Akhi
MENGHINDARI SU’UL KHATIMAH
Pada suatu hari, ada satu rombongan dari Iran berkunjung ke Najaf. Najaf, adalah sebuah kota di Irak tempat dimakamkannya Imam 'Ali k.w. Di situ juga terdapat banyak pesantren. Hampir semua ulama-ulama besar di kalangan Ahlul Bait, pernah singgah dan belajar di Najaf ini. Salah seorang ulama mengajak saya untuk sekali waktu belajar juga di Najaf, sekaligus mengambil berkah dari ulama-ulama besar di sana. Imam Khumaini juga pernah menghabiskan masa mudanya di Najaf.
Karena menjadi pusat ilmu pengetahuan, Najaf kemudian memperoleh gelar Najaf Al-Asyraf, Najaf yang mulia. Kota ilmu kedua setelah Najaf adalah Qum. Najaf ini, seperti kita ketahui pada peperangan akhir-akhir ini, sudah jatuh sebelum Bagdad. Ketika tentara Inggris mau masuk ke Najaf, mau menjarah Masjid Imam 'Ali yang ada di situ, seluruh penduduk Kota Najaf berbaris membentuk tameng-tameng hidup. Ribuan manusia berbaris di jalan raya menghalangi tentara Inggris yang mau masuk ke situ. Tampaknya semua penduduk itu bertekad untuk syahid, demi mempertahankan kesucian Kota Najaf.
Ada satu rombongan dari Iran berkunjung kepada salah seorang ulama di Najaf. Sebelum berpisah, sebelum pulang ke kampung halamannya, mereka meminta doa supaya memperoleh husnul khâtimah (di kalangan mazhab Ahlul Bait, istilah yang lebih populer bukan husnul khâtimah, melainkan husnul 'agibah), "ujung yang paling baik, ujung kehidupan yang paling baik". Jadi, mereka meminta doa agar memperoleh husnul khatimah. Doanya pendek, bunyinya: "Allahummaj'al aqibata amrina khaira ya Allah, jadikanlah ujung dari urusan kami ini kebaikan." Kepada yang hadir waktu itu, katanya, Mirza Al-Kabir, quddisa sirruh, ulama besar itu berkata, "Mereka minta doa kepadaku doa yang paling penting, dan tidak ada doa yang lebih utama dan lebih penting daripada doa yang tadi." Yaitu kita berdoa, mudah-mudahan akhir dari urusan kita kebaikan, karena kalau akhir urusan itu keburukan, kita termasuk orang yang paling rugi. Akhir yang buruk itu disebut sa'ul aqibah, atau lebih populer di tempat kita sebagai su'ul khâtimah.
Al-Quran bahkan mengajari kita doa supaya kita terhindar dari sa'ul khâtimah: "Rabbana la tuzigh qulubana ba'da idz hadaitana wahablana min ladunka rahmah, innaka antal wahab. Ya Allah, janganlah kau gelincirkan hati kami setelah kau berikan petunjuk kepada kami, anugerahkanlah kepada kami kasih sayangmu, sesungguhnya Kau Maha Pemberi Anugerah."
Tanda-tanda su’ul Khatimah
Tergelincirnya hati setelah mendapat petunjuk adalah ciri sa'ul khatimah. Jadi, kalau kita mengalami kehinaan setelah kemuliaan, atau mengalami niqmah setelah ni'mah, mengalami bencana setelah mendapat anugerah, memiliki kemalangan setelah memperolah keberuntungan, kita masuk dalam sú'ul khatimah. Di dalam Al-Quran misalnya Allah memberikan contoh satu negeri yang mengalami sa'ul khâtimah itu, misalnya QS Al-Nahl (16): 112, "Allah berikan perumpamaan satu negeri yang aman tenteram dan damai, rezekinya datang melimpah dari setiap penjuru lalu penduduk itu kafir kepada nikmat Allah, dan Allah timpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan lantaran apa-apa yang mereka lakukan." Negeri itu memperoleh sû'ul khâtmah, karena semula negeri itu makmur, tapi kemudian negeri itu hancur. Mula-mula negeri itu memperoleh makanan dari segala penjuru, tapi karena mereka kafir kepada nikmat Allah, mereka memperolah bencana demi bencana.
Ciri yang lain dari su'ul khatimah adalah mengalami kekafiran atau kedurhakaan, setelah memperoleh keimanan dan ketakwaan. Orang-orang yang ketika masa mudanya baik-baik, banyak melakukan amal saleh, tetapi di ujung hidupnya setelah kekayaan mengalir kepadanya, dia melakukan kemaksiatan, itu sû'ul khatimah. Kekufuran dan kefasikan, setelah keimanan dan ketakwaan. Karena itu, di dalam Islam, kalau ada orangtua melakukan kemaksiatan, dia akan memperoleh siksaan lebih banyak, memperoleh ancaman lebih banyak daripada anak muda yang melakukan kemaksiatan yang sama. Bahkan Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa ada tiga orang yang tidak akan Allah perhatikan dia pada hari kiamat, dan Allah tidak akan bersihkan dia. Dua di antaranya: orang tua yang berzina dan orang miskin yang takabur. Anak muda yang berzina itu berdosa, tapi orang tua yang berzina itu berdosa lebih besar lagi, karena dia berada di ujung kematiannya. Dia mengalami sú'ul khâtimah atau sû'ul aqibah.
Sebenarnya, selama kita di dunia ini, Allah telah membersihkan diri kita dengan berbagai ujian dan musibah. Kita juga membersihkan diri kita dengan istighfar, dengan bertobat, dengan amal saleh. Nanti, kalau maut menjemput kita, dan masih ada dosa-dosa di dalam diri kita, Allah belum mau menerima kita. Maka di alam kubur kita memperoleh pembersihan berikutnya, yaitu dengan azab kubur, juga dengan doa-doa kaum Muslim yang dikirimkan kepada kita, dengan amal saleh orang-orang Islam terhadap kita. Kalau dengan itu pun belum bersih juga dosa kita, nanti ketika dibangkitkan pada Hari Akhirat, kita akan mengalami kesusahan yang luar biasa, kemelut yang menakutkan pada hari kiamat nanti. Kemelut itu juga menjadi pembersih terhadap dosa-dosa kita. Kalau itu pun belum bersih juga,- kata peribahasa Arab, akhiru dawa al kei-,obat yang terakhir adalah kei. Dulu ada kebiasaan orang mengobati, kalau penyakit tak sembuh-sembuh, obat yang terakhir itu adalah kei. Besi dibakar hingga membara, kemudian ditempelkan ke bagian orang yang sakit itu. Pengobatan itu di- sebut "kei".
Neraka sebenarnya adalah ungkapan kasih sayang Allah, untuk membersihkan kita. Tapi ada juga yang sudah dimasukkan ke neraka masih belum bersih juga, lalu dia berharap untuk memperoleh syafaat Rasulullah Saw., atau para imam yang suci. Kalau itu pun tidak dia peroleh, tinggal satu harapan lagi, yaitu kasih sayang Allah. Allah memerhatikan dia kemudian Allah menyucikan dia. Itu adalah yang terakhir.
Tetapi, kata Rasulullah Saw., ada orang yang sampai terakhir pun Allah tidak memerhatikan dia. Siapa orang yang malang tersebut? Orang-orang yang termasuk su'ul khatimah? Kata Nabi, ada tiga orang:
Kehinaan setelah kita mengalami kemuliaan.
Kekafiran setelah kita beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
Meninggalkan dunia ini tanpa membawa keimanan atau meninggalkan dunia dalam keadaan berbuat dosa. Inilah yang paling buruk.
Dalam sejarah Islam, ada banyak contoh orang yang mengalami sû'ul khâtimah. Al-Quran menyuruh Rasulullah Saw. memberikan pelajaran pada umatnya tentang bahaya sa'ul khatimah itu. Orang Islam itu harus selalu takut jatuh pada sû'ul khâtimah, dan ketakutan itu baru hilang setelah malaikat maut mencabut nyawanya. Barulah dia tahu apakah dia termasuk sû'ul khâtimah atau husnul khâtimah.
Rasulullah disuruh membacakan kepada seluruh umatnya kisah orang-orang yang mengalami sú'ul khatimah, untuk dijadikan pelajaran bahwa orang yang saleh sekarang ini mungkin orang yang akhlaknya baik, yang ahli ibadah, bisa saja mengakhiri hidupnya sebagai orang yang berbuat kefasikan. Allah berfirman kepada Rasul-Nya, Bacakan oleh kamu (Muhammad) kepada orang-orang Islam itu kisah orang-orang yang telah kami berikan kepada dia ayat-ayat kami kemudian dia melepaskan dirinya dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti setan, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat (QS Al-A'râf [7]: 175).
Biasanya orang sesat itu mengikuti setan, tapi di sini Al-Quran bercerita setan pun sampai ikut kepadanya. Dia jadi imamnya setan dan dia termasuk orang-orang yang sesat. Menurut para ahli tafsir, ayat ini bercerita tentang seorang ulama besar yang mempunyai banyak pengikut dan doanya selalu dikabulkan Allah. Para ulama menyebut dia memperoleh asma Allah yang agung, yang kalau dia sebutkan Allah pasti mengabulkan doanya. Dia orang yang sangat saleh. Tetapi kemudian dia tertarik dengan dunia. Dia hidup pada zaman Nabi Musa a.s. Setelah dia menjadi ulama besar, setelah dia memperoleh ayat-ayat Allah, setelah dia mengetahui nama Allah yang agung, kemudian di akhir hayatnya dia tertarik dengan dunia, lalu dia bergabung dengan Fir'aun, kata Al-Quran berikutnya: Sekiranya Kami kehendaki, Kami angkat derajatnya (karena ilmunya, dan kesalehannya itu), dengan ayat-ayat itu, tetapi karena dia ini tertarik kepada urusan dunia, dia tertarik ke bumi, (bukan tertarik ke langit), dan mengikuti hawa nafsunya. Perumpamaannya seperti anjing yang jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga (QS Al-A'râf [7]: 176).
Dia bergabung dengan Fir'aun dan dia diminta berdoa untuk kecelakaan kaum Nabi Musa. Berangkatlah dia ke sebuah tanah lapang untuk membacakan--kalau sekarang mungkin semacam istighasah--doa bersama untuk kecelakaan Nabi Musa. Waktu dia berangkat ke tanah lapang dia mengendarai keledai. Ajaib, keledai itu tidak mau berangkat, dia mogok. Walaupun dia pukuli keledainya, tetap ia tidak mau berjalan. Kemudian Allah membuat keledai itu bicara, "Celaka kamu, kenapa kamu pukuli aku. Apakah kamu ingin aku mendatangi bersama kamu suatu tempat agar kamu mendoakan kejelekan bagi Nabi Allah dan kaum Mukmin." Tidak henti-hentinya keledai itu dipukuli sampai akhirnya keledai itu mati. Kata para ulama, ada dua ekor binatang yang tinggal di surga nanti: anjing ashabul kahfi dan keledainya Bal'am bin Baurah.
Allah memberikan perumpamaan dengan keledai itu, untuk memberikan pelajaran bahwa seorang ulama yang bisa dibeli dengan dunia, yang menjual agamanya karena dunia, derajatnya lebih rendah daripada keledai. Keledai yang ditungganginya bisa masuk surga, tapi ulamanya bisa masuk neraka. Al-Quran memberikan perumpamaan ulama yang mengalami sú'ul khâtimah itu, dengan perumpamaan yang paling keras. Perumpamaan dia, kata Al-Quran seperti perumpamaan anjing: kalau kau serang dia, dia julurkan lidahnya; kalau kau tinggalkan dia, dia tetap menjulurkan lidahnya. Sebagian ulama mengatakan, ulama-ulama yang seperti itu, tidak henti-hentinya menyebarkan fitnah. Kalau kita serang, keluar fitnah dari mulutnya; kalau tidak kita serang, juga tetap saja keluar fitnah dari mulutnya, karena kecintaannya pada dunia.
Pada zaman Rasulullah Saw., ada juga beberapa contoh orang yang mengalami sû'ul khatimah. Salah satu contoh yang terkenal adalah Tsa'labah bin Hatim. Tsa'labah itu orang miskin yang sangat rajin beribadah. Dia sering iktikaf di Masjid Nabi. Suatu saat, ia meminta Nabi untuk mendoakannya agar dia memperoleh kekayaan. Kata Rasulullah Saw., "Rezeki yang sedikit yang bisa kau syukuri lebih baik daripada rezeki yang banyak yang tidak bisa kau syukuri. Bersabar dalam kefakiran lebih baik daripada memperoleh kekayaan lalu kamu tidak bisa mensyukurinya." Tapi dia bersikukuh agar diberi kekayaan. Akhirnya Rasulullah mendoakan. Ringkas cerita, akhirnya dia menjadi kaya raya. Dan begitu dia kaya, dia tinggalkan shalat berjamaah. Dia tidak pernah lagi menghadiri majelis Nabi. Dia sibuk dengan ternaknya di pegunungan. Ketika Nabi menagih zakat, dia menolak untuk membayar zakat, sampai kemudian Nabi mengutuk dia, melaknat dia. Nabi berwasiat agar orang tidak mau menerima harta dari dia. Kelak pada zaman Abu Bakar, dia mau menyerahkan zakat, tapi Abu Bakar tidak mau menerimanya.
Di antara sahabat Nabi ada yang bernama Zubair. Menurut sebuah riwayat. Zubair itu termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Tapi dia mengalami su'ul khatimah. Jadi boro-boro masuk surga, dia malah kemudian dilaknat oleh Imam Ali. Padahal pada zaman Rasulullah dia berjuang bersama Nabi, dia berperang bersama Nabi dalam perang Badar, perang Uhud. Nama lengkapnya Zubair bin 'Awam. Dia menikah dengan adik Aisyah. Asma. Kemudian punya anak namanya Abdullah bin Zubair. Zubair bin Awam masih termasuk keluarga dekat Nabi Saw. Keturunannya ber- sambung dengan keturunan Nabi. Ketika kemudian Abu Bakar menjadi khalifah, dan Imam Ali ditanggalkan oleh sahabatnya yang lain, Zubairlah yang berdiri di hadapan Imam Ali. Ketika rumah Sayyidah Fatimah salamullahu 'alaiha dikepung oleh orang-orang yang ber- kuasa waktu itu, di antara orang yang bertahan di rumah Sayidah Fatimah adalah Zubair. Ketika Sayyidah Fatimah dikuburkan diam-diam di malam hari (dan banyak orang yang tidak tahu di mana Sayyidah Fatimah dikuburkan), di antara orang yang sedikit menyaksikan penguburan Sayyidah Fatimah, adalah Zubair bin Awam.
Setelah Umar meninggal dunia, dia membentuk Dewan Formatur untuk khalifah berikutnya. Di antara anggota Dewan Formatur itu adalah Zubair. Zubair serta merta memberikan haknya kepada Imam Ali.
Dahulu ada empat tonggak pembela Imam Ali: Salman, Abu Dzar, Miqdad, dan 'Ammar bin Yasir. Hampir-hampir Zubair itu menjadi orang yang kelima, pilar yang kelima. Tapi pada suatu hari ketika Imam Ali menjadi khalifah, Imam Ali membagikan bagian itu dengan adil. Di zaman Utsman. Zubair itu mendapat bagian lebih besar dari kebanyakan orang, tapi di zaman Ali dia mendapatkan bagian sama. Suatu hari Zubair mendapatkan surat dari Muawiyah bin Abu Sufyan. Surat itu mengatakan: "Kami di Syam sudah sepakat mengangkat Anda sebagai khalifah, sepeninggal Ali. Kami berharap Anda untuk bersama kami melawan Ali bin Abi Thalib." Mendengar namanya mau diangkat menjadi khalifah, diam-diam dia menemui Ali, minta izin untuk melakukan umrah ke Makkah. Dia tidak melakukan umrah, tetapi dia bergabung dengan pasukan Aisyah yang hendak memberontak melawan Ali. la bergabung dengan sahabat Nabi yang lain yang bernama Thalhah dan Zubair dua-duanya mengalami su'ul khatimah.
Aisyah ketika melawan Imam Ali, tidak menyerbu ke Madinah, tempat Imam Ali berada waktu itu. Tetapi dia berangkat ke Basrah. Di situ ada Utsman bin Hanif, gubernur yang ditunjuk Imam Ali. Zubair melakukan berbagai kekejaman di situ. Dia membunuhi kaum muslimin, puluhan orang. Dia menyerbu gudang penyimpanan kekayaan negara. Dia bunuh semua penjaganya. Utsman bin Hanif juga dianiaya dengan dicabuti bulu-bulu alis dan janggutnya dalam keadaan sangat mengenaskan.
Ketika Rasulullah masih hidup. Rasulullah berkata kepada Aisyah: "Hai Humaira, janganlah kamu menjadi salah seorang perempuan yang digonggong anjing Hau'ab." Pesan Nabi itu terlupakan oleh Aisyah sehingga ketika dia berangkat dari Makkah menuju Basrah bersama Zubair, dia sampai di suatu kampung tengah malam dan Aisyah mendengar suara anjing gemuruh menggonggong kafilah itu. Aisyah bertanya, "Apa daerah itu bernama Hau'ab?" Kata orang. "Ya." "Ya Allah, dahulu Rasululah berpesan agar aku jangan menjadi orang yang digonggong oleh anjing Hau'ab. Kita kembali lagi, ini pertanda buruk." kata Aisyah. "Kembalikan aku." Lalu datanglah Zubair, yang kemudian bersaksi, bersumpah dengan menyebut nama Allah, bahwa tempat itu bukan Hau'ab. Dan akhirnya Zubair kemudian memberikan perlawanan kepada Imam Ali.
Setelah ia mengkhianati Imam Ali, berbohong mau melakukan umrah, padahal bergabung dengan pasukan pemberontak, untuk Zubair dan Thalhah, Imam Ali membacakan doa qunut yang melaknat keduanya. Zubair dan Thalhah termasuk orang yang mengkhianati Imam Ali dengan pengkhianatan yang menghancurkan umat secara keseluruhan. Karena mereka juga, kemudian terjadi peperangan di antara dua sahabat Nabi. Doanya begini:
"Ya Allah laknatlah Thalhah dan Zubair karena pengkhianatannya terhadap umat, dan karena dia memandang buruk seluruh masyarakat ini, dan karena dia tidak memenuhi hakku sebagai seorang muslim. (Hak seorang muslim adalah memelihara kehormatan muslim yang lain), dan dia meremehkan urusanku, meremehkan perintahku. Ya Allah, laknatlah keduanya dan orang-orang yang membenarkannya dan mengikuti jejak langkahnya turunkan kepada mereka azab-Mu, datangkan kepada mereka siksa-Mu, jatuhkan kepada mereka hukuman-Mu dan azab-Mu yang tidak Engkau tolakkan kepada orang-orang yang saleh."
Doa ini yang pernah dibagikan oleh Ijabi Pusat karena ada dua sahabat saya yang mengkhianati saya dengan pengkhianatan yang menghancurkan umat. Saya mengikuti Imam Ali membaca doa ini untuk seseorang. Orang ini. singkatnya menyebarkan fitnah yang sangat mengerikan, bahwa, saya melakukan perzinahan di tempat kami mengelola pengajian. Namanya juga fitnah pasti tanpa bukti. Lantaran fitnah dia - yang saya sebut menghancurkan kaum Muslimin saya memutuskan meninggalkan pengajian itu. Dan juga tempat lain yang di situ ada dia. Tempat itu sudah tempat yang terkutuk. Kalau di satu tempat ada tukang fitnah. tempat itu menyebar laknat ke sekitarnya. Saya meninggalkan tempat itu. Dalam memfitnah dia dibantu juga oleh seorang Ustad (sekarang saya meragukan dia Ustad). Perumpamaan dia seperti seekor anjing. Keduanya menyebarkan fitnah bersama-sama. Jadi kedua orang itu melakukan perbuatan buruk karena dunia. karena sesuap nasi, karena ingin mempertahankan kehidupannya.
Berlindung dari Su'ul Khatimah
Kembali ke pembahasan su'ul khatimah. Dalam kitab Tazkiyyatun Nafs, Pensucian Diri, karya Sayyid Kazhim Al-Hairi, dijelaskan bahwa mensucikan diri adalah keperluan yang sangat mendesak bagi setiap muslim sampai akhir hayatnya. Sampai akhir hayat karena bila pensucian diri terhenti di tengah jalan, seorang muslim bisa terjerembab ke dalam lembah su'ul khatimah.
Memang ada 2 prinsip tazkiyyatun nafs (pensucian diri) yang harus selalu dicamkan. Pertama, pensucian diri itu harus berlangsung terus menerus. Kesempurnaan manusia adalah sesuatu yang tak terhingga. Ketika manusia mensucikan dirinya, ia sedang menjalani proses tanpa batas. Ia dapat mensucikan dirinya sampai pada tingkat yang tak terhingga. Seorang muslim tak boleh merasa cukup dengan psoses pensucian jiwa. Kedua, karena pensucian diri adalah suatu perjalanan yang terus menerus, bila ada seseorang yang berhenti di tengah proses ini, ia akan jatuh kembali ke tingkat yang serendah-rendahnya: la bisa jatuh ke jurang su'ul khatimah.
Tadi saya sudah menyebut Bal'am dan Zubair. Kisah mereka hanyalah 2 contoh saja dari sekian orang yang berhenti mensucikan diri dan jatuh ke dalam su'ul khatimah. Masih ada kisah-kisah lain. Di antaranya kisah iblis yang dikutip oleh Imam Ali dalam Nahjul Balaghah (kitab ke-191). Imam Ali bertutur: "Maka ambillah pelajaran tentang apa yang Allah lakukan kepada iblis ketika Dia menghapuskan seluruh amalnya yang panjang dan segala kesungguhannya untuk beribadah dengan tekun. Iblis telah menyembah Allah enam ribu tahun lamanya, tidak diketahui apakah tahun dunia atau tahun akhirat. Tetapi ia jatuh karena dosa yang sesaat saja (yaitu dosa takabur-red). Lalu siapakah sekarang yang akan selamat dengan berbuat dosa-dosa seperti itu?"
Imam Ali seakan ingin mengingatkan bahwa iblis saja yang telah beribadah ribuan tahun. lamanya dapat terjerumus ke dalam jurang kesesatan, apalagi manusia yang sedikit amal salihnya. Kita tak boleh merasa aman dan tenteram dengan pensucian diri kita karena itu bukan jaminan bagi kita untuk memasuki surga. Imam Ali berkata, "Tidak akan sekalipun Allah. memasukkan ke dalam surga seorang manusia yang melakukan perbuatan, yang perbuatan itu mengakibatkan Allah mengeluarkan dari surga seorang penghuni langit (yaitu iblis)." Karena perasaan takaburnya, iblis tak mau bersujud kepada Adam. Dan untuk itu Allah mengutuknya dan mengeluarkannya dari surga untuk selama-lamanya.
Masih dalam khutbah yang sama, Imam Ali berkata, "Allah tidak mungkin memberikan izin kepada seseorang untuk melakukan dosa tetapi Dia melarang orang lain untuk melakukan dosa yang sama." Allah tidak akan pernah mengistimewakan seseorang atau sebagian kalangan di antara umat manusia dalam hal berbuat dosa. Status istimewa sebagai keturunan dari orang-orang yang suci, misalnya, tidak membuat seseorang lantas menjadi boleh untuk berbuat maksiat. Menurut Imam Ali, tidak mungkin ada makhluk yang dikhususkan Allah sehingga perbuatan buruk yang dia lakukan. tidak Allah hitung sebagai dosa. Oleh karena itu, kita harus senantiasa menghindarkan diri dari maksiat.
Setiap maksiat yang kita lakukan adalah sebuah noktah hitam yang menodai kebersihan hati kita. Semakin banyak dosa yang kita lakukan, semakin gelaplah permukaan hati itu, sehingga semakin rendah pula tingkatan kita dalam perjalanan pensucian diri.
Kisah iblis mengajarkan kepada kita akan kehati-hatian dan ketakutan kita akan su'ul khatimah, akhir yang buruk. Kita tak boleh sesaat pun berhenti dari proses pensucian diri. Kisah lainnya adalah tentang Muhammad bin Ali bin Bilal. Ia adalah sahabat Imam Hasan Al- Asykari dan merupakan murid Imam yang terpercaya. Karena ia belajar langsung dari Imam, ia memiliki ilmu yang luar biasa. Begitu tingginya kedudukan yang telah ia capai. sampai para murid lain sering meminta fatwanya akan hal ihwal agama yang membingungkan.
Tetapi setelah itu, ia berhenti dalam tazkiyyatun nafs-nya. la cenderung kepada dunia dan ingin mempunyai pengikutnya sendiri. Muhammad bin Ali bin Bilal ingin memiliki jamaahnya sendiri yang besar. la tergoda akan fanatisme yang selama ini ia saksikan terhadap Imam. Karena sering ia melihat bagaimana orang memperlakukan Imam, ia juga ingin diperlakukan dengan penghormatan yang sama. Imam Hasan lalu melepaskan diri darinya. Orang kemudian menganggapnya sebagai seorang murtad yang mendirikan sebuah sekte baru.
Imam Ali Al-Ridha meriwayatkan ucapan Imam Ali k.w. "Seluruh dunia ini tidak lain adalah kebodohan kecuali tempat-tempat ilmu. Dan seluruh ilmu itu dapat menjadi hujjah yang mencelakakan (di hari akhirat nanti) kecuali bila ilmu itu diamalkan. Dan seluruh amal itu adalah riya kecuali yag dilakukan dengan ikhlas. Dan yang dilakukan dengan ikhlas pun berada di tepi bahaya yang besar sampai seorang hamba yakin akan akhir amal-amalnya."
Yang menentukan apakah kita akan berhasil dalam penyempurnaan diri adalah ujung amal-amal kita. Kita harus selalu berhati-hati agar tidak mengakhiri hidup kita dengan su'ul khatimah. Untuk berlindung dari hal itu, yang pertama harus kita lakukan adalah menghindari segenap perasaan cukup akan kesucian diri. Kita tak boleh merasa puas dan harus senantiasa merasa bahwa kita belum mencapai apa-apa dalam perjalanan mendekati Tuhan. Jangan pernah sekalipun merasa diri yang paling benar dan menganggap orang lain sesat. Kedua, kita harus memandang tazkiyyatun nafs (pensucian diri) sebagai sebuah jalan tanpa ujung, proses tanpa batas. Setiap kali kita merasa cukup. ketahuilah bahwa kita belum cukup. Ketiga, kita mesti senantiasa merendah diri di hadapan Allah Swt dan memohon kepada-Nya agar kita diberi husnul khatimah, akhir yang baik. Permohonan ini seharusnya diucapkan dalam setiap doa yang kita panjatkan supaya Dia meneguhkan langkah-langkah kita.
Salah satu doa yang tak boleh kita tinggalkan itu saya kutip di bawah ini. Bacalah doa ini dengan sepenuh hati kita supaya kita terlindung dari su'ul khatimah:
Wahai Yang membolak-balikkan hati dan pandangan.
teguhkanlah selalu hatiku dalam agama- Mu.
Jangan Kau gelincirkan hatiku setelah kau berikan petunjuk kepadaku
Curahkanlah kepadaku kasih sayang-Mu.
Sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi Anugerah.
Lindungikah aku dari api neraka.
Ya Allah, panjangkanlah usiaku, luaskanlah rezekiku.
taburkanlah padaku kasih sayang-Mu.
Jika aku pernah tertulis sebagai orang yang celaka.
masukkanlah aku kepada kelompok orang yang beruntung dan bahagia karena Kau menghapus apa yang Kau kehendaki dan menetapkan apa yang Kau kehendaki,
semuanya kau tuliskan dalam ummul kitab. JR
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).