top of page
  • Writer's pictureAkhi

KOMUNIKASI UNTUK KECERDDASAN SPIRITUAL

Updated: Jul 18



Franz Kafka disebut sebagai salah seorang raksasa dalam kesusastraan dunia. Karya-karya sastranya yang menggabungkan situasi realistis dengan situasi yang membingungkan, tidak logis, dan ganjil melahirkan istilah "kafkaesque". Tetapi, di balik sukses kehidupannya, tersembunyi sosok yang penuh penderitaan dan ketakutan. Ia tidak pernah bisa mempertahankan hubungan cinta kasih dengan orang lain dalam waktu yang lama. Ia dihantui rasa bersalah, depresi, dan kecemasan yang berkepanjangan. Ia menuding komunikasi ayahnya sebagai sebab semua deritanya. Kafka memang meninggal karena TBC, tapi TBC-nya diduga berasal dari kepedihan hati akibat "pendidikan" orangtuanya. Dalam salah satu surat kepada ayahnya, yang tidak pernah ia kirimkan, ia menyentuh kita orangtua dari anak-anak kita:


"Aku anak pemalu. Walaupun begitu, sebagaimana kanak-kanak lainnya, aku bandel. Aku yakin ibuku juga ikut merusakku. Tapi aku pikir aku tidak terlalu sulit untuk diatur. Aku tidak percaya kalau kata-kata manis, memegang tangan dengan lembut, pandangan yang ramah tidak mampu membuatku melakukan apa yang mereka inginkan dariku.


"Sungguh, sebenarnya engkau orang yang pemurah dan baik hati (yang segera aku ceritakan tidak bertentangan dengan pernyataan ini. Aku hanya bicara tentang kesan yang kau berikan pada anak-anakmu). Tapi tidak setiap anak punya keberanian dan ketabahan untuk mencari sampai menemukan kebaikan hati di balik apa yang tampak. Kau perlakukan anak hanya dengan cara yang sesuai dengan kepribadianmu: yaitu dengan keras, hiruk-pikuk, dan penuh amarah. Tampaknya juga perilaku seperti ini sangat tepat bagimu, karena. kau ingin membesarkan aku supaya menjadi anak yang kuat dan berani.


"Ini hanyalah permulaan kecil. Namun, rasa tidak berarti yang selalu menguasaiku (rasa yang dalam situasi lain, harus diakui, juga rasa yang mulia dan bermanfaat) kebanyakan berasal dari pengaruhmu. Yang aku butuhkan adalah sedikit dorongan, sedikit keramahan, sedikit kemauanmu membiarkan jalanku terbuka, bukan menutup jalanku, walaupun tentu saja engkau bermaksud agar aku mengambil jalan yang lain. Tapi aku tidak pas untuk jalan itu. Kau berikan semangat kepadaku, misalnya, ketika aku memberi hormat dan berbaris dengan sempurna, tapi aku tidak ingin menjadi tentara. Kau berikan semangat padaku ketika aku mampu makan dengan lahap atau minum bir bersama makananku, atau ketika aku mampu mengulangi lagu, melagukan apa yang tidak kupahami, atau berkicau dengan ungkapan kesenanganmu, menirumu. Tapi semuanya ini tidak ada hubungannya dengan masa depanku.


"Ini semua jelas ciri khasmu, bahkan sekarang pun kau dorong aku untuk melakukan sesuatu yang kamu terlibat di dalamnya. Atau ketika yang terancam adalah harga dirimu, yang kurusakkan (misalnya, dengan rencana perkawinanku) atau yang merusakku (seperti ketika Papa melecehkan aku). Di situlah aku mendapat dukungan, aku diingatkan pada harga diriku, pertandingan yang akan kulakukan diarahkan kepadaku, dan Papa jelas-jelas dimaki. Namun, di samping kenyataan bahwa pada usiaku sekarang, aku hampir tidak tergerak oleh dorongan apa pun-apa arti semuanya bagiku?-jika dorongan itu hanya datang pada urusan-urusan yang sama sekali bukan urusanku.


"Pada saat seperti itu, dan pada saat setiap kali aku memerlukan dorongan, aku direndahkan hanya dengan kehadiranmu. Aku ingat, sebagai contoh, betapa sering kita membuka baju di tempat mandi yang sama. Di situ aku, kurus kering, lemah, kerdil; dan kau perkasa, tinggi, dan besar. Bahkan di dalam kamar mandi aku merasa sebagai makhluk yang merana, bukan saja dalam pandanganmu, tapi lebih-lebih, dalam pandangan seluruh dunia. Karena bagiku, engkau adalah ukuran segala sesuatu. Setelah itu, kita keluar kamar mandi dan di hadapan banyak orang kau pegang tanganku, kerangka kecil, limbung, telanjang kaki di atas papan, takut air, tidak mampu meniru gaya berenangmu. Lalu dengan maksud baik-tapi sebetulnya menghinakanku-kau terus-menerus mempertontonkannya. Pada saat seperti itu, aku sangat putus asa. Pada saat itulah semua pengalaman burukku dalam berbagai bidang berjalin-berkelin dan....


"Di samping itu, ada pula dominasi intelektualmu. Kau telah naik ke tempat tinggi dengan hanya energimu. Akibatnya, kau punya keyakinan tidak terbatas akan kebenaran pendapatmu. Itu tidak terlalu membingungkanku pada waktu kecil dan remaja. Dari singgasana kerajaanmu, kau memerintah dunia. Pendapatmu selalu benar, pendapat yang lain semuanya gila, liar, tidak normal. Kepercayaan dirimu sungguh besar sehingga kamu tidak perlu konsisten-kamu selalu benar. Kadang-kadang kau tidak punya pendapat tentang sesuatu. Sebagai akibatnya, kau anggap semua pendapat yang ada pasti salah, tanpa kecuali. Kau mampu menyalahkan orang Ceko, lalu orang Jerman, lalu Yahudi, dan lebih-lebih lagi, kau salahkan semua dalam segala hal. Semua orang salah kecuali kamu. Bagiku, kau ambil semua sifat keras para tiran yang hak-haknya didasarkan pada orang, bukan pada akal sehat. Paling tidak itulah tampak bagiku."


(Setelah itu, Kafka menggambarkan kebenciannya pada semua yang berasal dari atau berkaitan dengan ayahnya. Ia tidak suka bisnis yang dikelola bapaknya. Ia ingin mencari kehidupan yang berbeda dengan kehidupan bapaknya. Ia bahkan tidak suka dengan keberagamaan bapaknya, yang menganut agama Yahudi. Ia juga menisbahkan kegagalan dalam menjalin hubungan hangat dengan orang lain pada caranya ayahnya memperlakukan dia.)


Surat Kafka dengan sangat bagus menggambarkan sejenis komunikasi yang disebut Gibb sebagai "defensive communication" (komunikasi defensif). Dr. Jack Gibb menulis makalah dalam bentuk stensilan; tapi inilah tulisan Gibb yang paling banyak tersebar. Menurut Gibb, komunikasi defensif adalah komunikasi yang dilakukan bukan sekadar menyampaikan pesan, tetapi terutama sekali untuk menunjukkan dominasi, kekuasaan, atau serangan terhadap apa yang dianggap mengancam ego. Secara sederhana, komunikasi defensif mengandung pesan

yang menyakitkan. Messages that hurt!


Luka karena tusukan pisau dapat disembuhkan dengan cepat. Luka karena komunikasi defensif bisa terasa pedih sepanjang hayat, seperti yang dialami Kafka. Peri bahasa Jerman mengatakan Bose Disteln stechen sehr, bose Zungen stechen mehr. Semak berduri sangat menusuk, tapi kata-kata buruk jauh lebih menusuk. Apa akibatnya kalau anak-anak mengalami tusukan komunikasi defensif? Tengoklah Kafka dalam cerita di atas.


Pertama, komunikasi defensif ayahnya menyebabkan Kafka gagal dalam hubungan interpersonal, dalam menjalin persahabatan dan kasih sayang.

Kedua, komunikasi defensif memenjarakan Kafka dalam perasaan bersalah.

Ketiga, komunikasi defensif meruntuhkan kepercayaan dirinya. Anda tahu apa akibat self-esteem yang rendah pada kesehatan mental.

Keempat, komunikasi defensif dapat menyebabkan depresi dan dendam; dan dengan begitu, merampas hak orang untuk menikmati kebahagiaan.

Kelima, sebagaimana terbukti dari kasus Kafka dan penelitian-penelitian lainnya dalam psikologi agama, komunikasi defensif memorakporandakan keyakinan agamanya. Sangat sukar bagi seorang anak untuk membayangkan Tuhan yang Mahakasih ketika berhadapan dengan orangtua yang selalu menyakiti hatinya. Boleh jadi orang tua itu mencintai anaknya, tetapi komunikasi yang dipergunakannya dapat menutupi cintanya itu; dan bahkan bisa menimbulkan kesan kebencian.


Paul Vitz melacak riwayat hidup tokoh-tokoh ateis dunia. Ia menemukan bahwa hampir semuanya punya hubungan buruk dengan ayahnya. Dengan perkataan lain, kecerdasan spiritual anak dapat terhambat karena komunikasi defensif yang dilakukan oleh salah satu atau (apalagi) kedua orangtuanya. Sebaliknya, penggunaan komunikasi suportif akan melejitkan potensi spiritual anak. Hasil-hasil penelitian Segrin (2000) menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi interpersonal yang ditengarai berhubungan dengan komunikasi suportif menimbulkan "prophylactic effect"; artinya, mereka lebih tahan akan akibat-akibat buruk krisis kehidupan. Begitu pentingnya keterampilan komunikasi ini, sehingga seorang peneliti komunikasi, Argyle (1999:142) menyimpulkan: "Saya ingin agar latihan keterampilan ini lebih luas disebarkan ke masyarakat. Sekarang kita tahu bahwa terampil dalam komunikasi adalah sumber kebahagiaan." Hybels dan Weaver (1998: 5) secara singkat menyimpulkan: "To live, then, is to communicate. To communicate effectively is to enjoy life more fully" (Hidup berarti berkomunikasi. Berkomunikasi secara efektif berarti menikmati hidup secara lebih penuh.)


Saya juga menyimpulkan bahwa komunikasi suportif membuat kita lebih sehat dan lebih bahagia. Dalam hubungan dengan sesama manusia, komunikasi suportif mengembangkan sikap saling menghormati, mencintai, dan menerima. Kecerdasan spiritual, yang mengangkat manusia dari bumi individual ke aras transendental, harus melewati langit sosial. Di antara salah satu karakteristik orang yang cerdas spiritual ialah perkhidmatannya kepada sesama manusia. Perkhidmatan hanya dapat dilakukan oleh orang yang memiliki keterampilan sosial. Komunikasi suportif mendekatkan orang, komunikasi defensif menjauhkannya. Kita mulai dengan komunikasi defensif. Kita akhiri dengan komunikasi suportif. Tentu saja, pembicaraan kita terfokus pada komunikasi dengan anak-anak. JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

28 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page