top of page
  • Writer's pictureAkhi

PENDERITAAN PARA PENGIKUT KELUARGA RASUL


Kita telah mengetahui bahwa cinta harus ditumbuhkan atau dibina. Kata Shakespeare, cinta itu seperti air yang turun dari langit. Hujan itu turun di mana saja yang dia kehendaki. Jadi, cinta itu pun tidak bisa didugaduga. "Dia akan jatuh ke mana saja yang dia kehendaki." Saya kira, itu tidak benar. Pertama, pernyataannya itu salah dalam premisnya; karena hujan tidak jatuh pada tempat yang tak disangka-sangka. Hujan jarang jatuh di padang pasir. Hujan akan jatuh di tempat-tempat yang mempunyai kelembapan udara tertentu. Sebetulnya, jatuhnya hujan itu dapat diduga. Kedua, cinta itu bisa dibina, bisa ditanamkan. Dan salah satu upaya untuk menanamkan kecintaan kita kepada Rasulullah adalah dengan berusaha mengenal riwayatnya. Dalam hal ini, ada peribahasa Jawa ꟷ yang kita kenal ꟷ yang terbukti secara ilmiah: "witing tresno jalaran soko kulino". Permulaan kasih itu lantaran mengenal.


Kita cenderung mencintai hal-hal yang kita kenal dengan baik. Kalau Anda melihat seekor kucing yang setiap pagi datang ke rumah Anda, Anda akan mengenal kucing itu dengan baik. Suatu saat, kalau kucing itu mati, saya percaya, Anda kalau tidak meneteskan air mata-akan sedih dengan kematiannya. Itu lantaran kucing tersebut telah Anda kenal dengan baik. Tetapi, kalau kucing itu tidak pernah datang ke rumah Anda, Anda tidak akan merasa sedih.


Jadi, kecintaan itu tumbuh dengan subur karena kita mengenal. Karena itu, kita harus mengenal riwayat Rasulullah dengan baik. Kita harus mengenal akhlaknya, perjuangannya, dan sejarahnya. Begitu pula, riwayat keluarga Rasulullah harus kita kenali. Oleh karena itu, usaha-usaha orang munafik dan orang-orang kafir untuk merobohkan tonggak Islam ini ialah dengan mengenalkan Rasulullah dan keluarganya dengan hal-hal yang jelek. Lihat buku-buku orientalis tentang Rasulullah. Mereka menggambarkan Rasulullah dengan sangat menjengkelkan.


Pernah saya menulis kritikan atas buku-buku itu di majalah Kiblat, tetapi orang tidak bereaksi. Sebab, waktu itu orang Islam belum mempunyai kekuatan. Ketika Salman Rushdie menulis, baru orang Islam bereaksi; itu pun sebagian saja. Mereka adalah orang-orang yang mencintai Rasulullah dengan tulus; karena orang yang tidak cinta tentu tidak peduli. Sebagaimana kita ketahui, salah satu tanda kecintaan kita kepada seseorang yaitu akan merasa tersinggung kalau orang yang kita cintai diejek atau dicemoohkan.


Ujian bagi para Pencinta

Mengapa mereka secara sistematis mendiskreditkan Rasulullah? Sebab, mereka tahu bahwa kalau orang Islam sudah kehilangan kecintaan terhadap Rasulullah, runtuhlah seluruh tonggak agama itu. Karena itulah, kita akan berusaha membersihkan nama Rasulullah dari hadis-hadis yang menodai kesucian Rasulullah. Kita akan menolak riwayat yang mengatakan Rasulullah berperilaku seperti anak kecil atau bercakap-cakap seperti orang bodoh. Semuanya itu demi kecintaan kita kepada Rasulullah.


Dalam bersikap seperti itu, ternyata banyak juga para ulama yang bereaksi keras. Ada beberapa orang mengatakan di radio bahwa saya sudah berlebih-lebihan dalam menggunakan akal. "Padahal, akal harus tunduk kepada wahyu," kata mereka. Jadi, tidak masuk akal kalau Rasulullah berperilaku seperti itu. Kita tidak boleh mempertanyakan riwayat-riwayat Rasul. Padahal, sekali lagi, itu kita lakukan dalam rangka mencintai Rasulullah.


Untuk mengetahui tulusnya kecintaan adalah dengan ujian. Saya akan menggambarkan dengan analogi bagaimana ujian itu. Dalam psikologi cinta, ada yang disebut coquetry. Wanita kalau sudah mengetahui bahwa seorang lelaki mencintainya ꟷdari indikator-indikator tertentu yang biasanya segera tampakꟷ ia ingin yakin apakah si lelaki itu benar-benar mencintainya atau tidak. Maka, wanita itu akan berperilaku yang dikatakan para psikolog sebagai coquetry, ujian untuk mengetahui kesungguhan si lelaki tersebut. Strateginya tidak akan saya sebutkan di sini; pokoknya dia mempunyai cara untuk menguji.


Pada manusia, cara pengujian itu sangat canggih, sangat halus. Pada binatang, pengujiannya kasar. Misalnya, ayam. Kalau mulai dikejar oleh ayam jago ꟷ ayam betina sebetulnya mau sama si ayam jago ꟷ si ayam betina tidak mau menyerah begitu saja. Ayam betina akan lari, kemudian dikejar. Begitu ayam jago kelelahan dan berhenti, si ayam betina berhenti juga. Kemudian dikejar lagi, dan ayam betina pun lari lagi. Ayam betina menguji dengan cara kasar. Pada manusia, tentu cara itu diperhalus, dipercanggih dengan teknologi dan pengetahuan. Mengapa? Itulah cara alam untuk menguji kecintaan seseorang.


Karena itu, kalau orang berkata kepada Rasulullah, "Saya mencintaimu, ya Rasulullah," Rasulullah berkata, "Bersiap-siaplah menghadapi bala." Memang, kalau Anda mencintai Rasulullah dan keluarganya, bersiap-siaplah menghadapi ujian dalam hidup Anda. Salah satu di antaranya mungkin Anda akan dicerca, dicemooh, atau dimaki-maki. Apakah Anda bertahan dalam kecintaan itu atau tidak? Kalau membaca riwayat para pencinta Rasulullah dan keluarganya, Anda akan mengetahui bahwa mereka mengalami ujian-ujian yang luar biasa dalam hidup mereka.


Misalnya, pada zaman Muawiyah, selama delapan puluh tahun, keluarga Rasulullah dicaci di mimbar-mimbar. Selama delapan puluh tahun, Imam Ali dicaci di mimbar-mimbar. Orang-orang yang tidak mau mencaci maki akan berhadapan dengan penguasa waktu itu. Hujr bin Adi contohnya. Suatu saat, ada seorang khatib yang di akhir khutbahnya mengutuk keluarga Rasulullah. Hujr bin Adi protes. Begitu mendengar khatib mengutuk keluarga Rasul, dia berdiri mengutuk khatib itu. Hujr bin Adi segera ditangkap dan dikubur hidup-hidup.


Pernah juga terjadi pada zaman Al-Hajjaj. Di dalam suatu masjid, ketika Al-Hajjaj berbicara mengutuk keluarga Rasul, orang-orang ribut. Apa yang dilakukan Al-Hajjaj? Semua jamaah dalam masjid, kecuali Al-Hajjaj tentunya, dipotong tangannya. Sebab, para jamaah itu tidak mau ikut mencaci maki keluarga Rasul.


Ada suatu tradisi waktu itu: kalau orang mau mencaci orang lain, ucapan makiannya adalah "Ya Ali". Di mimbar-mimbar, makian itu betul-betul ditanamkan untuk membenci Ali sebagai orang yang paling jahat, orang yang murtad.


Ada seorang ulama pencinta Imam Ali yang menamai anaknya Ali. Waktu itu, orang yang menamai anaknya dengan Ali, sangat mungkin kehilangan anaknya. Tetapi, anak yang telah menjadi ulama itu pintar. la pernah berkata, "Nama saya bukan Ali, melainkan Uli." Ditulisnya memang sama: 'ain-lam-ya. Di antara perawi hadis, hanya ada satu nama Uli, yaitu nama ulama tersebut. Dengan kepintarannya itu, dia selamat dari pengejaran orang, sampai dia menjadi ulama besar.


Ada peristiwa lain yang terjadi pada zaman Umar bin Abdul Aziz ꟷ kelak dia menjadi khalifah. Pada masa kecilnya, dia mempunyai guru. Gurunya itu seorang pencinta keluarga Rasul, tetapi dia menyembunyikan kecintaannya dengan pertimbangan keselamatan. Karena berilmu, dia dipilih oleh khalifah untuk mengajar anaknya. Suatu saat, Umar bin Abdul Aziz memaki saudaranya, "Hai Ali, hai murtad."


Karena dia terus-menerus mencaci saudaranya, si guru tidak tahan mendengar cemoohan itu; tidak tahan menyembunyikan kecintaannya kepada keluarga Rasul. Dia memanggil muridnya, dan berkata kepadanya, "Kamu tahu siapa Ali bin Abi Thalib yang kamu ucapkan sebagai cacian itu?" Muridnya menjawab, "Dia murtad, orang jahat, ... dan lain-lain." "Ketahuilah, dia ini menantu Rasulullah. Dialah yang berbaring di ranjang Rasulullah ketika Rasulullah hijrah. Dialah yang tentangnya Rasulullah berkata, 'Aku kota ilmu dan Ali pintunya," kata sang guru. Maka, berceritalah sang guru memuji Imam Ali dengan panjang lebar sampai-sampai ꟷ ketika berbicara tentang hadis-hadis dengan khusyuk ꟷ sang guru kehilangan kesadaran akan lingkungannya. Kemudian diceritakanlah oleh Umar bin Abdul Aziz ihwal itu kepada bapaknya.


Si guru dipanggil. Apa yang dilakukan oleh ayah Umar bin Abdul Aziz? Karena si guru mengajarkan kecintaan kepada keluarga Rasul lewat lidahnya, yang pertama mendapat hukuman adalah lidahnya. Lidahnya dipotong dan sesudah itu orangnya dibunuh di hadapan muridnya.


Setelah berkuasa, Umar bin Abdul Aziz teringat akan gurunya dan merasa berdosa karena menyebabkan kematiannya. Begitu menjadi khalifah, yang pertama dia lakukan adalah melarang khatib mencaci Imam Ali di akhir khutbahnya. Sebelum itu, di akhir khutbahnya, orang mengutuk Imam Ali. Bagian akhir itu, oleh Umar bin Abdul Aziz, kemudian diganti dengan kalimat yang kini kita dengar sering dibacakan para khatib ketika berkhutbah Jumat. Kita harus sampaikan rasa syukur kita kepada Allah dan ucapan terima kasih kepada Umar bin Abdul Aziz yang telah menggantikan kutukan dengan kata-kata yang bagus: "Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat baik, memberi pertolongan bagi kerabat, dan melarang berbuat keji dan mungkar serta zalim. Dia mengajari kamu agar mendapat peringatan" (QS Al-Nahl [16]: 90).


Jadi, sepanjang sejarah, para pencinta keluarga Rasulullah selalu dirusak kehormatannya. Oleh sebab itu, saya akan sampaikan kepada Anda-kalau Anda mencintai keluarga Rasulullah "Bersiap-siaplah menghadapi bala (ujian)." Namun, meskipun telah bersiap-siap, kita juga perlu berdoa, "Allahummaghfir liyadz Dzunûbal lati tunzilul bala, ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang menurunkan bala." JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb.


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

14 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page