Akhi
Mencoba Mengenali Penyakit Hati

Kita telah mengetahui dari Al-Quran bahwa hati kita akan dimintai pertanggungjawaban jika melakukan dosa-dosa. Karena itu tidak benar orang yang mengatakan bahwa niat yang jelek tidak akan dihukum sebelum niat itu dilaksanakan. Niat yang jelek pasti akan dihitung oleh Allah pada hari kiamat nanti. Selain itu, niat yang jelek juga merupakan salah satu penyakit hati. Allah berfirman:
... Dan jika kamu tampakkan apa yang tergetar dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, maka Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu ... (QS 2: 284)
Dalam ayat lain disebutkan:
... Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati kamu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS 17:36)
Jadi, getaran hati yang berupa niat yang jelek, prasangka yang buruk terhadap sesama kaum Muslim, termasuk penyakit hati yang akan diminta pertanggungjawabannya. Bahkan dalam Al-Quran dijelaskan niat yang jelek itu akan diazab oleh Allah Swt.
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud untuk bersumpah, tetapi Allah akan menyiksa kamu lantaran sumpahmu yang disengaja oleh hati kamu... (QS 2:225)
Ada sesuatu yang menarik dalam Surah Al-Baqarah ketika Allah menggambarkan orang munafik. Allah menyebutkan tentang azab yang didahului dengan kalimat, "di dalam hati mereka ada penyakit."
Dalam hati mereka ada penyakit dan Allah tambah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (QS 2: 10)

Tanda Penyakit Hati
Dari beberapa ayat di atas, jelaslah bahwa dalam Al-Quran ada kasab badan dan ada kasab hati. Keduanya akan dimintai pertanggungjawaban bila melakukan dosa.
Kalau tubuh kita sehat, maka gerakan anggota tubuh akan sesuai dengan fungsinya. Misalnya, kalau tangan kita sehat, fungsi tangan untuk memegang sesuatu akan mudah dilaksanakan. Akan tetapi kalau tangan itu sakit, maka ia tidak akan lagi berfungsi dengan baik. Begitu pula halnya dengan hati. Kalau hati kita sakit, maka ia tidak lagi berfungsi dengan baik. Sekarang apa fungsi hati itu? Dalam Al-Quran disebutkan bahwa fungsi hati adalah untuk tafakur. Tafakur menurut para ulama, dapat mengantarkan manusia ke tingkat yang tinggi. Dengan tafakur orang akan dekat dengan Allah Swt. Oleh Al- Quran, orang yang sering tafakur disebut Ulul Albab. Oleh karena itu, kalau hati kita sakit, maka tafakurnya akan sakit. Hal ini ditandai dengan rasa gelisah, perasaan tidak tenteram, perasaan tidak khusyuk, dan selalu ada rasa was-was.
Kekhusyukan ini bisa diperoleh dengan cara membersihkan hati. Ada buku yang menceritakan bagaimana cara shalat yang khusyuk, misalnya bahu harus lurus, mata harus menghadap tepat di sajadah. Lalu Anda coba, insya Allah Anda tidak akan khusyuk karena Anda sibuk mengatur gerakan itu sehingga Anda melalaikan makna batin shalat itu. Padahal khusyuk hanya bisa diperoleh lewat upaya pembersihan hati kita dari dosa-dosa.
Jadi kalau hati kita sakit, maka ia tidak akan berfungsi dengan baik. Antara lain tidak bisa tafakur dengan baik. Fungsi lain dari hati adalah zikir. Zikir adalah pekerjaan hati. Kalau hati kita sakit biasanya zikir itu tidak pernah kita lakukan. Sayidina Ali pernah berkata, "Tubuh kita ini selalu melewati enam keadaan, yaitu sehat, sakit, mati, hidup, tidur dan bangun. Begitu pula ruh. Hidupnya hati adalah berkat bertambahnya ilmu, dan matinya adalah akibat tidak adanya ilmu. Sehatnya hati adalah berkat keyakinan, sakitnya hati adalah keragu-raguan, dan tidurnya hati adalah akibat kelalaiannya. Dan bangunnya hati berasal dari zikir yang dilakukan." (Bihar Al-Anwar, 14, h. 398)
Sayidina Ali menggambarkan bahwa sebagaimana tubuh melewati enam keadaan, hati juga demikian. Di situ disebutkan bahwa hati sakit karena keraguraguannya Misalnya, kalau kita menderita, kita sering mengeluh karena penderitaan itu. Kenapa saya menderita, sedangkan orang lain tidak? Saya sudah berdoa setengah mati dari dulu tetapi mengapa saya tetap saja merasakan kesusahan? Apabila kita menyimpan prasangka-prasangka demikian, maka sebenarnya kita menderita penyakit hati.
Contoh lain dari penyakit hati adalah bakhil. Bakhil adalah penyakit hati yang dapat menghilangkan iman seseorang. Rasulullah bersabda dalam suatu riwayat ketika ditanya oleh sahabatnya, "Ya Rasulullah, mungkinkah orang Mukmin itu berdusta?" "Mungkin," jawab Rasulullah. "Mungkinkah seorang Mukmin itu pengecut?" "Mungkin," jawab beliau lagi. Kemudian sahabat tadi melanjutkan pertanyaannya, "Mungkinkah orang Mukmin itu bakhil?" "Tidak mungkin," jawab Rasulullah. Kemudian Rasulullah menjelaskan, "Kalau kebakhilan itu masuk dalam hati seseorang, maka iman akan lari darinya."
Jadi, iman tidak pernah mau bercampur dengan kebakhilan. Begitu orang itu bakhil, maka imannya akan dicabut dari hatinya.
Untuk mengetahui, misalnya, apakah bantuan kita merupakan cerminan dari kedermawanan (syakhawah) atau cerminan dari kebakhilan, kita kenali tanda-tandanya. Akan tetapi yang dapat mengetahui hanyalah orang itu sendiri. Karena hal itu ada dalam hati mereka. Tetapi walaupun demikian, syakhawah ditandai dengan keadaan ketika pemberiannya tidak dilakukan karena mengharapkan lebih banyak. la memperoleh kenikmatan tersendiri dari memberi itu. Menurut Erich Fromm, hal seperti ini merupakan ciri cinta. Al-Quran sendiri mengatakan, "Jangan kamu memberi untuk memperoleh yang lebih banyak." (QS 74: 6)
Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana kalau kita bersedekah dengan maksud supaya rezeki kita ditambah?" Itu boleh-boleh saja untuk orang awam, karena Al-Quran sendiri mengatakan bahwa riba akan dihapus berkahnya, sedangkan sedekah akan dilipatgandakan.
Allah akan memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah (QS 2: 276)
Tetapi kalau orang itu ingin mendekatkan dirinya kepada Allah, hal itu tidak dapat dibenarkan. Dia harus memberi karena Allah menghendakinya untuk memberi.
Kami memberi makan kepada kalian karena Allah, tidak mengharap balasan dan terima kasih. (QS 76: 9)
Ketika berbicara mengenai ahli makrifat, Sayidina Ali mengatakan: "Ahli dunia itu membesar-besarkan kematian jasad mereka padahal ahli makrifat sangat membesar-besarkan kematian hati mereka." (Nahjul Balaghah, Khutbah No. 259) Artinya, ahli dunia sangat mengkhawatirkan kematian tubuh mereka, tetapi ahli makrifat sangat mengkhawatirkan kematian hati mereka.
Ketika orang sakit, tubuh bisa diobati oleh dokter, dan penyakit hati juga bisa diobati oleh dokter. Bedanya, dokter fisik umumnya memperoleh pendidikan di dunia kedokteran; sementara dokter penyakit hati umumnya tidak melalui pelajaran di sekolah-sekolah. Dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, Anda tidak akan mendapatkannya. Di samping itu, mudah sekali kita mengenai ahli-ahli penyakit tubuh tetapi sangat sulit mengenali ahli penyakit hati. Karena boleh jadi dia mengaku ahli penyakit hati padahal dia juga mengidap penyakit yang sama.
Dokter penyakit tubuh harus mengenali buku tentang pengobatan (farmakopea). Dokter penyakit hati harus mengerti buku yang menjelaskan penyakit hati dan cara-cara pengobatannya. Buku itu adalah kitab suci Al-Quran.

Penyakit Hati dan Penyakit Jiwa
Sering kali kita mendengar adanya penyakit jiwa atau tingkah laku yang tidak normal. Kalau penyakit hati adalah penyakit karena pertentangannya dengan syariat Islam, maka penyakit jiwa adalah perilaku yang dilakukan seseorang melebihi takaran normal. Misalnya, Anda mengunci pintu lalu pergi tidur. Setelah itu Anda membuka kembali dan menguncinya lagi. Itu dilakukan terus-menerus. Anda sudah menderita penyakit jiwa. Contoh lain adalah orang mandi berjam-jam melebihi takaran kebiasaan orang normal. Karena orang normal mandi beberapa menit saja.
Ukuran lain untuk penyakit jiwa adalah kalau orang itu sering melakukan tingkah laku yang mengganggu ketenteraman masyarakat, mengganggu ketenteraman orang lain. Misalnya, eksibisionisme, yaitu kesenangan membuka aurat di tempat yang ramai. Itu adalah ukuran dari seseorang yang tidak normal atau menderita gangguan jiwa. Tetapi batasan ini selalu berubah-ubah. Misalnya, eksibisionisme ini. Kalau Anda pergi ke Jerman di musim panas, di sana Anda akan melihat orang pergi ke pasar yang dengan pakaian yang membuka aurat luar biasa. Mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang biasa, yang tidak mengganggu ketenteraman masyarakat. Karena itu, mereka tidak menyebut itu sebagai salah satu ukuran penyakit jiwa. Perilaku seperti itu dahulu termasuk mengganggu orang lain.
Kadang-kadang penyakit jiwa sering bercampur dengan penyakit hati. Hanya saja penyakit hati tidak mempunyai kriteria seperti itu. Penyakit hati ditandai dengan pertentangannya terhadap syariat Islam. Perbuatan yang bertentangan dengan syariat Islam yang dilakukan oleh hati dinamakan penyakit hati. Contoh penyakit jiwa yang sering bercampur dengan penyakit hati adalah hasad. Karena sifat hasad adalah sifat yang bukan hanya mengganggu dirinya tetapi juga mengganggu orang lain. Orang yang hasad biasanya menderita guncangan jiwa. Apabila gangguan ini sudah tidak tertahan, maka keluarlah perilaku yang tidak normal.
Dalam buku Manusia Sempurna, Murthadha Muthahhari menceritakan seseorang yang hasad ini sampai mengganggu orang lain:
"Ada suatu kisah nyata dalam sejarah berkaitan dengan ini. Di suatu masa, seorang kaya membeli seorang budak yang ia rawat sejak awal bagai seorang tuan, dengan memberinya makanan dan pakaian yang terbaik serta uang, persis seperti anaknya sendiri atau bahkan lebih. Tetapi, si budak menyadari bahwa majikannya selalu gelisah. Belakangan, majikan itu memutuskan untuk membebaskan si budak dan memberinya sejumlah modal.
"Suatu malam, saat duduk berdua, majikan itu berkata, Tahukah engkau mengapa aku memperlakukanmu sebaik ini?' Budak itu balik menanyakan alasannya, yang lalu dijawab oleh majikannya, 'Aku mempunyai satu permintaan yang apa bila kau penuhi maka kau patut menikmati semua yang telah dan yang akan kuberikan kepadamu. Tapi bila kau menolak, aku akan sangat kecewa terhadapmu.' Si budak menjawab, 'Saya akan menaati apa saja yang Anda minta. Anda sangat berjasa kepada saya; Anda telah memberikan kehidupan kepada saya.' Majikan itu berkata, 'Kau harus berjanji setia kepadaku untuk melakukannya, karena aku khawatir kau akan menolaknya.' Kata si budak, 'Saya berjanji akan melakukan apa yang Anda kehendaki.' Permintaanku, lanjut majikannya, 'kau harus memotong leherku di suatu saat dan tempat tertentu.' Budak itu berseru, 'Apa? Bagaimana mungkin aku melakukannya?" Majikan itu menegaskan, 'Itulah yang ku inginkan.' Si budak hendak menolak. 'Itu mustahil,' katanya, tetapi majikannya bersikeras, 'Kau telah berjanji kepadaku. Kau harus melakukannya."
"Di suatu tengah malam, tuan itu membangunkan budaknya, memberinya sebilah pisau tajam dan sekantong uang, memanjat atap rumah tetangganya, lalu memerintahkan budaknya untuk menggorok lehernya di situ; sesudah itu ia boleh pergi ke mana saja. Budak itu menanyakan alasan dari semua perbuatan itu, dan tuannya menjawab, 'Aku membenci orang ini, dan aku lebih suka mati daripada melihat mukanya. Kami bersaingan, tapi ia maju jauh melebihi aku dalam segala hal. Dendamku berkobar-kobar. Saya menghasratkan ia dipenjarakan atas pembunuhan tipuan ini, dan gagasan ini melegakanku. Setiap orang mengenalnya sebagai sainganku; dengan begitu ia akan dihukum karena perbuatan ini.' Budak itu mengatakan, "Tuan tampak seperti seorang bodoh dan pantas memperoleh kematian ini.' Maka ia pun memotong kepala lelaki itu, lalu melarikan diri. Akibatnya, saingannya ditahan dan dihukum. Tetapi, tak seorang pun percaya bahwa orang itu akan membunuh saingannya di atas rumahnya sendiri. Ini menjadi misteri. Di kemudian hari, hati nurani si budak tergugah. la lalu menghadap penguasa dan mengakui hal yang sebenarnya. Ketika mereka memahami persoalannya, si tersangka maupun si budak dibebaskan."
Itulah sifat hasad. Bila kondisinya sudah sampai ke tahap seperti itu, maka yang demikian itu sudah menjadi penyakit jiwa, karena sudah melakukan perilaku yang tidak normal dan sudah mengganggu ketenteraman orang lain. JR
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).