Akhi
Komunikasi dalam Keluarga
Di dalam ilmu komunikasi, dan pada buku-buku teks komunikasi yang mutakhir, dibicarakan communication in the family, yang merupakan bagian dari komunikasi interpersonal. Di Amerika Serikat, kursus yang menjelaskan komunikasi dalam keluarga, laku seperti kacang goreng. Orang-orang menghadiri kursus seperti itu dan mau membayar cukup mahal. Hal ini merupakan indikator adanya krisis yang terjadi pada keluarga di Amerika Serikat sekarang ini. Seperti yang kita ketahui, data statistik menyebutkan bahwa satu dari tiga pernikahan di Amerika Serikat berakhir dengan perceraian. Di negara bagian California, misalnya, satu dari dua pernikahan berakhir dengan perceraian. Itu baru perceraian yang disebut divorce. Sedangkan perceraian semu-- suami-istri berkumpul dalam satu rumah tapi sudah tidak berhubungan satu sama lain-kalau dihitung mungkin lebih banyak lagi.
Dalam buku ini, saya hanya menyampaikan pengantar singkat aspek-aspek komunikasi dalam hubungan kekeluargaan. Terdapat beberapa asumsi tentang hubungan keluarga dan struktur hubungan dalam keluarga. Asumsi yang pertama, hubungan antara suami istri, ayah, anak dan sebagainya, itu merupakan proses. Jadi, relationship bukan being tapi becoming, sebuah proses pertumbuhan yang terus-menerus. Oleh sebab itu, di dalam relationship selalu terkandung makna perubahan yang terus menerus terjadi. Asumsi yang kedua, hubungan dalam keluarga ini sangat ditentukan oleh keterampilan komunikasi di dalam menghadapi perubahan-perubahan struktur hubungan itu. Marilah kita mulai dengan struktur keluarga.
Struktur Hubungan Keluarga
Dalam struktur hubungan keluarga, sepasang suami istri biasanya memilih tiga struktur berikut ini. Pertama, struktur komplementer, dan ini sering disebut dengan pola keluarga tradisional. Pada struktur keluarga seperti ini ada dua pihak yang menjalankan peran yang tidak sama. Masing-masing menekankan ketidaksamaan itu. Setiap pihak tidak bisa hidup tanpa kehadiran pihak lain. Struktur ini bertentangan dengan asumsi sebagian orang yang mengatakan bahwa keluarga itu akan baik apabila kedua belah pihak, suami istri, mempunyai banyak kesamaan, similarity. Dalam struktur komplementer, kesamaan justru merusak hubungan suami istri. Misalnya dua-duanya sama-sama pendiam, atau sama-sama pemarah. Yang satu pemarah kepala batu, yang lain juga pemarah kepala batu. Tentu keluarga seperti itu tidak akan damai. Walhasil, tidak betul anggapan bahwa keluarga yang memiliki banyak kesamaan relatif stabil.
Dari sekian banyak penelitian ditemukan bahwa struktur keluarga yang terjamin stabilitasnya adalah struktur keluarga tradisional, struktur komplementer. Suami, misalnya, memainkan peran sebagai pencari makan, pencari nafkah, atau pekerja sosial lainnya. Istri berperan sebagai pengurus rumah tangga, yang memlihara anak-anak, yang mengerjakan pekerjaan di rumah. Nah, seperti saya katakan, struktur komplementer ini sangat stabil karena istri membutuhkan kehadiran suami, seperti juga suami memerlukan kehadiran istrinya.
Struktur keluarga seperti ini memang dikritik oleh orang-orang sekarang karena, menurutnya, salah satu karakteristik komplementer ialah adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang. Ada power relationship yang tidak seimbang. Ada satu pihak yang memiliki kekuasaan lebih banyak daripada pihak lain. Dalam struktur keluarga tradisional, biasanya, suami memiliki lebih banyak kekuasaan ketimbang istri.
Tapi ingat, sekali lagi, suami tidak bisa hidup tanpa peran yang dimainkan oleh istrinya. Misalnya, hubungan saya dengan istri saya itu sangat tradisional. Kami mengembangkan struktur komplementer. Istri saya serahi seluruh kekuasaan di rumah, termasuk menata interior design, memasak, mengurus anak-anak, mengurus perbelanjaan, dan mengatasi masalah-masalah rumah. Setiap bulan saya serahkan seluruh uang saya kepada istri. Di rumah saya sangat bergantung kepada istri saya. Misalnya saya mau pergi, istri saya yang menyediakan kaus kaki, menyediakan sepatu. Saya sendiri sering tidak tahu di mana sepatu saya, di mana kaus kaki saya. Apa yang harus saya pakai semua disediakan oleh istri.
Mungkin orang lain akan menganggap struktur itu memperbudak wanita karena istri saya harus melayani seluruh kepentingan suaminya. Tetapi saya sering mengatakan kepada istri saya, dalam posisi seperti itu, sebetulnya sayalah yang diperbudak dan bukan memperbudak karena saya amat bergantung pada kehadiran istri. Jadi, saya katakan kepada istri saya, "Anda orang yang sangat cerdas, sebab sebetulnya Andalah yang mendominasi saya sehingga saya sangat bergantung kepada Anda." Hal-hal yang kecil seperti yang disebutkan tadi sebenarnya menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
Orang sering mengkritik model keluarga seperti ini. Tetapi sebaiknya kita ambil contoh bagaimana seorang istri yang sudah mulai modern dan melakukan emansipasi. Mereka meninggalkan struktur yang komplementer ini dan mulai beralih ke struktur simetris.
Ada seorang istri menulis surat dalam sebuah harian berita. Ia bercerita betapa dirinya merasa tidak berarti di rumah. Dia merasa pembantunya lebih berharga daripada dia. Jika anaknya memerlukan sesuatu, yang dicari adalah pembantu. Demikian juga suami, jika memerlukan sesuatu, pembantunya yang ditanya. Istrinya hampir tidak pernah diperhatikan. Mengapa, karena pembantulah yang melayani seluruh keperluan keluarga itu, sehingga pembantu mempunyai posisi yang sangat menentukan. Kalau pembantu itu tidak ada, keluarga menjadi kacau. Karenanya, si istri sendiri merasakan eksistensinya tak begitu penting di rumah sebab tanpa kehadirannya semua bisa berjalan. Mungkin, sekarang, si pembantulah yang merasakan eksistensinya di rumah tangga sebab tanpa kehadirannya, rumah tangga itu bisa kacau.
Struktur komplementer ada juga kelemahannya walaupun sangat stabil. Salah satu kelemahan struktur komplementer tampak apabila keluarga ini dipisahkan secara tiba-tiba. Mereka akan mengalami kesulitan. Contohnya kalau salah satu pihak meninggal dunia, maka sukar sekali bagi pihak yang lain untuk memperoleh keseimbangan psikologi kembali karena telah tercipta saling kebergantungan emosional yang sangat kuat. Hilangnya salah satu pihak menyebabkan tidak seimbangnya struktur psikologis pihak yang lain. Jadi, jika suami meninggal dunia, istri tidak tahu bagaimana harus mengurus keluarganya, bagaimana ia harus mencari uang untuk membiayai keluarganya karena seluruh urusan nafkah diserahkan sepenuhnya kepada suami. Kemandirian masingmasing pihak ini sangat berkurang.
Yang kedua, struktur simetris. Ini sering disebut struktur keluarga modern. Suami dan istri memasuki pernikahan seperti memasuki sebuah kontrak, dan mereka umumnya merumuskan kontrak itu secara tertulis. Contohnya kontrak suami-istri yang dilakukan di Amerika Serikat. Mereka membuat sebuah kontrak perjanjian bersama. Di antara keduanya ada power yang seimbang. Keduanya bisa memutuskan kehendaknya sendiri, keduanya bebas dalam kemandiriannya. Di sini unsur otonomi lebih dominan daripada unsur relationship. Si istri bisa menyimpan uang, membelanjakan sendiri atau menyimpan sendiri, sementara suaminya juga begitu. Masing-masing mempunyai kehidupan sendiri-sendiri. Mereka diikat oleh sebuah kerja sama yang disebut sebagai kontrak keluarga. Istri bisa mengejar karier tanpa dihalangi suami. Efek negatifnya, suami juga dapat mengejar wanita lain tanpa dihalangi oleh istrinya. Meskipun ada hal-hal yang mereka setujui, yang mengikat mereka.
Struktur simetris ini cenderung tidak stabil, bahkan biasanya tidak tahan menghadapi guncangan yang terjadi pada kehidupan keluarga. Misalnya ketika menghadapi persoalan besar di lingkungan keluarga, masing-masing pihak cenderung menyelesaikan persoalannya itu sendiri-sendiri. Padahal persoalan itu adalah persoalan bersama, yang harus diselesaikan secara bersama. Struktur simetris ini tampaknya bagus untuk pertumbuhan individual setiap anggota keluarga, tetapi tidak bagus menghadapi krisis keluarga. Karenanya, struktur simetris kurang tahan menghadapi guncangan keluarga. Begitu menurut beberapa hasil penelitian. Kita boleh setuju boleh tidak.
Ketiga, struktur paralel, gabungan antara struktur komplementer dan struktur simetris. Meskipun saya tidak tahu pasti bagaimana bentuknya, yang jelas kedua pihak berada dalam hubungan komplementer, saling melengkapi, saling bergantung, tetapi dalam waktu yang sama mereka memiliki beberapa bagian dari perilaku kekeluargaan mereka yang mandiri. Jadi, masing-masing memilih bagian-bagian yang mandiri, dan itu biasanya dilakukan lewat negosiasi. Misalnya, istri meminta, dalam masalah-masalah tertentu bebas melakukan sesuatu, begitu pula dalam masalah yang lain harus ada persetujuan bersama. Dengan kata lain, ada bagian dari hubungan itu yang komplementer dan ada bagian yang simetris.
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam)dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari, SMP Plus Muthahhari, SMP Bahtera, dan SMA Plus Muthahhari).