top of page
  • Writer's pictureAkhi

MENGHIDUPKAN KECINTAAN KEPADA RASULULLAH


Pada suatu saat menjelang shalat magrib, seorang Arab dusun datang menemui Rasulullah. Dia melontarkan pertanyaan yang mengejutkan para sahabat waktu itu. "Ya Rasulullah, kapan hari kiamat itu terjadi?" Karena waktu itu sedang bersiap-siap melakukan shalat magrib, beliau tidak menjawab pertanyaan itu. Beliau langsung saja melakukan shalat magrib. Setelah selesai shalat, Rasulullah duduk menghadap para sahabat. Rasulullah kemudian bertanya, "Mana orang yang bertanya tentang kapan hari kiamat terjadi?" "Saya, ya Rasulullah," kata orang Arab tadi. Rasulullah berkata, "Engkau bertanya tentang hari kiamat; lalu apa yang telah engkau persiapkan untuk menyambut hari kiamat itu?" Orang itu menjawab, "Ya Rasulullah, saya tidak mempersiapkan apa pun kecuali kecintaan saya kepadamu." Beliau berkata, "Engkau akan dihimpunkan beserta orang yang engkau cintai." Sahabat-sahabat yang lain pun bertanya, "Ya Rasulullah, apakah ucapanmu itu akan berlaku bagi orang ini saja, ataukah bagi kami juga?" Rasulullah menjawab, "Bagi kamu sekalian dan bagi seluruh kaum Mukmin." Periwayat hadis itu mengatakan bahwa para sahabat belum pernah merasa gembira yang melebihi kegembiraan mereka saat itu ketika mendengar bahwa kecintaan mereka akan menggabungkan mereka dengan orang yang dicintai.


Ucapan orang Arab dusun bahwa tidak mempersiapkan apa pun selain kecintaannya kepada Rasulullah, mencerminkan keadaan kaum Muslim ketika mereka ditanya tentang persiapan menghadapi hari kiamat. Kita melihat berbagai kekurangan dalam amal-amal kita. Kita juga menyadari kejelekan akhlak kita. Kita tidak mempunyai apa pun kecuali kecintaan kepada Rasulullah. Di Madinah, begitu banyak orang datang dari berbagai penjuru untuk berziarah kepada beliau hanya dengan membawa modal berupa kecintaan kepadanya.


Seperti halnya kaum Muslim yang lain, kita juga begitu gembira dengan ucapan Rasulullah bahwa kecintaan kita kepadanya, insya Allah, akan menggabungkan kita dengan orang yang kita cintai. Akan tetapi, cinta memerlukan siraman-siraman. Di antara siraman untuk menumbuhkan kecintaan kepada beliau ialah dengan mengenal kembali sejarah Rasulullah.


Membersihkan Penisbahan yang Tak Layak

Kecintaan kepada Rasulullah bukan saja merupakan suatu hal yang mengikat kaum Muslim dengan agamanya, melainkan juga suatu fondasi yang menegakkan seluruh bangunan atau struktur keberagamaan kita. Berkaitan dengan hal itu, orang-orang kafir tahu betul bahwa salah satu cara yang efektif untuk mengurangi keberagamaan kaum Muslim ialah dengan menjatuhkan Rasulullah atau merendahkannya. Dengan cara itu, menurut mereka, kaum Muslim akan jauh berpisah dari agamanya. Dalam karya Karen Armstrong, kita akan menemukan usaha-usaha mereka itu.


Karen Armstrong menulis sebuah buku yang berjudul Muhammad: A Western Attempt to Understand Islam (Muhammad: Sebuah Usaha Barat untuk Memahami Islam). Karen Armstrong menggambarkan bagaimana orang-orang Barat sepanjang sejarah berusaha mendiskreditkan Rasulullah.


Hugo de Groot ̶ yang terkenal sebagai seorang ilmuwan yang pertama kali merumuskan Hukum Internasional-pernah menulis buku tentang Rasulullah. Ia menggambarkan bahwa Rasulullah menderita epilepsi.


Mengapa usaha ini berlangsung terus sepanjang sejarah? Sebab, dengan mendiskreditkan Rasulullah, mereka berharap kecintaan kita kepada beliau akan berkurang. Kalau kecintaan kita kepada Rasulullah berkurang, kita akan terlepas dari salah satu ikatan Islam. Bahkan menurut saya, ikatan itu adalah ikatan yang paling pokok. Karena itu, sepanjang sejarah, umat Islam berusaha menangkis upaya penghinaan atas kehormatan Rasulullah dengan berbagai cara.


Annemarie Schimmel dalam bukunya, Dan Muhammad Adalah Utusan Allah, mengatakan bahwa di Dunia Islam, orang tidak diapa-apakan jika tidak percaya kepada Tuhan. Akan tetapi, jika mereka menghina Rasulullah, orang Islan akan bangkit dan melawan, meskipun mereka mungkin tidak menjalankan agamanya. Sikap seperti ini muncul karena upaya para ulama sepanjang sejarah menanamkan kecintaan kepada Rasulullah.


Kita harus menyampaikan hormat kita kepada orang-orang Islam yang berupaya memelihara hadis-hadis Nabi dengan ketekunan yang luar biasa, orang-orang seperti Jalaluddin Al-Suyuthi, yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk menyimpan perbendaharaan Sunnah Rasulullah.


Kaum Muslim juga senantiasa berusaha melazimkan shalawat kepada Rasulullah. Dalam beberapa aliran tarekat, tradisi bacaan shalawat lebih dominan daripada zikir-zikir yang lain. Ada orang yang beranggapan bahwa di dalam shalawat telah terhimpun semuanya. Misalnya, bacaan shalawat dimulai dengan perkataan "Allahumma", dan menyebut nama Allah adalah zihir. Di dalam shalawat juga, ada doa. Hampir dalam setiap shalawat ada doa, misalnya dalam Shalawat Badriyah. Ada juga shalawat lain yang terkenal dianggap sangat mujarab untuk mengatasi berbagai kesulitan. Karena itu, shalawat itu disebut dengan shalawat untuk melepaskan kesulitan atau Shalawat Munfarijah. Dengan sendirinya, di dalam shalawat, ada doa untuk memohon kepada Allah agar melimpahkan kesejahteraan kepada Rasulullah dan keluarganya. Jadi, kebiasaan melazimkan shalawat adalah salah satu upaya kaum Muslim untuk memelihara kemuliaan Rasulullah.


Mengadakan Peringatan Maulid

Termasuk di antara cara mengikat atau menambah kecintaan kita kepada Rasulullah adalah mengkhususkan bulan kelahirannya dengan membacakan riwayat hidup beliau. Riwayat-riwayat Rasulullah yang ditulis oleh para ulama disebut Maulid. Di Indonesia, peringatan hari kelahiran Nabi itulah yang disebut Maulid. Padahal, maulid berarti tulisan-tulisan, baik prosa, puisi, maupun lain-lain yang menceritakan kisah Rasulullah dengan penuh kecintaan. Salah satu contohnya adalah Al-Barzanji yang sering dibaca oleh orang-orang Indonesia. Jadi, peringatan Maulid adalah salah satu rekayasa atau usaha kaum Muslim untuk menyiram kecintaan kepada Rasulullah dengan berbagai kegiatan. Dunia puisi Islam banyak dihiasi oleh bacaan-bacaan shalawat. Contohnya, apa yang dilakukan penyair Sa'di ketika ia bersenandung:


Balagha al-'ula bi kamâlihi

Kasyafa alduja bi jamalihi

Hasunat jami'u hishalihi

Shallu 'alayhi wa alihi


Mencapai ketinggian dengan kesempurnaannya

Menyingkap kegelapan dengan keindahannya

Sungguh indah seluruh perilakunya

Sampaikan salam padanya dan keluarganya


Sayangnya, peringatan Maulid Rasulullah yang semula dimaksudkan untuk membangkitkan kecintaan kepada Rasulullah ini berkembang perlahan-lahan menjadi sangat kering. Bahkan, sering Rasulullah tidak diikutsertakan dalam peringatan itu. Tidak jarang peringatan Maulid diisi dengan gelak canda dan tawa yang dapat menjauhkan kita dari kecintaan kepada Rasulullah.


Membacakan Shalawat

Dahulu, sebenarnya orangtua kita sudah meninggalkan "warisan" tentang cara mencintai Rasulullah, dengan tata cara yang telah mereka rumuskan. Misalnya, bagaimana shalawat selalu menyertai tahap-tahap kehidupan manusia Muslim di Indonesia: ketika seorang anak dilahirkan, dikhitan, dinikahkan, dan ketika ia meninggal dunia.


Ketika seorang anak lahir, diadakan akikah yang di dalam marhabanannya dibacakan shalawat kepada Nabi Muhammad dan Al-Barzanji, yang berisi kisah-kisah kehidupan Rasulullah. Setelah itu, ia dikelilingkan kepada orang-orang yang hadir pada resepsi itu, kemudian di telinganya diperdengarkan shalawat dan salam dari orang di sekitarnya. Sekarang sains dapat membuktikan bahwa telinga anak yang baru lahir sudah merekam suara yang ada di sekitarnya.


Ketika hendak dikhitan, sebelum dibawa ke rumah sakit, seorang anak diperdengarkan dahulu dengan gemuruh suara orang membacakan shalawat dan salam kepada Rasulullah.


Begitu juga dalam pernikahan. Pengantin lelaki akan diantar menemui pengantin perempuan dengan iringan rebana dan shalawat kepada Nabi Muhammad. Dan kalau orang me ninggal dunia, dibacakan tahlil dan dalam tahlil itu dibacakan shalawat kepada Rasulullah.


Itu menunjukkan bahwa cara yang dilakukan orangtua dahulu untuk menghidupkan kecintaan kepada Rasulullah di hati kita sudah dibiasakan pada setiap tahap kehidupan kita. Akan tetapi, sayang, dalam perkembangan zaman, tradisi ini ditinggalkan orang, bahkan dianjurkan untuk ditinggalkan. Lebih dari itu, tradisi-tradisi itu malah dilarang dengan menyebutnya bid'ah, sebuah nama yang menyakitkan. Karena itulah, orang menjadi ragu untuk membacakan shalawat ini.


Sekarang ini, yang diadakan bukanlah marhabanan, melainkan syukuran yang pembacaan shalawatnya sangat sedikit, hanya dilakukan oleh mubalig yang memberikan pengajian pada waktu syukuran tersebut.


Belakangan ini, pertentangan terhadap kecintaan kepada Rasulullah ini sudah sangat keras lagi. Orang bukan saja takut melakukannya, melainkan juga khawatir amalnya terhapus karena orang lain menyebutnya musyrik. Kalau sudah dianggap musyrik, terhapus lah amal-amal yang pernah dilakukan. Begitu juga, berdiri untuk membacakan shalawat kepada Rasulullah ̶ yang mula-mula dibid'ahkan ̶ kini sudah dimusyrikkan. Mereka menyebut itu semua bukan kecintaan, melainkan kultus individu, satu kata yang dimunculkan untuk melegitimasi kurangnya kecintaan kepada Rasulullah.


Dalam sebuah surat kabar, saya pernah membaca tentang Maulid, yang penulisnya mengganti istilah Maulid dengan Hari Jadi. Pada kalimat awalnya, ia mengatakan bahwa memperingati Hari Jadi merupakan kebiasaan jahiliah yang feodalistik. Waktu itu, saya hampir tidak mau melanjutkan pembacaan. Hal itu menunjukkan bahwa sampai sekarang masih ada orang yang berusaha menghilangkan cara mendekatkan hati kita kepada Rasulullah.


Saya menjadi teringat, pengalaman itu juga pernah saya alami ketika saya membid'ahkan orang yang berdiri mengucapkan shalawat kepada Rasulullah. Saya juga pernah meng anggap bahwa Rasulullah itu manusia biasa seperti kita. Kalau boleh saya katakan, dalam sejarah hidup saya, sebenarnya tecermin sejarah kaum Muslim dalam hubungannya dengan kecintaan kepada Rasulullah.


Kini, marilah kita ucapkan shalawat kepada Nabi untuk mengungkapkan cinta kita kepadanya. Kalaupun ada yang mengatakan bahwa hal itu bid'ah, biarlah semua orang tahu bahwa kita pelaku bid'ah. Yang jelas, kalau Islam tidak menghormati Rasulullah, kita ucapkan saja selamat tinggal kepada Islam.


Sehubungan dengan shalawat ini, saya pernah membaca hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud ̶ dengan sanad yang sahih ̶ yang maknanya kira-kira demikian: "Siapa yang berziarah kepadaku dan mengucapkan salam kepadaku, Allah akan kembalikan ruh ke dalam diriku dan kemudian aku akan menjawab salamnya."


Jadi, saya percaya bahwa Rasulullah hidup kembali dan mengucapkan salam. Bahkan, dalam hadis disebutkan bahwa para nabi masih beribadah dalam kuburnya.


Tetapi, persoalan terakhir ini memerlukan uraian yang panjang. Disebutkan juga bahwa, "Kalau orang tidak sempat berziarah kepadaku dan mengucapkan salam kepadaku dari tempat yang jauh, malaikat akan datang ke tempat itu, kemudian menyampaikan salam kepadaku," kata Rasulullah.


Karena itu, ketika membacakan shalawat pada tempat khusus, misalnya pada peringatan Maulid, hati saya betul-betul tersentuh, karena saya yakin bahwa Rasulullah mendengar salam saya.


Sebetulnya, ada suatu fitrah dalam diri manusia untuk mencintai seseorang. Dan ketika manusia tidak mendapatkan seseorang yang dicintainya, ia mencari siapa saja yang bisa menyalurkan rasa cintanya.


Hal seperti ini terjadi juga pada manusia-manusia modern. Mereka mencari orang yang bisa dicintai dengan seluruh jiwa dan raganya; yang untuknya, mereka rela mengorbankan apa saja.


Dan coba bayangkan, bagaimana orang yang mencintai Michael Jackson bertemu dengannya. Mereka akan meneriakkan namanya, bahkan menjerit sambil menangis. Bahkan, ketika dia datang ke Singapura, banyak di antara penggemarnya yang datang ke sana adalah orang-orang Indonesia. Mereka menjerit dengan jeritan yang sama, Michael Jackson!


Begitu juga ketika Rebecca Gilling, salah seorang bintang film Return to Eden, atau Zinedine Zidane datang ke Jakarta, ribuan orang datang ke situ tanpa ada panitianya. Mereka ingin menyentuhnya, paling tidak, menyentuh bekas injakan kakinya. Itu semua disebabkan oleh kerinduan seseorang untuk mencintai seseorang


Dan bukan tidak mungkin pula bahwa yang datang adalah kaum Muslim yang sudah kehilangan kecintaan mereka terhadap Rasulullah, karena kecintaan terhadap Rasulullah sudah direkayasa disingkirkan dengan berbagai cara. Misalnya dengan menyebut bahwa hal itu sebagai bid'ah dan musyrik.


Orang yang mengatakan bahwa mencintai Rasulullah adalah bid'ah dan musyrik bukanlah tokoh yang layak kita cintai dan bukan tokoh yang patut diberi kecintaan tulus kepadanya. Tapi, memang begitulah yang terjadi sekarang ini.


Kita disuruh mencintai Rasulullah, seperti yang disebutkan dalam hadis dan ayat-ayat Al-Quran. Sebagaimana tanaman, cinta memerlukan siraman supaya tumbuh subur. Kalau tidak disirami, tanaman itu akan layu. Karena itu, kita menghidupkan cara untuk menyiram kembali pohon kecintaan kepada Rasulullah supaya menakjubkan orang yang menanamnya. Itulah salah satu ciri orang yang mencintai Rasulullah. Mereka akan selalu bersama Rasulullah.


Kalau kecintaan itu tumbuh seperti pohon besar yang akan menakjubkan orang yang menanamnya, hal itu akan membuat marah orang-orang kafir. Kita berupaya menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah agar membuat takjub kepada kaum Muslim dan pada saat yang sama, membuat marah orang-orang kafir.


Akhirnya, jika Anda masih ragu juga untuk membaca shalawat, bacalah kitab Jala-ul Afham fi Fadhli Ash-Shalati was Salami 'ala Muhammad Khayr Al-Anam. Penulisnya adalah ahli hadis besar, Ibn Qayyim Al-lauziyyah, murid Ibn Taimiyah. Ia mengumpulkan hadis-hadis tentang shalawat dalam bukunya itu, lengkap dengan penilaian ahli hadis atasnya. Sebagai contoh, saya cantumkan salah satu hadis dari ratusan hadis di dalamnya:


"Dari Ka'ab bin 'Ujrah: Rasulullah bersabda, 'Berkumpullah di sekitar mimbar.' Kami pun berkumpul. Lalu Rasulullah naik ke anak tangga pertama dan berkata, 'Amin.' la naik ke anak tangga kedua dan berkata, 'Amin.' la naik ke anak tangga ketiga dan berkata, 'Amin.' Setelah selesai, ia turun dari mimbar. Kami berkata, 'Ya Rasul Allah, hari ini kami mendengar sesuatu yang tidak pernah kami dengar sebelumnya.' la bersabda, 'Jibril menyatakan kepadaku (pada anak tangga pertama): 'Dijauhkan dari kasih sayang Allah, orang yang memasuki Ramadhan dan tidak diampuni. Aku berkata, 'Amin.' Ketika aku naik ke anak tangga kedua, Jibril berkata, 'Dijauhkan dari kasih sayang Allah, orang yang disebut namamu di hadapannya dan ia tidak bershalawat kepadamu.' Aku berkata, 'Amin.' Ketika aku naik ke anak tangga ketiga, Jibril berkata, 'Dijauhkan dari kasih sayang Allah dan tidak masuk surga, orang yang mendapatkan kedua orangtuanya sudah lanjut usia, kemudian ia tidak berkhidmat kepada mereka." Aku berkata, "Amin."" Al-Hakim berkata, sanadnya sahih (lihat Jala-ul Afham, h. 33). . JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

68 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page