Akhi
Menyambut Derita : Mensyukuri Musibah 3
Dunia genetika juga membuktikan, ternyata stres bisa menyebabkan kerontokan rambut atau membuatnya putih. Penjelasannya juga sama, yaitu stres menghidupkan gen-gen yang memberi instruksi pada kerontokan rambut atau gen-gen yang menyuburkan rambut menjadi bungkam. Dan, kita pun bisa berpikir sebaliknya, berarti kebahagiaan bisa menyuburkan dan menghitamkan rambut.
Singkat kata, situasi kejiwaan dapat memengaruhi kondisi tubuh.
Dalam buku The Divine Message of the DNA itu juga di paparkan hasil percobaan terhadap icoli, bakteri yang mengonsumsi glukosa. Pada awalnya, orang-orang yang terlibat dalam percobaan itu berasumsi bahwa bakteri tersebut hanya mengonsumsi glukosa. Jika tidak ada glukosa, ia akan mati. Asumsi mereka keliru, sebab icoli ternyata juga mengonsumsi laktosa. Ajaib, kata mereka. Mereka bertanya-tanya, apakah bakteri tersebut secara genetis memang pemakan laktosa atau kecenderungan itu hanya muncul kemudian? Akhirnya diketahui bahwa icoli memang memiliki dua kecenderungan: pemakan glukosa—dan itu yang biasa, lalu, saat glukosa tidak ada, gen-gen yang biasa memberi instruksi icoli untuk memakannya menjadi padam, kemudian yang hidup adalah gen-gen yang memberi instruksi memakan laktosa.
Contoh gampang saja, kita, orang Indonesia, terbiasa mengonsumsi nasi, gen-gen tubuh kita memang memberi instruksi itu. Namun, jika nasi tidak ada, ubi, jagung, singkong pun jadi. Begitulah kira-kira.
DALAM buku itu juga dikemukakan hasil penelitian di Jepang tentang apakah pola pikir memengaruhi peningkatan glukosa dalam tubuh penderita diabetes? Yang menjadi objek penelitian adalah para penderita diabetes stadium kedua.
Satu kelompok diminta menghadiri perkuliahan yang sangat tidak menyenangkan dan membosankan. Satu kelompok lain mendengarkan hiburan lucu, mengajak mereka tertawa dan hanya tertawa. Kemudian, setelah makan, masing-masing dari dua kelompok itu diukur kadar glukosanya. Apa yang terjadi? Para penderita diabetes yang menghadiri kuliah membosankan itu mengalami peningkatan glukosa sebesar kira-kira 123 mg. Sementara, mereka yang menonton acara komedi hanya sekitar 77 mg saja. Percobaan itu tak hanya dilakukan sekali dua kali. Peningkatan kadar glukosa itu ditentukan oleh kode genetik dalam tubuh. Dan, kode genetik itu dipengaruhi oleh pola pikir. Pola pikir yang cenderung negatif, stres, akan meningkatkan kadar glukosa. Sebaliknya, pola pikir positif, perasaan gembira, cenderung menekan peningkatan kadar glukosa.
Jadi, begitulah. Teknologi modern telah membuktikan bahwa berpikir positif dapat mengaktifkan gen-gen positif yang memengaruhi kondisi tubuh manusia, serta memberikan instruksi aksi positif.
APA artinya semua itu? Artinya, dalam diri kita sesungguhnya ada kemampuan yang masih berupa potensi, yaitu gen-gen yang bisa dihidupkan dengan berpikir positif, yang kemudian akan menginstruksikan aksi-aksi positif serta memengaruhi perubahan kondisi tubuh.
JADI, seperti itulah kurang lebih penjelasan ilmiah dari ayat Sungguh, bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Bersama kesulitan benar-benar selalu ada kemudahan (al-Insyirah: 5-6), yang telah di sebutkan di pada artikel sebelumnya.
KARENA itu, musibah yang niscaya ada dalam hidup tak perlu diratapi. Mengeluh dan meratapi musibah akan menghidupkan gen-gen negatif yang menginstruksikan pada aksi-aksi negatif pula serta memengaruhi kondisi tubuh. Sebaliknya, jika orang tertimpa musibah kemudian menata jiwa dan pikirannya maka itu akan menghidupkan gen-gen positif dalam tubuh.
Maka, benarlah jika dikatakan, musibah itu keniscayaan, sedangkan penderitaan adalah sikap dan pilihan. Tak semua orang akan terpuruk dan menderita oleh musibah yang mendera, dan mungkin kehidupan selanjutnya justru lebih baik, karena kejiwaan dan pola pikirnya mengarahkan pada pilihan itu. Dan, tentu saja tak sedikit barangkali yang terpuruk dan menderita oleh musibah. Sebabnya sama: kejiwaan dan pola pikirnya memilih demikian.
Pada akhirnya, musibah mengubah cara pandang seseorang dalam memahami kehidupan atau bahkan lebih mencerahkannya dalam menilai kehidupan. Semua itu bermula dari pola pikir. Maka, berpikirlah positif, yaitu dengan bersyukur dan bertawakal.
Dalam Al-Quran disebutkan. Katakanlah, “Apa yang menimpa kami ini telah Allah gariskan. Dialah pelindung kami. Hanya kepada Allah semata semestinya orang-orang mukmin itu bertawakal” (al-Tawbah: 51).
Itulah terapi berpikir positif yang diajarkan Al-Quran untuk menyikapi musibah agar tak menjadi derita.
Ada seorang tokoh psikologi kebahagiaan, pendiri mazhab psikologi positif. Ia menulis buku tentang apa yang bisa kita ubah dan yang tidak. Ia mengatakan, sesuatu yang terjadi tanpa bisa kita usahakan mengubahnya maka kita pasrah saja. Sebab, jika melawan sementara sesuatu itu sesungguhnya tak bisa dilawan maka perlawanan itu akan melahirkan derita. Percayalah! []
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).