Akhi
Penuhi Hak-hak Keluargamu!
Salman, sahabat Nabi yang terkenal karena ilmunya sekaligus ibadahnya, berjumpa dengan Ummu Darda yang berpakaian semrawut dan muka yang cemberut. “Kenapa kamu? ” tanya Salman.
“Saudaramu Abu Darda sudah tidak peduli dengan perempuan. Ia tidak peduli dengan dunia sama sekali. Siang hari ia berpuasa dan malam hari ia menghabiskan waktunya untuk salat malam.”
“Aku berjanji padamu, aku akan membuatnya mau makan.”
Siang itu, Salman mengundang Abu Darda ke rumahnya. Dihidangkannya makanan. “Makanlah!”
“Aku sedang berpuasa.”
“Aku tidak akan makan sampai kamu makan.”
Abu Darda makan bersamanya dan ia tidur di rumah Salman malam itu. Pada tengah malam, ia bangun untuk salat. Salman menahannya.
“Wahai Abu Darda, Tuhan punya hak atasmu. Begitu juga keluargamu punya hak atasmu. Tubuhmu juga punya hak atasmu. Berikan kepada setiap pemilik hak itu haknya. Puasalah tapi di hari lain berbukalah. Bangunlah tapi di waktu lain tidurlah. Layani istrimu.” Menjelang subuh, Salman membangunkannya. Mereka berdua berwudu, salat malam, dan menuju masjid untuk salat berjamaah.
Apa yang dilakukan Salman kepada Abu Darda itu sampai juga kepada Nabi Saw. Beliau bersabda, “Salman sudah dianugerahi Allah ilmu agama.”
Tidak ada rahbaniyah atau kerahiban dalam Islam. Tidak boleh seseorang menghabiskan seluruh waktunya melulu untuk ibadah. Orang yang saleh adalah orang yang bersujud di atas sajadah yang panjang membentang, dari sudut mihrabnya sampai ke tengah-tengah dunia; dari masjid ke rumah, ke jalan, ke pasar, dan ke tengah-tengah kegiatan manusia.
Imam Ali berkata kepada orang-orang yang mengaku sebagai pengikutnya, “Aku tidak melihat tanda-tanda pengikutku pada diri kalian.... Pengikutku adalah ruhbânun bil-lail wa usudun bin-nahâr,para rahib di malam hari dan singa-singa di siang hari.”
Bukan pengikut Ali orang yang hanya menjadi rahib saja siang dan malam. Bukan pengikut Ali dan karenanya juga bukan pengikut Rasulullah Saw orang yang mengabaikan hak-hak keluarganya dengan 24/7 beribadah di masjid.
Ada seseorang di zaman Nabi Saw yang setiap hari beriktikaf di masjid Nabi. Nabi Saw memanggilnya dan menegurnya, “Duduknya seorang lelaki bersama keluarganya lebih dicintai Allah Swt dari pada iktikaf di masjidku ini.”
Seorang anak muda meminta izin untuk berjihad bersama Nabi Saw. Ia datang dari negeri yang jauh di Yaman. “Ya Rasul Allah, saya ingin ikut berhijrah dan berjihad bersamamu.” “Apakah kamu punya keluarga di Yaman?” “Ada. Kedua orangtuaku.” “Baliklah ke Yaman. Mintalah izin pada mereka. Jika mereka mengizinkan, berangkatlah engkau untuk berjihad. Jika tidak, maka berbaktilah pada mereka.”
Sa’ad bin Mu’adz adalah salah seorang pengikut Nabi yang paling awal. Ia adalah pemimpin kaum Aus yang mengislamkan kaumnya setelah baiat Aqabah yang pertama. Ia ikut serta dalam peperangan yang dipimpin Rasulullah Saw. Sa’ad terkenal karena kesetiaannya untuk mengikuti usulan Nabi dalam perang Badar: “Ya Rasulullah, bergeraklah ke arah yang kaukehendaki, kami akan tetap bersamamu. Demi Dia yang mengutusmu dengan hak, sekiranya kau bawa kami menempuh lautan, kami akan menempuhnya jua!” Ia juga banyak berzikir, beribadah, dan beriktikaf di masjid.
Ketika Sa’ad wafat, Nabi Saw mengimami salat jenazahnya dan mengantarkannya tanpa alas kaki dan tanpa serban. Ia turun ke lubang lahadnya, menggali tempat berbaringnya, dan meletakkan bebatuan dengan sangat rapi.
“Aku tahu bahwa jenazah ini akan membusuk dan bencana akan menimpanya. Tetapi Allah Swt mencintai seorang hamba yang mengerjakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya.”
Tapi dengan segala kemuliaan Sa’ad, Rasulullah Saw berkata bahwa Sa’ad dihimpit dalam kuburnya, karena ia memperlakukan keluarganya dengan buruk.
Sa'ad memenuhi hak Allah dan Rasul-Nya, tetapi ia tidak memenuhi hak-hak keluarganya! Semoga Allah menyayangi Sa’ad![]
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Sekolah Para Juara Bandung