top of page
  • Writer's pictureAkhi

Mengobati Stres



Setiap hari kita menyaksikan banyak sekali peristiwa yang terjadi pada diri kita atau pada orang lain. Bukan hanya menyaksikan, kita juga berusaha memahaminya. Ketika melihat anak-anak sekolah tawuran, kita bertanya mengapa? Ketika sebagian ulama memperdebatkan sertifikat MUI, kita bingung dan mencari penjelasan. Untuk membantu memahami kejadian-kejadian itu, kita membuka "kamus besar” dalam memori kita. Kita mencari kata kemudian melihat maknanya.


Dalam kamus itu mungkin ada kata “kenakalan remaja atau "ikhtilaf ulama”. Sepanjang hidup, kita membuang kata-kata yang sudah aus dan memasukkan kata-kata baru. Pergantian zaman sering ditandai dengan pergantian kata. Salah satu di antara kata-kata baru yang muncul pada zaman modern ini dan sering kita pergunakan adalah “stres”.


Anda menyaksikan istri Anda pulang dari pekerjaan dengan wajah masam. Ia menjawab singkat dan ketus ketika Anda menyapanya. Ia membentak dengan keras ketika pembantu terlambat memberikan air dingin. Ia bersungut-sungut melihat jaket Anda teronggok di karpet. Dalam hati, Anda berkata, “Istriku sedang stres.”


Atau Anda sendiri gelisah. Besok Anda harus memberikan presentasi. Anda belum siap. Data yang Anda perlukan belum Anda miliki. Catatan Anda tidak karuan. Ketika kawan sekantor datang dan memutar lagu-lagu rock, Anda meradang, “Matikan! Aku sedang stres, tahu?!”


Apa yang disebut stres melanda hampir semua orang sekarang. Lelaki, perempuan, tua, muda, terpelajar, bodoh, orang kota, orang kampung, ulama, orang awam. Semua stres. Begitu beragamnya perilaku stres, sehingga Elliot dan Eisdorfer, setelah meneliti stres selama 35 tahun, menyimpulkan, "Tidak seorang pun berhasil merumuskan definisi stres yang memuaskan” (Stress and Human Health, 1982).


Perilaku yang disebut stres bisa bermacam-macam, tetapi ciri-ciri utamanya sama. Pertama, orang yang stres mengalami intensitas emosi yang tinggi (dan menyiksa): mudah tersinggung, berang, gelisah, jengkel, rasa tertekan, dan sebagainya. Pendek kata: kehilangan rasa tenteram.


Kedua, stres yang bersifat psikologis ini selalu melibatkan gejala-gejala jasmaniah: tekanan darah yang naik, denyut nadi dan detak jantung yang cepat, otot-otot yang menegang, telapak tangan yang berkeringat. Seorang ahli stres, Hans Selye, menyebutnya GAS (General Adaptation Syndrome).


Al-Quran menggambarkan situasi stres ini dengan kalimat, Dadanya dijadikan sesak dan sempit, seperti orang yang terbang ke langit (al-Anâm: 125). Dalam ayat lain, Allah menyebut orang stres sebagai orang yang mempunyai kehidupan yang sulit dan sempit (Thâhâ: 124). Orang yang stres ialah orang yang kehilangan “sakinah” atau hatinya tidak tenteram.


Rumus Stres

Comenan dan Hammen menyebut tiga macam stres: frustrasi, konflik, dan tekanan kejiwaan (pressure). Anda akan frustrasi bila tidak memperoleh apa yang Anda kehendaki, atau peristiwa yang terjadi di sekitar Anda tidak seperti yang Anda inginkan. Orang yang Anda cintai menolak cinta Anda, atau kawan-kawan tidak menghiraukan saran-saran Anda.


Anda terlibat dalam konflik kejiwaan apabila Anda dihadapkan pada dua pilihan yang membingungkan Anda. Apakah Anda harus mempertahankan pernikahan, sementara istri Anda telah berkhianat. Atau Anda menceraikannya sementara anak-anak masih membutuhkan kehadiran sosok ibu.


Anda tertekan secara psikologis bila Anda didesak oleh keinginan Anda atau oleh keinginan orang lain untuk mencapai suatu tujuan. Anda merasa seharusnya menjadi doktor, atau mertua Anda mendesak seharusnya Anda memiliki rumah sendiri walaupun dengan kredit. Anda dituntut oleh keharusan-keharusan yang tidak realistis, tapi Anda tidak bisa menolaknya. Anda tunduk pada "tyranny of the should”.


Apa pun jenis stres, sebab utamanya ialah karena apa yang Anda inginkan lebih banyak daripada apa yang Anda peroleh. Kesenjangan ini dirumuskan secara matematis sebagai get-want-ratio. Untuk mengukur tingkat kepuasan Anda, bagilah apa yang Anda peroleh dengan apa yang Anda inginkan. Anda memperoleh seratus ribu rupiah, sedangkan yang Anda inginkan seribu rupiah saja. Nilai kepuasan Anda tentu saja 100/1 = 100. Sekarang Anda naikkan keinginan Anda menjadi lima puluh ribu rupiah. Kepuasan Anda turun dari seratus menjadi dua. Kepuasan Anda turun 50 kali lebih kecil. Secara matematis juga, tingkat stres bisa dihitung dengan membagi apa yang Anda inginkan dengan apa yang Anda peroleh. Want dibagi get. Anda menginginkan seratus ribu rupiah. Nilai stres Anda seratus. Bagaimana caranya menurunkan stres Anda?


Kurangilah keinginan Anda. Sebaliknya, bila hidup Anda ingin dipenuhi stres, tambah saja terus keinginan Anda. Misalnya, Anda sudah puas dengan istri Anda. Ia penurut, sabar, rajin bekerja, taat beribadah, setia, dan penuh kasih. Anda mulai menderita stres ketika timbul tuntutan baru. Anda menginginkan istri Anda memiliki usia yang lebih muda dengan hidung lebih mancung dan penampilan lebih trendi.


Anda sudah mempunyai rumah sendiri. Gaji Anda sudah cukup untuk makan dan sedikit hiburan. Tetapi, karena bujukan iklan dalam radio dan televisi, Anda ingin mempunyai kendaraan bermotor, paling tidak yang roda dua. Dan, sekarang, penghasilan Anda tidak cukup untuk memenuhi kelnginan Anda. Anda ditimpa stres.


Kurangi Keinginan

Apa yang Anda peroleh ditentukan oleh banyak hal, sebagian besar dari luar diri Anda. Kebijaksanaan pemerintah, pemimpin perusahaan, pangsa pasar, santunan orang lain dan sebagainya. Tetapi, apa yang Anda inginkan ditentukan oleh Anda sendiri. Sebab itu, untuk menghilangkan stres, tidak ada cara paling mudah selain mengurangi keinginan Anda, melepaskan diri dari “tirani seharusnya”.


Satu riwayat menuturkan, Ali ibn Abi Thalib pernah ditanya tentang zuhud. Ia menjawab, Zuhud adalah mengurangi keinginan dan tulus beramal.


Maka, semakin banyak keinginan Anda semakin banyak pula kekecewaan Anda. Bila hari ini Anda gelisah, risau, dan tanda-tanda stres lainnya, mengapa tidak Anda tinjau kembali daftar keinginan Anda. Buanglah hal-hal yang tidak realistis. Buanglah keinginan-keinginan yang sebenarnya bukan keinginan Anda. Orang lain mendesak Anda untuk memenuhi keinginan Anda itu. Maukah Anda mengorbankan hidup yang singkat ini untuk diperbudak orang lain?


Bukankah Anda menjadi gelisah hanya karena orang lain mempunyai kekayaan yang tidak Anda miliki? Bukankah Anda menjadi sedih hanya karena rekan-rekan Anda mendapatkan sesuatu yang tidak Anda peroleh? Anda kemudian dipacu untuk menjadi seperti orang lain. Anda sudah kehilangan diri Anda. Anda ingin menjadi orang lain. Anda mengalami stres. Anda tidak bisa mengatur apa yang diperoleh orang lain, tetapi Anda dapat mengendalikan apa yang Anda inginkan. Rasulullah pernah bersabda, "Yang disebut kaya bukankah karena banyak harta. Yang disebut kaya adalah kaya jiwa” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).


Para sufi menyebut kekayaan jiwa sebagai qanâah (merasa puas). Qanaah terjadi ketika Anda menyamakan keinginan Anda dengan perolehan Anda. Anda semakin want dengan get Anda.



"Qanâah adalah harta yang tidak pernah habis, sabda Rasulullah. []


KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).


83 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page