Akhi
Laila Majnun: Kekasih dan Pencinta

Sekarang saya akan mendefinisikan cinta dengan kisah Laila - Majnun. Mungkin cinta bisa dipahami lebih konkret lagi lewat cerita Hakim Nizhami ini.
Alkisah, pada zaman dahulu, dari suku Bani Amir, salah satu suku di Jazirah Arabia, ada satu pasangan keluarga yang tidak dianugerahi anak. Mereka mendatangi berbagai tabib agar bisa mendapatkan keturunan. Singkat cerita, akhirnya Tuhan menganugerahkan anak kepada mereka. Anak itu sangat tampan, dicintai oleh setiap orang. Matanya cokelat, rambutnya hitam. la diberi nama Qais. Seperti kebiasaan suku- suku pada zaman itu, anak tersebut dikirim ke sekolah khusus bangsawan. Di sekolah khusus itu, masuk juga anak kepala suku yang lain. Ia seorang perempuan cantik jelita. Rambutnya hitam legam. Matanya pun hitam, sehitam malam hari. Sebab itulah ia dijuluki Laila. Laila dan Qais menjadi teman sekelas.
Sejak pertemuan mereka yang pertama, mereka saling tertarik satu sama lain. Dalam perjalanan waktu, api cinta itu timbul, makin menyala. Dan kemudian, bagi mereka, sekolah bukan lagi tempat belajar, melainkan "mahal al-liqa", tempat pertemuan mereka berdua. Ketika guru sedang memberikan pelajaran, mereka saling memandang. Ketika ada waktu untuk menulis pelajaran, masing-masing menuliskan nama kekasihnya. Tidak ada orang lain. Seluruh dunia ini seakan-akan hilang; seakan-akan dunia ini hanya didiami oleh mereka berdua. Mereka tuli untuk mendengar suara yang lain, selain suara kekasihnya.
Akhirnya, orang-orang tahu bahwa di antara mereka berdua ada kisah cinta. Mulailah orang-orang membicarakan mereka sehingga akhirnya pembicaraan itu sampai ke telinga orangtua Laila. Orangtua Laila beranggapan bahwa cinta yang ditampakkan oleh putrinya itu merupakan kejahatan, menodai kehormatan ayahnya sebagai kepala suku.
Lalu orangtua Laila datang ke sekolah, meminta agar Laila dikeluarkan. Akhirnya, Laila tidak pernah lagi datang ke sekolah. Begitu Laila "hilang" ꟷ dalam tasawuf, ada suatu maqâm yang disebut absence, ketidakhadiran; maqam ini merupakan siksaan yang paling besar bagi seorang pencinta, yakni ketika sang kekasih tidak lagi hadir ꟷ berubahlah tingkah laku Qais. Mengetahui Laila tak lagi datang ke sekolah, ia pun akhirnya meninggalkan sekolahnya. Ia mengembara di jalan-jalan, menyebut-nyebut nama Laila, dengan berjalan terseok- seok. Ia menulis puisi untuk Laila dan membacakannya sepanjang perjalanan. Ia tidak berbicara apa pun kecuali tentang Laila. Ketika orang lain mengajaknya berbicara, ia tidak pernah menjawabnya kecuali kalau orang itu membicarakan Laila. Tingkah seperti itu membuat orang-orang menertawakan Qais, bahkan menyebutnya gila. Sejak itulah, nama Qais hilang, digantikan dengan nama Majnun (orang gila).
Karena banyak orang mengganggunya, mengalihkan perhatiannya dari Laila, Majnun memutuskan untuk meninggalkan masyarakat sama sekali. la tinggalkan kampung halaman, orangtua, dan sahabat-sahabatnya. Ia pergi ke sebuah puncak bukit di dekat desa Laila. Di bukit itu, ia bangun sebuah gubuk. Dan melalui jendela kecil gubuk itu, ia pandangi rumah Laila.
Sepanjang hari, Majnun duduk di depan gubuknya. Di dekat selokan kecil yang mengalir ke rumah Laila, setiap hari ia petik sekuntum bunga. la alirkan bunga itu lewat selokan, dengan harapan di seberang sana Laila menangkap pesan kecintaannya. Ia berbicara kepada burung-burung, meminta mereka untuk terbang ke rumah Laila dan mengatakan kepadanya bahwa Majnun tidak jauh darinya. Ketika angin bertiup dari rumah Laila ke bukit itu, ia hirup angin itu dengan hirupan yang panjang, karena angin itu berasal dari kampung Laila. Kalau ada anjing yang tersesat datang dari kampung Laila, ia pelihara anjing itu baik-baik. la rawat dan ia cintai anjing itu layaknya binatang suci sampai anjing itu meninggalkannya. Apa saja yang datang dari tempat sang kekasih, ia cintai dan sayangi, sama seperti cintanya kepada sang kekasih.
Bulan berlalu. Majnun tidak melihat sedikit pun jejak- jejak Laila. Kerinduannya makin bertambah. Ia mulai merasa bahwa ia takkan dapat hidup lagi, tanpa sempat melihat wajah Laila.
Kawan-kawannya mendengar penderitaan Majnun. Suatu saat, mereka datang dan membuat rencana untuk mempertemukan Majnun dan Laila. Rencananya sangat bagus. Kawan-kawannya semua menyamar sebagai perempuan yang berkunjung ke rumah Laila.
Kita belum bercerita tentang Laila. Sejak meninggalkan sekolah, Laila tidak berbuat apa pun kecuali menyebut nama Qais. Dan aneh, setiap kali mendengar burung berkicau di dekat rumahnya, ia mendengar suara Qais, la juga sering melihat bunga-bunga hutan yang dialirkan lewat selokan. la merasakan seakan-akan bunga-bunga itu adalah surat yang dikirimkan oleh Qais. Ia tidak pernah membicarakan Qais kepada siapa pun, bahkan kepada teman terdekatnya sekalipun. Jadi, kalau kecintaan Majnun diumumkan kepada semua orang, sebaliknya kecintaan Laila disembunyikan dalam-dalam di hatinya. Ia tidak ingin siapa pun mendengar jeritan cintanya.
Pada suatu hari, Majnun diantarkan oleh kawan-kawannya mendatangi kamar Laila, dengan menyamar sebagai perempuan. Kawan-kawannya menjaga di luar. Dan entah bagaimana, Laila pun merasakan bahwa pada hari itu akan ada kunjungan dari Qais. Karena itu, ia segera berhias dengan hiasan yang luar biasa. Laila menunggu di dekat pintu. Ketika Majnun masuk, Laila terpukau diam, seakan-akan tak percaya bahwa Majnun betul-betul datang untuknya. Majnun berdiri di pintu untuk beberapa detik, mereguk kenikmatan kerinduan yang sudah sekian lama. Ia tidak berkata apa-apa. Akhirnya, mereka berduaan. Tidak ada yang terdengar, kecuali detak jantung sang kekasih. Mereka saling memandang satu sama lain, tidak sadar akan berlalunya waktu. Pada saat yang sama, salah seorang pembantu di rumah itu memerhatikan ada perempuan tak dikenal berdiri mematung di depan kamar Laila. Segera ia mencurigainya. Akhirnya, pemilik rumah diberi tahu, dan pertemuan itu pun dibubarkan.
Sekarang kita bercerita tentang ayah Majnun yang kebingungan oleh perilaku anaknya, apalagi anaknya sudah digelari Majnun, si Orang Gila. Ia berpikir semestinya Qais dikawinkan saja agar kegilaannya hilang. Lalu ia datang melamar Laila. Sebagai kepala suku terhormat, ia berkata kepada ayah Laila, "Saya pikir, ada dua hal yang menentukan kebahagiaan, yaitu anak dan kekayaan. Anak saya sangat mencintai anak Anda, dan kekayaan saya akan saya berikan kepadanya." Ayah Laila menjawab, "Saya tidak berkeberatan anak saya menikah dengan Qais. Saya tahu, dia anak mulia. Tapi, setiap orang tahu bahwa ia gila. Ia berpakaian seperti pengemis. Mungkin ia sudah tidak mandi selama bertahun-tahun. la hidup bersama binatang dan menjauhi orang banyak. Katakan kepadaku, sahabat, kalau engkau mempunyai anak gadis sepertiku, maukah engkau mengawinkannya dengan orang gila seperti anakmu?" Alhasil, lamaran itu ditolak.
Namun, orangtua Qais berusaha untuk menyembuhkan kegilaan Qais. Dalam pikiran mereka, mungkin penyakit Qais akan sembuh dengan pergi haji. Dibawalah Qais untuk pergi haji. Di Baitullah, Majnun berdoa sambil menangis, "Duhai Yang Paling Terkasih, Raja dari segala raja. Engkaulah yang menurunkan rasa cinta. Saya hanya memohon satu hal kepada-Mu. Angkatlah cinta saya setinggi-tingginya sehingga sekiranya saya binasa sekalipun, cinta saya dan kekasih saya tetap abadi." Mendengar doa itu, bapaknya jatuh pingsan. Alih-alih sembuh, malah kegilaan anaknya bertambah parah.
Setelah naik haji, Majnun tinggal di sebuah reruntuhan rumah. Rambutnya panjang. Ia hidup dengan binatang. la nyanyikan kecintaannya kepada binatang-binatang itu. Dari kecintaannya kepada Laila, ia mencintai seluruh binatang yang ada di rimba raya itu. Bahkan, tidur pun ia bersama binatang buas. Binatang buas pun bisa dilunakkan oleh hati yang dipenuhi cinta.
Singkat cerita, Laila dijodohkan oleh orangtuanya dengan seorang kaya raya. Ibn Salam namanya. Tapi, Laila mengatakan kepadanya bahwa ia tidak bisa menyentuh Laila sedikit pun karena jiwanya tidak terletak di situ. Sekali lagi, Laila tidak menceritakan cintanya kepada Qais, la sembunyikan cintanya dalam hatinya. Dan suaminya tidak mau mengganggunya. Ia tidak ingin memiliki Laila dengan paksa. Ia berharap, suatu saat Laila akan menyerah.
Ketika berita pernikahan Laila sampai kepada Majnun, ia menangis sepanjang hari. la menyanyikan lagu-lagu yang begitu mengharukan. Binatang-binatang pun menangis mendengarnya. la terus-menerus tinggal di reruntuhan. Perasaannya kepada Laila tidak pernah berubah. Bahkan, cintanya semakin bertambah. Kemudian, Majnun mengirim surat ucapan selamat kepada Laila: "Semoga kebahagiaan di seluruh alam semesta diberikan kepadamu. Aku tidak meminta apa pun sebagai tanda kecintaanmu. Aku hanya meminta satu hal: ingatlah namaku, walaupun engkau sudah memilih orang lain sebagai teman dekatmu. Jangan kau lupakan, ada seseorang di tempat lain yang sekiranya tubuhnya dirobek-robek sekalipun, ia akan tetap menyebut namamu: Laila ...."
Sebagai jawaban, Laila mengirimkan satu antingnya sebagai tanda kecintaannya. Dalam suratnya, Laila menulis, "Aku tidak pernah ingat satu saat pun dalam hidupku yang kosong dari mengingatmu. Aku sudah menyimpan kecintaanku dalam batinku begitu lama tanpa mampu menceritakannya kepada siapa pun. Sementara engkau teriakkan kecintaanmu kepada seluruh dunia, aku simpan nyala api cintaku jauh di dalam hati, padahal engkau bakar seluruh tempat dengan api cintamu. Aku sekarang menghabiskan waktu dengan seseorang, padahal jiwaku sepenuhnya diberikan kepada orang lain. Katakan kepadaku, wahai Kekasih, siapakah yang paling gila di antara kita dalam bercinta: kau atau aku?"
Laila menderita kecintaan dan kerinduan yang tidak tertanggungkan. Akibatnya, ia menderita batuk yang tidak pernah bisa disembuhkan. Laila meninggal dunia. Menjelang akhir hayatnya, ia sempat memandang ke pintu tempat Majnun pernah datang ke kamarnya. Dan... ia pun mengembuskan napasnya yang terakhir. Diam-diam, ia menggumamkan kata: Majnun....
Berita tentang kematian Laila menyebar, dan akhirnya sampai juga ke telinga Majnun. Mendengar berita itu, Majnun pun jatuh pingsan. Beberapa hari ia tak sadarkan diri. Ketika sadar, dengan tertatih-tatih, ia datang ke kuburan Laila. Di situ ia menangis berhari-hari sampai akhirnya Tuhan mengambil nyawanya. Tubuh Majnun tergeletak di kuburan Laila selama setahun. Tidak ada orang yang tahu. Sampai ketika diadakan haul kematian Laila, orang-orang datang ke kuburan, dan menemukan mayat Majnun di atas pusara Laila. Mayat Majnun akhirnya dikuburkan bersama dengan mayat Laila dalam satu kubur, di tempat yang sama. Di tempat yang abadi itulah, keduanya bertemu.
Sebagai akhir cerita, ada seorang sufi bermimpi melihat Majnun berada di samping Tuhan, dan Tuhan membelai-belai kepalanya dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Majnun disuruh duduk di samping Tuhan, kemudian Tuhan berkata kepadanya, "Tidakkah engkau malu memanggil Aku dengan nama Laila setelah kau teguk anggur cinta-Ku?" Sufi itu terbangun dalam keadaan cemas, la sudah melihat posisi Majnun. Lalu, di mana posisi Laila? Tuhan kemudian mengilhamkan ke dalam hatinya bahwa posisi Laila lebih tinggi lagi, karena Laila menyembunyikan kisah cintanya dalam hatinya.

Belajar Cinta dari Majnun
Dalam tingkah laku Majnun itulah, cinta didefinisikan dengan sangat konkret. Misalnya, Majnun mencintai apa saja yang datang dari tempat kekasihnya. Angin, bahkan anjing kudisan pun, ia cintai, karena anjing itu berasal dari tempat kekasihnya.
Bagi Majnun, tidak ada kenikmatan yang paling besar selain menyebut-nyebut nama kekasihnya. Orang yang sudah mencintai Tuhan seperti "Majnun mencintai Laila", mungkin akan dianggap gila oleh orang-orang lain. Salah satu dalil mengapa kita boleh mencium kuburan Rasulullah bisa kita jelaskan dari syair Majnun. Majnun membuat puisi-puisi kerinduannya kepada Laila. Dalam salah satu puisinya, Majnun berkata:
Aku melewati rumah, rumah Laila
Kucium dinding ini, dinding ini
Tidaklah cinta rumah yang memenuhi hati
Tapi cinta kepada dia yang tinggal di rumah ini
Kepada dia yang berada
Di balik dinding ini
Sebagaimana Majnun, kalau mencintai seseorang, kita akan menyukai apa saja yang datang dari orang itu, misalnya, pembicaraannya atau suaranya. Karena itu, salah satu cara untuk memperkuat kecintaan kita kepada Allah ialah dengan banyak membaca dan mempelajari Al-Quran. Itu syarat pertama. Kita tidak bisa mencintai Dia kecuali lewat sesuatu yang datang dari-Nya; dan Al-Quran adalah kalam Allah yang datang dari-Nya. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya, Al-Quran ini adalah hidangan (yang diberikan oleh) Allah. Maka, pelajarilah hidangan itu semampu kamu."
Al-ma'dûbah dalam teks hadis itu adalah makanan yang dihidangkan oleh seseorang sebagai penghormatan kepada tamunya, atau makanan khusus yang diberikan kepada sese- orang yang kita sukai. Al-Quran adalah maʼdûbatullâh, hidangan Allah. Para pencinta yang ingin menikmati kerinduannya kepada Allah Swt. akan membaca Al-Quran atau akan menyuruh orang lain untuk membacakannya. Rasulullah juga sering menyuruh orang membacakan Al-Quran untuknya. Seorang sahabat berkata, "Ya Rasulullah, kau suruh aku membaca Al-Quran, padahal ia diturunkan kepadamu." Nabi bersabda, "Aku ingin mendengarkannya dari orang lain."
Ketika sahabat itu membacakan Al-Quran, Rasulullah menangis terisak-isak. Sahabat itu menghentikan bacaannya karena mendengar Rasulullah menangis. Tapi, Rasulullah menyuruhnya untuk meneruskan bacaan. Itulah tangisan kerinduan.
Ada belasan munajat yang disampaikan Imam Ali Zainal Abidin yang isinya ꟷ kalau Anda perhatikan ꟷ merupakan bisikan-bisikan mesra dari seorang pencinta kepada kekasihnya. Saya akan menyampaikan salah satu munajat penempuh thariqat (munajat al-muridîn). Saya menggambarkannya sebagai contoh bahwa doa ini adalah berupa munajat, bisikan.
Aku memohon kepada-Mu,
Jadikan daku yang paling banyak mendapat karunia-Mu;
Yang paling tinggi kedudukannya di sisi-Mu;
Yang paling besar bagiannya dari cinta-Mu;
Yang paling utama memperoleh ma'rifat-Mu;
Untuk-Mu saja tercurah keinginan-Ku;
Kepada-Mu jua terpusat hasratku;
Hanya Engkaulah tempat kedambaanku,
Tidak ada yang lain;
Karena Engkau sajalah, aku tegak terjaga,
Tidak karena yang lain;
Perjumpaan dengan-Mu, kesejukan hatiku;
Pertemuan dengan-Mu, kecintaan diriku;
Kepada-Mu, kedambaanku;
Kepada cinta-Mu, tujuanku;
Pada kasih-Mu, gelora cintaku;
Ridha-Mu, tujuanku;
Melihat-Mu, keperluanku;
Mendampingi-Mu, keinginanku;
Mendekati-Mu, puncak permohonanku;
Dalam menyeru-Mu, ada damai dan tenteramku;
Di sisi-Mu, penawar deritaku, penyembuh lukaku,
Penyejuk dukaku, pengobat pedihku.
Doa-doa seperti ini disebut munajat, whispers. Tetapi, itu bukan berarti kita tidak boleh berzikir keras. Ada saat-saat ketika kita harus berzikir secara keras, tetapi bukan ketika kita mengungkapkan cinta kepada Allah. Dalam peperangan, misalnya, kita dianjurkan untuk berzikir dengan keras.
Karena Tuhan adalah Zat Yang Mahasuci dan hanya bisa didekati oleh orang-orang suci, maka ketika seseorang hendak kembali kepada-Nya, ia harus berada dalam keadaan suci. Karena itu, kata "kembali" dan "bersuci" dalam Al-Quran didekatkan: innallah yuhibb al-tawwabin wa yuhibb al-mutathahhirîn, Tuhan mencintai orang yang terus-menerus kembali dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri (QS Al- Baqarah [2]: 222). Karena itu pula, salah satu riyadhah untuk memperoleh kecintaan Allah ialah memelihara wudhu kita. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Swt. berfirman,
"Siapa yang hadas dan tidak berwudhu, ia sudah meninggalkan-Ku. Siapa yang berwudhu, tetapi tidak shalat dua rakaat, ia juga sudah melalaikan-Ku. Siapa yang shalat dua rakaat, tetapi tidak berdoa kepada-Ku, ia juga telah mengabaikan-Ku. Siapa yang hadas, kemudian berwudhu, shalat dua rakaat, dan berdoa kepada-Ku, tetapi Aku tidak memperkenankan doanya, baik urusan agama maupun dunia, berarti Aku sudah meninggalkannya. Dan Aku bukanlah Tuhan yang suka meninggalkan kekasih-Ku."
Saya pernah membaca tulisan Hasan Zadeh Amuli berikut:
"Ketahuilah, wahai pembaca budiman. Sesungguhnya, wudhu adalah cahaya. Selalu berada dalam keadaan suci ada- lah alat agar engkau naik menuju alam yang suci, alam al-quds. Inilah aturan yang agung, yang diajarkan oleh agama kita. Kemudian, jika engkau selesai shalat, maka sujud dan bacalah doa pada waktu sujud itu: Allahummarzuqni halawatadz dzikri wa liqâ'ik wal-hudhur 'indak (Ya Allah, anugerahkanlah kepadaku manisnya menyebut nama-Mu, indahnya pertemuan dengan-Mu, dan hadir di hadapan-Mu)."
Dalam QS Al-A'raf (7): 31 disebutkan bahwa Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Karena itu, kalau ingin memperoleh cinta Tuhan dan belajar mencintai-Nya, kita harus menghindari hal-hal yang tidak disukai-Nya, dan menyukai apa saja yang disukai-Nya.
Dalam kisah Laila-Majnun yang lengkap diceritakan bahwa Laila mempunyai sekawanan kambing. Kambing-kambing itu dibiarkan merumput di lapangan. Majnun memeluk kambing-kambing itu dengan pelukan mesra karena mereka kepunyaan Laila. Sampai-sampai Majnun iri hati kepada kambing-kambing tersebut karena mereka bisa berjumpa dengan Laila, sedangkan dirinya tidak. Akhirnya, entah mendapatkan ilham dari mana, Majnun kemudian menyamar jadi kambing. Menjadi kambing sekalipun ia mau asal bisa menatap wajah Laila. la mau meletakkan dirinya dalam keadaan hina sekalipun, asal bisa memandang wajah Laila.
Imam Khomeini berkata, "Ibadah yang sebenarnya tidak akan bisa dicapai kecuali dengan menyadari 'izzah rububiyyah dan dzillah 'ubûdiyyah." Maksudnya, ibadah seperti itu tidak bisa diperoleh sebelum kita merasakan kemuliaan Tuhan dan kehinaan diri kita. Dalam QS Al-A'raf (7): 31 itu disebutkan, makan dan minumlah. Dan janganlah berlebih-lebihan. Oleh karena itu, ketahuilah, wahai Kekasih, usaha- kanlah agar engkau mengurangi makan dan minum jika engkau mau belajar mencintai Allah Swt.
Jika seseorang banyak makan dan minum yang membuatnya lalai terhadap ibadah, hatinya akan keras, matanya akan jumud (beku). Mata yang jumud artinya mata yang sukar meneteskan air mata. Orang yang kenikmatannya hanya makan dan minum, ruhnya ꟷ di alam ruhani ꟷ berbentuk babi (khinzir). Jadi, puasa adalah latihan untuk mencintai Allah Swt. Rasulullah pernah berkata kepada Aisyah, "Hai Aisyah, rajin-rajinlah mengetuk pintu surga!" "Bagaimana kami harus mengetuk pintu surga?" tanya Aisyah. "Dengan lapar dan dahaga," jawab Rasulullah.
Kita berharap agar pintu surga dibukakan untuk kita. Kita adalah Majnun yang mengetuk pintu rumah Laila dengan lapar dan dahaga. Sayang sekali, kecintaan Tuhan itu tersembunyi dari kita. Kita tidak mengetahui kecintaan Tuhan kepada kita. Jadi, kita tidak tahu apakah pintu itu sudah dibukakan untuk kita atau belum. Namun, Al-Quran memberitahukan kepada kita bahwa ada tanda terbukanya pintu, yaitu "Hai jiwa yang tenteram, kembalilah kamu kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai. "Yakni, dalam keadaan cinta dan dicintai.Ridha adalah salah satu bagian dari cinta. Dengan demikian, salah satu tanda terbukanya pintu surga untuk kita adalah jiwa yang tenteram. Jika jiwa kita sudah merasa tenteram, itu pertanda bahwa pintu surga telah terbuka. JR Wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb
Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).