Akhi
Mengapa Pertambahan Pendapatan Tidak Menambah Kebahagiaan?
Hasil-hasil penelitian ini membawa peneliti Selandia Baru Richard Kammann kepada kesimpulan: "Situasi kehidupan yang objektif hampir tidak punya peran penting dalam teori kebahagiaan." Yang dimaksud dengan situasi kehidupan yang objektif itu ialah pendapatan, rumah, pekerjaan. Kalau begitu, apa yang menentukan kebahagiaan? Tetapi sebelum menjawab pertanyaan ini, mungkin kita bertanya-tanya mengapa pertambahan kekayaan (yang sekarang diukur dari pendapatan) tidak meningkatkan kebahagiaan.
Para ilmuwan menjawabnya dengan menyebutkan tiga penjelasan. Pertama, ketika memperoleh tambahan kekayaaan, mereka juga menaikkan ekspektasinya. Kenaikan pendapatan membawa serta kenaikan ekspektasi. Ketika penghasilan Anda hanya dua juta, Anda tidak berharap untuk mencicil mobil, apalagi rumah. Setelah penghasilan Anda naik dua kali lipat, Anda berharap untuk punya rumah dan mobil. Anda merasakan pertambahan uang itu tetap saja tidak dapat menutupi kebutuhan. Anda tidak puas dengan penghasilan Anda. Anda menjadi tidak bahagia.
Dahulu, di kalangan ilmuwan yang mempelajari teori-teori pembangunan ada anggapan bahwa ketika kita membangun sebuah negeri, kita menaikkan ekspek tasi mereka. Terjadilah revolusi tuntutan yang makin meningkat, revolution of rising demands. Setelah pendapatan naik, mereka menuntut pendidikan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Setelah itu, mereka menuntut kebebasan berpendapat dan seterusnya. Karena pemerintah tidak dapat memenuhinya, terjadilah kekecewaan. Kekecewaan yang meluas menyebabkan kerusuhan-kerusuhan sosial. Untuk menghindarkan terjadinya revolusi yang mengundang kekerasan dan kekacauan, masuklah militer. Saya paling tidak suka dengan kesimpulan terakhir ini.
Kedua, apa yang disebut sebagai hedonic treadmill. Kita akan menjelaskannya pada penjelasan berikutnya. Untuk tulisan ini, sekadar menjelaskan paradoks antara kenaikan pendapatan dengan berkurangnya kepuasan, kita menyampaikan apa yang disebut sebagai laws of diminishing returns. Untuk orang miskin, baik di negara maju maupun (dan apalagi) di negara berkembang-kenaikan pendapatan akan menaikkan kebahagiaan. Tetapi sampai tingkat tertentu, kenaikan pendapatan tidak lagi menaikkan kebahagiaan. Ketika saya makan es krim pada awalnya saya merasakan kelezatan. Jika saya tambah es krim itu, kelezatannya bertambah. Tapi setelah makan tiga batang es krim, jika saya menambah lagi kelezatannya berkurang; tambah lagi, kelezatan makin menurun. Hal yang sama berlaku untuk kenaikan pendapatan dan juga kesenangan lainnya.
Ketiga, pandangan hidup yang materialistis, yang meletakkan pemilikan kekayaan sebagai tujuan hidup akan membuat orang selalu tidak puas.
Materialisme dan Kebahagiaan
Sebetulnya kalau kita tanya orang apakah ia menganggap uang dapat membeli kebahagiaan, kita akan mendengar ia menjawab "tidak". Tetapi kalau pertanyaanya kita ubah menjadi "Apakah yang paling banyak menghalangi Anda untuk memperoleh kehidupan yang baik, kita akan mendengar jawaban "kekurangan uang" atau "masalah dana". Apa yang akan meningkatkan kualitas kehidupan kita? Uang atau dana.
Orang yang meletakkan uang di atas segala-galanya menganut paham materialisme. Tanyalah para mahasiswa mengapa mereka memasuki perguruan tinggi. Jika mereka berkata "ingin mendapat pekerjaan yang menghasilkan banyak uang", mereka materialis. Jika mereka berkata "ingin mengembangkan kemampuan yang sesuai dengan bakat" atau apalagi "ingin mengembangkan falsafah hidup yang berarti", mereka bukan materialis.
Pertanyaan yang sama pernah diajukan kepada para mahasiswa oleh UCLA American Council on Education dalam rentangan waktu 1971-1998. Pada 1971, 1 dari 2 mahasiswa yang menjawab "ingin memperoleh uang lebih banyak" Pada 1998, 3 dari 4 mahasiswa. Ketika ditanya apakah berkecukupan secara finansial sangat penting bagi kehidupan mereka, jumlah mahasiswa yang menjawab "sangat penting" bertambah dari 39 persen pada 1970 ke 74 persen pada 1998. Ini berarti telah terjadi kenaikan pandangan hidup materialistis di kalangan mahasiswa di Amerika.
Ahli ekonomi Thomas Naylor dari Duke University, setelah mengajar corporate strategy selama enam tahun memperoleh kesimpulan begini tentang para mahasiswanya, "hanya dengan sedikit kekecualian, apa yang mereka inginkan masuk dalam tiga kategori: uang, kekuasaan, dan barang-barang sangat besar, termasuk rumah untuk berlibur, mobil luar negeri yang mahal, yacht, dan bahkan pesawat terbang... Permintaan mereka pada para dosen: Teach me how to be a moneymaking machine"
Richins dan Dawson mengukur materialisme dengan menggunakan definisi operasional berikut (ini istilah penelitian untuk membuat konsep yang abstrak menjadi terukur): "Kami menganggap materialisme sebagai serangkaian kepercayaan pokok tentang pentingnya pemilikan dalam kehidupan seseorang dan mengukur tiga bidang kepercayaan: perolehan kekayaan sebagai kegiatan paling utama (acquisition centrality), peranan perolehan ini dalam kebahagiaan, dan peranan pemilikan dalam mendefinisikan sukses! Dari definisi ini, mereka mengembangkan 18 pernyataan. Sebagai contoh, kita mengutip sepuluh di antaranya. Jika Anda setuju dengan pernyataan-pernyataan yang ditulis biasa dan tidak setuju dengan pernyataan pernyataan yang ditulis miring, Anda adalah orang materialistis:
Tes Materialisme
Saya mengagumi orang-orang yang punya rumah, mobil, dan pakaian mahal
Di antara pencapaian yang paling penting dalam kehidupan adalah memperoleh pemilikan kekayaan
Saya biasanya hanya membeli barang-barang yang saya perlukan.
Saya senang membelanjakan uang untuk barang-barang yang tidak bermanfaat.
Membeli barang-barang membuat saya sangat senang.
Saya memiliki semua yang benar-benar saya perlukan untuk menikmati kehidupan.
Hidupku akan lebih baik jika saya memilik parang-barang tertentu yang belum saya punyal.
Saya tidak akan menjadi lebih bahagia jika saya punya barang-barang yang lebih bagus
Saya akan merasa lebih bahagia jika saya mampu membeli lebih banyak barang.
Kadang-kadang saya merasa tidak enak jika saya tidak mampu membeli mua barang-barang yang saya sukai.
Dengan tes materialisme di atas, para peneliti menghubungkan antara tingkat materialisme (maksudnya, jika pacar Anda menyebut Anda matre, seberapa matre sih Anda sebenarnya) dengan kebahagiaan dan karakteristik lainnya. Penemuan yang dilaporkan para peneliti sangat menarik :
1. Makin materialis seseorang, makin tidak puas dia dengan standar hidupnya, makin kurang kesenangannya, makin tidak puas dengan sahabat-sahabatnya, makin tidak hangat dalam hubungan keluarganya.
2. Orang yang meletakkan uang dalam urutan tertinggi tujuan hidupnya lebih mudah menderita depresi dan lebih banyak menderita kecemasan (anxiety).
3. Orang yang suka membelanjakan uangnya untuk hal-hal yang tidak perlu biasanya sangat sulit untuk mengeluarkan uangnya untuk menjamu tamu, menolong, atau melakukan kegiatan sosial.
4. Orang-orang materialis umumnya punya sedikit kawan. Mereka mencari kebahagiaan dalam pemilikan kekayaan, bukan pada persahabatan atau persaudaraan. Ketika mereka punya uang banyak tetapi sahabat yang sedikit (seperti Mr Marrow dalam kisah di muka), mereka hanya melakukan kegiatan yang mendatangkan sukses material, walaupun harus mengorbankan sahabat atau keluarga. Bahkan ketika memilih sahabat sekali pun, mereka menggunakan ukuran-ukuran materi. Kamu hanya boleh datang ke rumahku dan mendapat semua penghargaan dan penghormatanku, jika dan hanya jika kamu punya kekayaan yang dapat dibanggakan.
5. Kekayaan datang dari luar diri kita. Orang materialis bersandar pada kekayaan untuk kebahagiaan mereka. Karena itu, kebahagiaan mereka sangat bergantung pada situasi di luar kendali mereka. Mereka menjadi sangat rentan. Setiap saat, hartanya bisa hilang. Kawan yang tidak memenuhi janji untuk membayar utangnya, pegawai yang keluar dengan mencuri uang kantor, kecelakaan lalu lintas yang menghancurkan mobilnya dan tubuhnya, dan sebagainya. Dengan begitu, pemilikan kekayaan tidak dapat menjamin kebahagiaan. Dalam hubungannya dengan kebahagiaan, kekayaan adalah ganjaran yang datang dari luar (extrinsic rewards).
6. Orang dapat menemukan kebahagiaan pada ganjaran yang datang dari diri kita (intrinsic rewards). Ketika orang materialis hanya memusatkan perhatian pada perolehan kekayaan, ia meninggalkan kegiatan yang mendatangkan kebahagiaan secara intrinsik. Ia tidak sempat punya waktu untuk berkencan dengan orang yang dicintainya, mengobrol ringan dengan tetangganya, bercanda dengan anak-anaknya. Kegiatan yang disebut terakhir itu adalah kegiatan yang mendatangkan ganjaran secara intrinsik. Kita tidak usah mengeluarkan uang untuk menikmati kasih sayang keluarga.
7. Terakhir, menurut Russell Belk dan kawan-kawannya, berbagai penelitian tentang orang materialis selalu menghasilkan penemuan yang sama: Orang materi menderita sindrom dengki, bakhil dan posesif (sakit hati kalau berbagi dengan orang lain). Tentu saja, tidak akan pernah ada orang yang punya sindrom seperti itu menikmati kebahagiaan.
Obat Materialisme
Untuk mengobati sindrom materialistis, pertama, belajarlah dari Zawawi Imran. Melalui tokoh ustaz dalam cerita pendeknya, Imran menasehati semua orang materialis yang sudah kehilangan kebahagiaan hidupnya. Kedua, renungkanlah terjemahan puisi Al-Ghazali setelah membaca Karunia Allah, tulisan Zawawi Imran.
Seorang lelaki datang kepada seorang ustaz, mengadukan persoalan keluarganya. "Saya bosan di rumah sekarang."
"Mengapa?"
"Tidak ada yang menarik."
"Lalu engkau jarang di rumah?"
"Iya tentu."
"Anakmu berapa?"
"Dua. Satu laki-laki berumur lima tahun, satunya perempuan, tiga tahun,"
"Pernahkah engkau memperhatikan anakmu ketika sedang makan?”
“tidak.”
"Ketika sedang bermain-main?"
"Juga tidak.".
"Ketika tidur saat tengah malam?"
"Tidak."
"Coba lakukanlah itu. Ketika engkau sedang memperhatikan, rasakanlah bahwa ia adalah. anakmu, pelanjut denyut hidupmu, yang harus kaucurahi cinta dan kasih sayang. Anak-anakmu itu adalah karunia Allah untuk menyenangkan hatimu. Ketika ia makan, perhatikanlah bagaimana ia mengunyah rezeki yang dikirim Allah lewat tanganmu yang bekerja. Ketika ia tidur, perhatikanlah hidungnya yang mirip engkau, bibirnya yang mungkin minip ibunya, dan perhatikan pula bagaimana desah nafasnya ketika menghirup dan menghembuskan udara. Itu semua film indah yang disuguhkan Allah untukmu. Kalau engkau membiasakan melakukan ini sambil mengingat Allah, engkau akan mendapatkan nikmat ruhani tiada tara. Di antara orang yang sangat malang, ialah orang yang tidak bisa menikmati keindahan yang dipancarkan Allah lewat gerak dan tingkah laku anak-anaknya sendiri.
Kehidupan berlalu bersama waktu
peristiwa terjadi setiap hari
Puaskan dirimu dengan hidupmu
kamu pasti bahagia
Tinggalkan hawa nafsumu
kamu pasti hidup merdeka
Betapa banyak kematian
diantarkan emas, perak dan permata!
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).