top of page
  • Writer's pictureAkhi

PEREMPUAN DALAM AL-QURAN


“Tidak ada sesuatu pun dalam Al-Quran yang dapat dijadikan justifikasi praktik apartheid terhadap kaum perempuan, yang sekarang ini merajalela di pelbagai negara Muslim. Diskriminasi ini muncul dari tradisi Timur Dekat tertentu, bukan dari Islam." (Roger Garaudy)


Ketika membicarakan perempuan dalam Islam, saya memutuskan membatasi pembicaraan pada visi Al-Quran tentang perempuan. Keputusan diambil karena beberapa alasan.


Pertama, berbeda dengan hadis, Al-Quran adalah sumber nilai Islam yang otentisitasnya tidak pernah diperdebatkan. Para ulama Islam menyebut semua ayat Al-Quran adalah qath'iyy al-wurud. Dengan merujuk kepada Al-Quran, kita menunjuk pada Islam dalam bentuknya yang paling Ilahi. Lepas dari pemikirannya, Al- Quran tidak dipengaruh oleh "campur tangan" manusia; dengan demikian, terbebas dari tradisi kultural mana pun. Hadis, sebaliknya, tumbuh dan berkembang dalam sejarah. Sunnah, yang merupakan penafsiran para ulama tentang hadis tentu saja sangat dipengaruhi oleh situasi historis dan latar belakang kultural para penafsirnya. Karena itu, ketika merujuk pada hadis, kita harus meneliti hadis-hadis itu dengan sangat kritis. Sebelum menyimpulkan sesuatu dari hadis, kita harus mempersoalkan otentisitas (yang sering tidak disepakati), validitas (yang sering dipertanyakan), dan relevansinya dengan topik (yang kita bicarakan).


Kedua, Al-Quran adalah sumber syariat pertama. Karena itu, ia menjadi rujukan semua sumber lain. Kebenaran sunnah, ijma', atau qiyas harus diuji dengan Al-Quran. Selain itu, teks Al-Quran tidak diikhtilafi. Berbeda dengan hadis, sejak awal Islam, Al- Quran disampaikan secara lafzhi, bukan berdasarkan makna. Jadi, Al-Quran yang kita baca sekarang adalah Al-Quran yang dibaca Rasulullah Saw. Tidak satu pun mazhab dalam Islam yang mempunyai Al-Quran lain.


Ketiga, untuk meminimalkan pengaruh sosiokultur terhadap penafsiran Al-Quran, terutama yang berkaitan dengan perempuan, saya akan menggunakan metode analisis isi. Saya berharap analisis isi ini hanya pengantar bagi penelitian yang lebih mendalam. Dalam bentuknya, yang mana pun, analisis isi hanya layak untuk memahami Sunnah atau sumber-sumber syara' lainnya.


Dalam tulisan ini, saya akan membicarakan visi Al-Quran tentang perempuan dalam 2 kategori: deskripsi karakteristik perempuan dan tipologi perempuan.


Deskripsi Karakteristik Perempuan


Salah satu hal yang menakjubkan dari Al-Quran ialah tidak adanya penggambaran perempuan secara fisikal. Tidak satu ayat pun yang melukiskan "keindahan" perempuan secara jasmaniah. Perempuan cantik tidak menjadi tokoh dalam Al-Quran. Bila melukiskan hubungan jasmaniah ̶ berkenaan dengan pelaksanaan syariat ̶ antara perempuan dan laki-laki, Al-Quran menggunakan kata-kata halus seperti "bersentuhan dengan perempuan" (QS Al-Nisa [4]:43), "bercampur dengan perempuan kamu" (QS al-Baqarah [2]: 187), atau "datangilah ladang kamu sekehendak kamu." (QS Al- Baqarah [2]: 233).


Kata al-nisâ yang disebut 57 kali dalam Al-Quran, lebih dua kali dari kata rijâl ̶ paling sering disebut dalam hubungannya dengan ketentuan hukum-hukum pernikahan, hukum waris, hukum yang menyangkut hubungan suami istri, hak perempuan untuk memperoleh hasil kerjanya, hukum ibadah, etika berbusana, etika pergaulan di antara perempuan, dan antara laki-laki dan perempuan.


Al-Quran sering menambahkan kata ganti genetif pada nisâ, seperti nisâ-akum', nisâ-ana, nisâ-ahum, nisâ-ahunna, untuk menegaskan perempuan sebagai anggota yang lebih luas. Perempuan, misalnya, diikutsertakan dalam proses pembuktian kebenaran (mubâhalah), dilibatkan dalam proses hukum ketika praduga pelanggaran moral, dan sering disebut ketika terjadi proses penindasan masyarakat.


Apabila ta tanits (untuk menunjukkan jenis perempuan) ditambahkan pada isim fi'il (kata benda pelaku), atau kata laki-laki (al-dzakar) dan kata perempuan (al-untsa) disebutkan bersama-sama, Al-Quran menunjukkan tidak adanya perbedaan perlakuan terhadap tindakan laki-laki atau perempuan. Beberapa contoh saya sebutkan di bawah ini:


"Barang siapa melakukan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan, dan ia mukmin, mereka akan masuk surga..." (QS Al-Nisa [4]: 124; Al-Mu'min [40]:40)


Barang siapa beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, Kami hidupkan dia dalam kehidupan yang baik..." (QS Al-Nahl [16]: 97)


"Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan." (QS Ali Imran [3]:195)


"Tidaklah boleh bagi mukmin laki-laki dan perempuan merasa keberatan bila telah memutuskan suatu perkara ..." (QS Al-Ahzab [33]: 36)


"Orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, satu sama lain saling melindungi. Mereka sama-sama menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menaati Allah dan Rasul-Nya. Allah akan menyayangi mereka. Sesungguhnya Allah Mahamulia lagi Maha Bijaksana." (QS Al-Taubah [9]:71)


"Sesungguhnya orang-orang Islam, laki-laki dan perempuan, orang- orang yang taat, laki-laki dan perempuan, orang-orang yang benar, laki-laki dan perempuan, orang-orang yang sabar, laki-laki dan perempuan, orang-orang yang khusyuk, laki-laki dan perempuan, orang- orang yang bersedekah, laki-laki dan perempuan, orang-orang yang berpuasa, laki-laki dan perempuan, orang-orang yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan, orang-orang yang mengingat Allah, laki-laki dan perempuan, Allah menjanjikan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS Al-Ahzab [33]:35)


Pengulangan kata laki-laki dan perempuan, seperti tampak pada ayat terakhir, menunjukkan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam hubungannya dengan pekerjaan, amal, dan tindakan. Paling penting dari itu semua, Al-Quran memandang tidak ada perbedaan karakteristik antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada akhlak yang khas untuk perempuan atau khas untuk laki-laki. Yang membedakan derajat keduanya bukan jenis kelamin, tetapi amal: "Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka amalkan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan." (QS Al-Ahqaf [46]: 19)


Tipologi Perempuan dalam Al-Quran


Al-Quran, secara khusus, membicarakan jenis-jenis perempuan berdasarkan amalnya. Kadang-kadang Al-Quran menunjuk nama jelas jika perempuan yang dilukiskannya adalah perempuan ideal. Untuk melukiskan perempuan yang "buruk", Al-Quran tidak pernah menyebut nama secara langsung.


Maryam disebut dengan jelas beberapa kali. Sebuah surat bahkan menggunakan nama Maryam. Maryam adalah tipe perempuan yang salehah, ibu dari tokoh terkemuka di dunia dan akhirat (QS Ali-Imran [3]:45). Ia menjaga kesucian dirinya, mengisi waktunya dengan pengabdian yang lulus kepada Tuhan. Akhirnya, ia memiliki amanah untuk mengasuh dan membesarkan kekasih Tuhan, Isa putra Maryam (QS Maryam [19]:16-34).


"Dan Maryam, putra Imran, yang menjaga kesucian kehormatannya. Kami tiupkan ruh Kami dan ia membenarkan kalimah Tuhannya dan kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang yang taat." (QS Al-Tahrim [66]:16)


Maryam adalah tipe perempuan salehah. Kehormatannya terletak dalam kesucian, bukan dalam kecantikan. Al-Quran kemudian menyebut tipe perempuan pejuang. Ia hidup di bawah suami yang melambangkan kezaliman. Ia memberontak kepadanya, melawannya, dan mempertahankan keyakinannya apa pun risiko yang diterimanya. Semuanya ia lakukan karena ia memilih rumah di surga, yang diperoleh dengan perjuangan menegakkan kebenaran, ketimbang istana di dunia, yang dapat dinikmatinya bila ia bekerja sama dengan kezaliman. Al-Quran tidak menyebutkan namanya. Hadis-hadis menyebutnya Asiyah binti Mazahim.


"Dan Allah menjadikan perempuan Fir'aun teladan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berdoa:"Ya Tuhanku, bangunlah bagiku rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." (QS Al-Tahrim [66]: 11)


Sebagai lawan dari "perempuan Fir'aun" adalah "perempuan Abu Lahab". Ia bekerja sama dengan suaminya untuk menentang kebenaran, menyebarkan fitnah, melakukan berbagai tindakan zalim. Ia dilukiskan Al-Quran sebagai "pemikul kayu bakar"; sebuah metafora untuk menggambarkan tipe perempuan yang pekerjaannya memberikan kayu bakar ̶ idiom sekarang "menyiramkan bensin" ̶ untuk menyalakan api penindasan (QS Al-Lahab [111]: 1-5). Inilah tipe pendamping tiran.


Al-Quran memuji perempuan yang membangkang kepada suami yang zalim. Pada saat yang sama Al-Quran mengecam perempuan yang menentang suami yang memperjuangkan kebenaran.


"Allah membuat perumpamaan bagi orang kafir perempuan Nuh dan perempuan Luth. Keduanya berada dalam perlindungan dua orang hamba Kami yang saleh. Mereka mengkhianati keduanya. Maka kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun di hadapan Allah (dari siksa Allah). Dikatakan kepada mereka, "Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk ke situ." (QS Al-Tahrim [66]: 10)


Terakhir, ada satu lagi tipe perempuan dalam Al-Quran. Kita sebut saja tipe penggoda. Tipe ini diceritakan Tuhan ketika berkisah tentang Yusuf (QS Yusuf [12]: 23-24). Dalam hubungan dengan merekalah, Al-Quran menunjukkan kepandaian perempuan untuk melakukan makar atau tipuan, Dalam Al- Quran disebutkan:


Yusuf berkata, "Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Jika tidak Engkau palingkan aku dari tipu- daya mereka, tentu aku akan jatuh ke dalamnya dan aku termasuk orang yang jahil." (QS Yusuf [12]: 33)


Kesimpulan

  1. Al-Quran tidak memperlakukan perempuan secara diskriminatif. Gender tidak membedakan derajat. Hukum berlaku sama bagi laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan karakteristik antara perempuan dan laki-laki. Ukuran nilai sama untuk laki-laki dan perempuan.

  2. Al-Quran tidak meletakkan keindahan fisik sebagai nilai ideal bagi perempuan. Al-Quran bahkan mengajarkan agar perempuan menutupi keindahan fisiknya. Nilai ideal perempuan terletak pada kesalehan, kesucian, dan ketegarannya dalam mempertahankan keyakinan.

  3. Al-Quran menegaskan independensi perempuan terhadap laki-laki. Perempuan diperintahkan menentang suaminya bila suaminya melakukan kezaliman. Sebaliknya, bila ia menentang suaminya yang memperjuangkan kebenaran, betapapun tinggi kedudukan suaminya di hadapan Allah, suaminya tidak dapat membantu mereka.

  4. Al-Quran mengecam perempuan yang mengkhianati suaminya yang membela kebenaran; perempuan yang bekerja sama dengan suaminya dalam melakukan kezaliman; juga perempuan penggoda yang hanya mengejar kepuasan sensual.

  5. Al-Quran tidak pernah memperlakukan perempuan secara diskriminatif. Tetapi Al-Quran memberikan identitas dan nilai-nilai ideal yang harus dianut oleh perempuan mukminat. JR


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

22 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page