pasukan Rasulllah saw. Mereka berlari kembali, memasuki benteng-benteng mereka sambil berteriak, "Pasukan Muhammad sudah datang!"


Khaibar Diserang

Lembah Khaibar diperlengkapi dengan sepuluh benteng yang kukuh; berdiri di puncak bukit-bukit batu yang terjal. Benteng benteng yang paling kuat ada empat: Al-Qamus, Al-Watibah, Al-Watih, dan Sulalim. Namun satu demi satu benteng itu direbut kaum Muslim. Orang-orang Yahudi akhirnya berkumpul di benteng Al-Qamus, benteng yang paling perkasa, menjulang di atas bukit batu yang tinggi. Di situ tinggal pemimpin Yahudi, Kinanah bin Rabi', cucu Abul Haqiq.


Melihat benteng Al-Qamus, Nabi Muhammad saw, berdoa supaya kaum Muslim diberikan kekuatan untuk menaklukkannya. Di atas batu, yang diberi nama Mansilah, Nabi saw. melakukan shalat setiap hari. (Kelak di atas batu yang sama, umat Islam membangun masjid untuk mengenang Rasul mereka). Ketika Nabi saw. sakit kepala, bendera diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar mencoba menyerang Al-Qamus, tetapi terpaksa mundur. Benteng itu sukar ditembus. Nabi saw, menyerahkan bendera kepada Umar bin Khaththab. Pasukan Umar juga dipukul mundur. Sementara itu perbekalan makin habis. Orang-orang Yahudi juga sudah menghancurkan ladang-ladang mereka, dalam rangka melaparkan kaum Muslim.


Menyaksikan kegagalan demi kegagalan itu, Nabi Muhammad saw. memanggil para sahabatnya. Dia bersabda, "Besok aku akan menyerahkan bendera kepada seseorang yang selalu menyerbu dan tidak pernah mundur, yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya. Allah akan memberikan kemenangan melalui kedua tangannya." Malam itu para sahabat tidak tidur, membicarakan siapakah gerangan orang yang mendapat kehormatan memegang bendera esok hari. Umar berkata, "Fa ma ahbabtu al-imarah gath qabla yawmaidzin." (Belum pernah aku begitu mengharapkan kepemimpinan seperti hari itu). Buraidah, sahabat lain berkata, "Setiap orang yang dekat dengan Rasulullah saw. waktu itu mengharapkan memegang bendera."


Esok harinya, pagi hari sekali para sahabat sudah berkumpul di sekitar Rasulullah saw. Semua menunggu siapa yang akan ditunjuk Nabi saw. Semua mata terpusat kepada Nabi. Semua telinga siap mendengar ucapan Nabi. Kedengaran Nabi bersabda, "Mana Ali bin Abi Thalib?" Orang-orang menyahut, "Ia sakit mata, ya Rasul Allah." Nabi saw. menyuruh Salmah bin Akwa' memanggil Ali. Ali datang dipapah Salmah. Ia sama sekali tidak sanggup membuka matanya. Badannya panas karena demam. Nabi saw. mengusapkan tangannya ke mata Ali seraya berdoa, "Ya Allah, hilangkanlah sakit mata, panas dan dingin dari Ali. Bantulah ia menghadapi musuh-musuhnya. Berikan kemenangan melalui kedua tangannya; karena ia hamba-Mu, yang mencintai-Mu dan mercintai Rasul-Mu. Ia penyerbu yang tak pernah mundur (karrar ghayr farrar)." Berkat doa Nabi saw. mata Ali sembuh seperti tidak pernah sakit sebelumnya. Dalam riwayat, sejak saat itu, Ali tidak pernah kepanasan di musim panas atau kedinginan di musim dingin.


Nabi saw. menyerahkan bendera pasukan kepada Ali. Rupanya inilah makhluk yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya ̶ pemuda yang berada di puncak kemudaannya. Nabi juga menyerahkan pedang Dzulfiqar kepadanya. Ali bertanya, "Ya Rasul Allah, apakah aku harus memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita?" "Berangkatlah," kata Rasulullah saw., "Datangilah tempat mereka. Serulah mereka kepada Islam. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan petunjuk kepada seseorang melalui usahamu, itu lebih baik daripada apa pun yang paling berharga di dunia ini."


Menyaksikan peristiwa ini, Hassan bin Tsabit, penyair Rasulullah saw. segera menggubah puisi:


Mata Ali sembab mencari penawar mujarab

Dengan ludahnya Rasul menyembuhkannya

Penuh berkah yang disembuhkan

Penuh berkah yang menyembuhkan

Sabdanya: Kuberikan bendera pada sang Perkasa

pecinta dan pelindung sang Rasul

Cintanya untuk Tuhanku dan la mencintainya

Allah runtuhkan benteng-benteng lewat tangannya

ketika tak seorang pun sanggup membobolnya

Itulah Ali, yang dipanggil Rasul wazir dan saudaranya


Ali berangkat dengan doa Rasul dan kaum Muslim. Ia menaiki bukit dan menancapkan bendera pasukan Muhammad saw. Ketika tentara Yahudi menyerang, Ali dan pasukannya menyambutnya dengan gagah berani. Ketika Al-Harits menantangnya duel (mubarazah), Ali menebaskan pedangnya dalam waktu yang cepat. Al-Harits, jago pedang itu tersungkur. Kakaknya, Marhab, maju ke depan. Tubuhnya besar, kukuh, seperti raksasa. la memakai berlapis-lapis baju besi. Kepalanya tertutup topi baja, yang diikat dengan dua buah serban. Di tengah-tengah serbannya ia menyimpan batu besar; melindungi kepalanya dari pedang musuh. Ia membawa dua bilah pedang dan sebuah tombak. Di hadapan Ali ia bersajak:


Seluruh Khaibar tahu akulah Marhab

Berlapis senjata prajurit perkasa

Bila api peperangan telah bernyala

Tombak dan pedangku membabibuta.


Ali menjawab puisi itu dengan puisi lagi:


Akulah yang disebut ibuku Sang Singa

Singa belantara bertaring tajam

Kan kurobek tubuhmu tanpa ampunan.


Ali meloncat. Pedang dan pedang bertemu. Kilatan api memancar dari senjata yang beradu. Tiba-tiba terdengar ledakan dahsyat. Pedang Ali membelah batu di atas kepala Marhab, masuk jauh ke dalam sampai ke gerahamnya, dan memisahkan kepala Marhab menjadi dua. Kaum Muslim serentak mengucapkan Allahu Akbar.


Orang-orang Yahudi ketakutan. Mereka memasuki benteng. Ketika Ali menyerbu, seorang Yahudi berhasil memecahkan perisainya. Ali mendobrak pintu benteng. Ia menggunakan pintu itu sebagai tamengnya. Ketika para sahabat Nabi saw. tertahan dengan parit yang mengitari benteng, Ali mengggunakan pintu itu sebagai jembatan. Tepat seperti yang dinubuatkan Rasulullah saw., benteng Khaibar jatuh ke tangan umat Islam. Orang-orang Yahudi bertekuk lutut.


Ketika Ali kembali, Nabi saw. memeluk dan mencium dahinya, seraya mengatakan bahwa Allah dan Rasul-Nya meridhai perjuangan Ali. Pemuda Ali menangis. Menangis bahagia karena telah memberikan sumbangan paling berharga bagi kemenangan Islam.


Lebih dari seribu tahun sesudah itu, pemuda-pemuda Palestina mendengar kisah ini. Mereka bangkit. Mereka menuntut hak-hak mereka di tengah-tengah benteng Yahudi terbesar di abad ini ̶ yakni, Israel. Mereka berjuang bukan lagi karena semangat kebangsaan. Semboyan mereka bukan lagi kemegahan bangsa Palestina. Semboyan mereka semboyan Islam. Mereka adalah Ali-Ali yang baru, yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai Allah dan Rasulnya. Ali-Ali lain akan muncul di bagian dunia Islam yang lain, insya Allah. Khaibar, Khaibar, Ya Yahud. Inna Jaisya Muhammad sayaud.



JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

7 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page