Akhi
Penghinaan kepada Rasulullah

Penghinaan kepada Nabi pada Masa Hidupnya
Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh adalah sahabat Nabi yang bertugas menuliskan wahyu. Tetapi, ia terbukti tidak jujur dalam menuliskannya. Mungkin karena takut akan hukuman Nabi, ia melarikan diri ke Makkah, meninggalkan Islam dan kembali kepada agamanya semula. Ketika tiba di Makkah, ia ditanya oleh orang-orang musyrik, "Wahai Ibn Abi Sarh, ceritakan pengalamanmu menuliskan Al-Quran pada Muhammad!"
"Aku tuliskan sekehendakku. Ketika ia meng-imla-kan samiun 'alim, aku tulis 'alimun hakim. Atau aku tuliskan sekehendakku. Lalu aku bacakan kembali kepadanya. Ia membenarkannya. Aku katakan kepadanya bahwa yang ia imla-kan kepadaku adalah samiun 'alim. Nabi berkata, Kilâhuma sawa. Tidak apa-apa. Dua-duanya sama saja. Ma yadri Muhammadun ma yaquluhu. Innî la-aktubu lahu ma syi'tu. Hadzalladzi katabtu yuha ilayya kama yûhâ ila Muhammadin. Muhammad itu (bodoh) tidak tahu apa yang ia katakan. Inilah yang telah aku tuliskan. Tuhan mewahyukannya kepadaku seperti Tuhan mewahyukan kepada Muhammad."
Saya membayangkan Ibn Abi Sarh menceritakannya dengan tertawa terbahak-bahak, menggambarkan betapa pintarnya ia mengelabui Rasulullah dan betapa bodohnya beliau. Saya menduga (dengan harapan dugaan ini salah) bahwa "ummi" dengan pengertian buta huruf itu datang dari sahabat-sahabat seperti Ibn Abi Sarh. Kita lihat kembali celotehan Ibn Abi Sarh.
"Pernah pada suatu hari, ia membacakan kepadaku 'azizun hakim, aku tulis ghafûrun rahim. Kata Rasulullah, 'Hadza aw dzâka sawa, yang ini dan yang itu sama saja.' Ketika Nabi mengimlakan , وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِيْنِ turun ayatnya sampai pada ثم أنشأناه خلقا آخر Kemudian aku melanjutkan dengan kata-kataku sendiri فتبارك الله أحسن الخالقين Kata Rasulullah, 'Itu juga diturunkan kepadaku. Tuliskan itu.' Sekiranya ia benar, artinya telah diwahyukan kepadaku seperti apa yang diwahyukan kepadanya. Jika ia bohong, aku sudah mengatakan apa yang ia katakan."
Berkaitan dengan ulah Ibn Abi Sarh inilah turun QS Al- An'am (6): 93: Siapa lagi yang lebih zalim daripada orang yang berbuat dusta kepada Allah atau berkata, "Telah diwahyukan kepadaku," padahal tidak ada apa pun yang diwahyukan kepadanya. Ibn Abi Sarh bukan saja mencemoohkan Nabi dan wahyu yang turun kepadanya. Ia juga bergabung dengan orang-orang musyrik lainnya untuk menyebarkan fitnah, penistaan, dan penodaan kemuliaan Nabi.
Ketika Nabi menaklukkan Kota Makkah, ia memberikan perlindungan kepada semua penduduk Makkah, kecuali orang-orang yang namanya tercantum dalam "daftar hitam". Nabi berkata, "Bunuhlah mereka, walaupun mereka bergantung pada tirai Ka'bah." Di antara nama-nama dalam daftar hitam itu: Jurm (Abdullah) bin Khathal dengan dua orang penyanyinya, Miqyas bin Shubabah, dan Abdullah bin Sa'd Abi Sarh.
Jurm bin Khathal, seperti juga Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh, adalah orang Makkah. Ia masuk Islam dan hijrah ke Madinah. Rasulullah mengutusnya untuk mengambil zakat dari beberapa daerah. Beliau juga mengutus bersamanya seorang lelaki dari Khuza'ah. Lelaki itu mempersiapkan makanan dan melayaninya untuk berbagai keperluan. Jurm bin Khathal datang ke suatu tempat. Ia menyuruh orang Khuza'ah itu untuk mempersiapkan makanan. Ia sendiri jatuh tertidur hingga tengah hari. Ketika bangun, ia mendapatkan orang Khuza'ah itu juga sedang tidur dan belum mempersiapkan makanan baginya. Ia marah kepadanya. Tidak henti-hentinya ia memukulinya sampai orang Khuza'ah itu mati. Setelah membunuhnya, ia berpikir dan berkata, "Demi Allah, Muhammad pasti membunuhku jika aku datang kepadanya." Ia memutuskan untuk kabur ke Makkah dengan membawa hasil perolehan zakatnya. Penduduk Makkah bertanya kepadanya, "Kenapa kamu kembali kepada kami?" Ia menjawab, "Aku tidak menemukan agama yang lebih baik daripada agama kalian." Jurm bin Khathal kembali pada kemusy rikannya. Di Makkah, ia mengundang orang-orang untuk berpesta minum khamar. Untuk menghibur tetamu, ia punya dua orang biduan. Keduanya menyanyikan lagu-lagu cemoohan dan ejekan kepada Nabi.
Pada Futuh Makkah, para sahabat mengejar-ngejar Jurm bin Khathal dan menemukannya bergantung pada tirai Ka'bah. 'Ammar bin Yasir dan Sa'id berlomba untuk membunuhnya. Karena Sa'id lebih muda, ia berhasil menangkap dan membunuh Jurm lebih dahulu daripada 'Ammar. Setelah itu, kedua biduan perempuan yang bekerja untuknya juga dibunuh. Miqyas bin Shubabah ditangkap di pasar dan akhirnya juga dibunuh. Lalu, apa yang terjadi pada yang punya lakon dalam cerita kita ini: Abdullah bin Sa'd bin Abi Sarh?
la datang menemui Utsman bin 'Affan, saudaranya sesusuan. "Ya akhi, demi Allah, aku meminta perlindunganmu. Biarlah aku tinggal di sini. Engkau pergilah menemui Muhammad dan berbicaralah kepadanya. Sebab, jika aku pergi dan Muhammad melihatku, pasti ia menebas bagian yang di situ ada kedua bola mataku. Dosaku sangat besar. Aku datang sekarang untuk bertobat." Utsman berkata, "Berangkatlah bersamaku." Berkata Abdullah, "Demi Allah, jika ia melihatku, ia pasti menebas leherku. Ia tidak akan membiarkan aku. Ia sudah menghalalkan darahku. Sahabat-sahabatnya sudah memburuku di semua tempat."
"Berangkatlah bersamaku. Insya Allah, ia tidak akan membunuhku." Utsman memegang tangan Ibn Abi Sarh dan membawanya ke hadapan Rasulullah. "Ya Rasul Allah," kata Utsman, "ibunya dahulu menggendongku dan menyuruhnya berjalan. Ibunya menyusuiku dan menyapihnya. Ibunya memperlakukanku dengan lembut dan menyapihnya. Berikan dia kepadaku. Baiatlah dia, ya Rasulullah!" Nabi memalingkan wajahnya. Tetapi, ke mana pun Rasulullah memalingkan wajahnya, ke situ Utsman datang. Di situ, ia mengulangi lagi permohonannya. Akhirnya, Utsman mencampakkan dirinya bersimpuh di hadapan Nabi. Nabi membaiat dia ketika tangannya terjulur. Setelah Utsman pergi membawa Abdullah bin Sa'd, Nabi menengok kepada sahabat-sahabatnya, "Tidakkah ada di antara kalian orang yang cerdas dan bangkit untuk membunuh hâdzal kalb, anjing ini?" Umar bin Khaththab berkata, "Mengapa engkau tidak memberikan isyarat kepadaku, ya Rasulullah? Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, sejak tadi aku mengikuti gerak matamu dari segenap penjuru. Aku berharap, engkau memberikan isyarat kepadaku untuk membunuhnya." Rasulullah berkata, "Aku tidak membunuh dengan isyarat."
Utsman mengangkat Ibn Abi Sarh sebagai gubernur di Mesir pada masa pemerintahannya, menggantikan 'Amr bin Al-'Ash (Al-Isti'ab 1: 550). Ia dianggap sudah diampuni Rasulullah, walaupun segera setelah Utsman membawanya pergi, Rasulullah menyesalkan mengapa para sahabat tidak membunuhnya.
Ibn Taimiyah menulis, "Ibn Abi Sarh datang kepada Nabi setelah penaklukan Makkah serta setelah orang banyak menyerah dan setelah ia bertobat. Nabi menginginkan agar orang membunuhnya pada waktu itu. Nabi menunggu cukup lama, menduga sebagian sahabatnya akan membunuhnya. Ini dalil (petunjuk) yang jelas tentang bolehnya membunuh dia walaupun dia sudah masuk Islam." Yang dimaksud dengan dia ialah siapa saja yang mengecam, mencela, mencemooh, menghina Rasulullah, baik dia kafir maupun Muslim. Ibn Taimiyah meriwayatkan banyak hadis tentang orang-orang yang mengecam Nabi pada waktu beliau masih hidup. Ia menulis bukunya dengan judul yang sangar: Al-Sharim Al-Maslül 'ala Syatim Al-Rasûl, Pedang yang Terhunus atas Orang yang Mengecam Rasul.
Pada Bab Pertama dalam bukunya, Ibn Taimiyah mengemukakan pendapat para ulama mazhab tentang hukuman mati bagi para pengecam Rasulullah. Ia memberi judul babnya dengan "Masalah Pertama: Bahwa Siapa Saja yang Mengecam Nabi, baik Muslim maupun Kafir, Wajib Dibunuh". Ini berlaku baik ketika Nabi masih hidup maupun setelah beliau meninggal dunia.
Penghinaan kepada Rasulullah Setelah Wafatnya
Pada Bab "Seandainya Salman Rushdie Melihat Jam", saya akan mengisahkan para penghina Nabi dari orang-orang yang bukan Muslim setelah wafat Nabi; sejak cerita-cerita Abad Pertengahan mengenai Mahound, sebutan mereka untuk Muhammad, sampai pada kumpulan karikatur yang disebarkan oleh media Denmark, Jylland-Posten; sejak karya sastra Dante Alighieri, Divina Comedia, sampai pada The Satanic Verses-nya Salman Rushdie. Semua itu dilakukan oleh kaum non-Muslim. Akan muncul yang seperti itu dalam berbagai bentuknya sepanjang sejarah.
Bagi pencinta Rasulullah, semua penghinaan itu tentu akan melukai hati mereka yang paling dalam. Bagaimana mungkin kita membiarkan orang melemparkan kotoran kepada wajah Nabi yang suci? Bagaimana mungkin kita masih bisa tertawa ketika senyuman Nabi yang menyejukkan, mereka ganti dengan seringai hantu yang menakutkan? Tetapi, sakit hati itu masih bisa kita tanggung karena penghinaan itu datang dari orang-orang yang bukan pengikut Nabi. Sakit hati yang paling berat kita rasakan kalau penghinaan itu dilakukan oleh orang-orang yang mengaku Muslim.
Pelecehan pada kehormatan Rasulullah bisa datang dari orang-orang Islam yang menabuh genderang bersama para penghina Rasul dari dunia Barat. Mereka menggambarkan Nabi sebagai pembawa agama yang paling tidak toleran, menegakkan kekuasaannya dengan kekerasan, dan mengumbar syahwat. Saya pernah mendengar seorang yang mengaku pemikir Islam, berasal dari pesantren, berkata, "Ayo, kita cari nabi yang bukan tukang kawin!" Ia mengucapkannya sambil tertawa mencemooh. Yang lain menimpalinya, "Atau kita angkat teman perempuan kita yang cantik ini sebagai nabi dan kita semua menjadi sahabatnya. Dengan begitu, kita semua pasti masuk surga. Atau kita bisa menjadi suami-suaminya. Nabi, kan, bisa melakukan poligami." Orang-orang itu merasa menjadi pemikir bebas, yang berani mencemooh Nabi.
Boleh jadi ada juga orang Islam yang membela para pengecam Nabi dengan penuh semangat. Ia menganggap orang yang menangis karena membela kemuliaan Nabi sebagai orang-orang yang bodoh, fanatik, dan berpikiran sempit. "Kisah-kisah tentang mukjizat Nabi atau ramalan-ramalan Nabi tentang masa depan, semuanya itu mitos-mitos yang diciptakan untuk masyarakat yang primitif. Jadi, hadis-hadisnya dhaif," kata seorang kawan saya yang lain. Siapa saja yang memprotes penghinaan kepada Nabi dituding sebagai penentang kebebasan berekspresi atau fundamentalis ekstrem. Orang yang melazimkan membaca shalawat dan percaya bahwa shalawat itu mendatangkan berkah dianggap sebagai pembaca mantra yang hidup dalam takhayul.
Ada juga yang ikut serta melecehkan kemuliaan Nabi tanpa menyadarinya. Mereka merasa mempertahankan Sunnah Nabi, padahal hakikatnya melestarikan penghinaan pada kemuliaannya. Di antara mereka adalah orang-orang yang men-shahih-kan hadis-hadis Nabi yang menggambarkan Nabi berbicara seperti orang jahil dan berperilaku seperti anak kecil. Beliau diriwayatkan berkata bahwa setan lari sambil kentut ketika mendengar azan; atau beliau pernah "teler" karena kena sihir sampai ia merasa tidak melakukan sesuatu padahal melakukannya; atau ia bergetar ketakutan ketika menerima wahyu, pada saat manusia biasa merasakan ketenteraman ketika memperoleh pencerahan. Dan sebagainya. Untuk membersihkan hadis-hadis dari berita-berita yang mendiskreditkan Nabi, saya menulis senarai tulisan Al-Mushthafa: Manusia Pilihan yang Disucikan. Baru satu jilid saya terbitkan.
Dari mana masuk hadis-hadis yang melecehkan Nabi? Dari para pendahulu kita yang menerima hadis dari orang-orang yang sebetulnya tidak mencintai Nabi; dari para sahabat sejenis Ibn Abi Sarh, yang kita kisahkan pada permulaan tulisan ini. Di bawah ini saya kutipkan sedikit dari Al-Mushthafa:
Pada suatu hari, pada akhir pemerintahannya dan juga akhir hayatnya, Muawiyah ditemui penasihatnya, Mughirah bin Syu'bah. Mughirah berkata, "Ya Amirul Mukminin, Anda sudah berusia tua. Alangkah baiknya kalau Anda memerhatikan saudara Anda dari kalangan Bani Hasyim dan menyambungkan persaudaraan bersama mereka. Demi Allah, mereka tidak perlu lagi ditakuti."
Lalu Muawiyah berkata kepada Maghirah, "Tidak, tidak! Saudaraku dari Bani Taim ꟷAbu Bakar ꟷ telah berkuasa dan berbuat adil. Ia telah melakukan apa yang ia telah lakukan. Demi Allah, setelah mati, ia tidak pernah disebut lagi, kecuali namanya Abu Bakar. Kemudian saudara dari Bani 'Adi. la berkuasa dan berusaha keras selama dua puluh tahun. Demi Allah, setelah ia mati, tidak pernah perbuatannya disebut-sebut, kecuali namanya Umar. Kemudian berkuasalah saudara kita Utsman, dengan tidak seorang pun yang dapat menandingi nasabnya. Ia bertindak dengan tindakan yang ia lakukan. Tetapi, demi Allah, tidak tertinggal kenangan apa pun yang ia lakukan. Lalu tengoklah saudara Hasyim. Namanya disebut lima kali sehari ꟷ Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah. Lalu, tindakan apa lagi yang masih kita lakukan? Tidak, demi Allah, sampai mati sekalipun."
Pada hari yang lain, Muawiyah mendengar azan. Muawiyah berkata, "Demi Allah, wahai putra Abdullah, engkau betul-betul ambisius. Hatimu belum puas sebelum namamu didampingkan dengan nama Tuhan alam semesta." Muawiyah ingin menghapuskan hal yang menghubungkan dengan Nabi. la gagal. Tetapi, ia berhasil mendiskreditkan Nabi dengan kisah-kisah yang diciptakan oleh para pengikutnya.
Al-Hajjaj, juga seorang tonggak Bani Umayyah, memberikan komentar tentang Abdullah bin Mas'ud, salah seorang qari dan pengajar Al-Quran yang pernah menjadi budak Hudzail. Tentang Ibn Mas'ud, Rasulullah pernah bersabda, "Jika kalian ingin mendengarkan bacaan Al-Quran yang segar seperti kurma yang baru dipetik, dengarkan Ibn Mas'ud." Al- Hajjaj bin Yusuf berkata, "Ya, 'Ajban min abdi Hudzail. Mengherankan sekali budak Hudzail ini. Ia mengaku membaca Al-Quran yang datang dari Allah. Demi Allah, Al-Quran itu hanyalah puisi-puisi orang Arab. Seandainya aku bertemu dengan budak Hudzail itu, aku akan potong kuduknyaꟷdalam riwayat lain, akan kusobek mushafnya walaupun dengan tulang iga babi...."
Abdul Malik membangun Ka'bah tandingan di Jerusalem sekarang dan menyuruh orang untuk tawaf di situ, tahalul, dan menyembelih kurban. Al-Hajjaj berkata, "Celaka orang-orang yang tawaf mengelilingi tulang dan daging yang sudah busuk (maksudnya, makam Rasulullah). Kenapa mereka tidak berkeliling saja di Istana Amirul Mukminin, Abdul Malik? Tidakkah mereka ketahui bahwa khalifah itu lebih baik daripada Rasul?" Jadi, Al-Hajjaj menganggap ziarah ke makam Rasulullah sebagai mengelilingi tulang dan daging yang sudah busuk. (Al-Mushthafa 16.) JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb
Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).