Akhi
Perspektif Psikologis: Tindakan Kekerasan terhadap Anak
Perlakuan kejam terhadap anak-anak, child abuse, berkisar sejak pengabaian anak sampai kepada pelecehan dan pembunuhan. Terry E. Lawson, psikiater anak, menyebut empat macam abuse: emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Pengembangan kecerdasan anak pun akan terhambat jika mereka mengalami salah satu dari abuse ini, apalagi untuk menderita keempatnya sekaligus. Satu saja dari keempat itu yang dilakukan terus-menerus akan menyebabkan anak menderita gangguan psikologis.
Emotional abuse terjadi ketika si ibu, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Si ibu membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Si ibu boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Si ibu yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal yang sama sepanjang kehidupan anak itu.
Verbal abuse terjadi ketika si ibu, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk "diam" atau "jangan menangis". Jika si anak mulai berbicara, ibu terus-menerus menggunakan kekerasan verbal seperti "kamu bodoh", "kamu cerewet", "kamu kurang ajar", "kamu menyebalkan", dan seterusnya. Anak akan mengingat semua kekerasan verbal itu jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode.
Physical abuse terjadi ketika si ibu memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Memukul anak dengan tangan atau kayu, kulit atau logam akan diingat anak itu, jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu.
Sexual abuse biasanya tidak terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak. Walaupun ada beberapa kasus ketika anak perempuan menderita kekerasan seksual dalam usia enam bulan.
Semua tindakan kekerasan kepada anak-anak akan direkam dalam bawah sadar mereka dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa, dan terus sepanjang hidupnya. Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orangtuanya akan menjadi sangat agresif, dan, setelah menjadi orangtua, akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orangtua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang agresif. Dengan sangat mengerikan, Lawson menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental (mental disorders) ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil.
Marilah kita mengambil contoh penderita sosiopat atau antisocial personality disorder. Gejala kepribadian sosiopat sudah tampak pada masa kanak-kanak atau remaja dini dalam perilaku seperti sering bolos, mencuri, bohong, vandalisme, bergaul dengan orang jahat, kejam pada binatang, dan prestasi sekolah yang buruk. Pada usia dewasa, orang-orang sosiopat tidak dapat bertahan dalam suatu pekerjaan, tidak bertanggung jawab sebagai orang tua, suka mengganggu orang lain, senang berkelahi, biasa melakukan tindakan kekerasan kepada istri dan anak-anak, menipu, mencuri, dan mengambil hak orang lain.
Mereka tidak merasa bersalah atau gelisah karena sudah memperlakukan orang lain dengan buruk. Mereka malah selalu punya dalih untuk tindakan mereka yang buruk. Mereka tidak jera karena hukuman dan tidak tahan menghadapi godaan. Mereka tidak dapat mengendalikan emosinya, impulsif, dan tidak bertanggung jawab. Para sosiopat adalah para MPO, berusaha keras Menarik Perhatian Orang. Tetapi mereka tidak dapat membina hubungan personal yang akrab dengan siapa pun. Sosiopat tidak selalu bodoh; banyak di antara mereka yang cerdas dan berhasil secara ekonomis dan politis. Sebagian sosiopat berlaku sangat agresif, suka kekerasan, beringas, dan kejam.
Penyebab utama kepribadian sosiopat adalah emotional child abuse. Pada masa kecil ia mengalami deprivasi maternal. Ia punya ibu yang tidak memerhatikannya, atau tidak memenuhi kebutuhan emosionalnya. Lebih-lebih, kalau kekerasan emosional ini (biasanya) ditambah dengan kekerasan verbal dan fisikal. Anak selalu dihardik dengan omongan yang menjatuhkan harga dirinya atau dipukul dengan pukulan yang menyakitkan secara fisik. Para sosiopat yang agresif banyak menderita CNS (Central Nervous System) penyakit yang menyebabkan orang tidak sanggup mengendalikan emosinya atau tidak sanggup berpikir rasional. Trauma CNS umumnya disebabkan kekerasan fisik yang diderita anak pada waktu kecil.
Walhasil, jika kita menemukan (atau melakukan) perilaku yang sangat keji terhadap anak-anak, kita dapat menduga dengan hampir mendekati kepastian: para pelaku kekerasan terhadap anak adalah penderita sosiopat atau gangguan mental lainnya. Perilaku abnormal para "penjahat" itu besar kemungkinan disebabkan derita masa kecil yang mereka represikan tetapi tidak pernah dapat mereka lupakan. Pada saat-saat tertentu, derita itu tidak tertahankan dan muncul ke alam kesadaran dalam perilaku yang menyimpang.
Sekali lagi, orangtua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Dengan kata lain, tindakan kekerasan yang dilakukan orang dewasa pada anak-anak akan melahirkan anak yang menggunakan kekerasan sebagai cara mengatasi persoalan. Akhirnya, anak-anak itu akan menjadi orang-orang berusia dewasa yang memperoleh kesenangan dengan melakukan tindakan kekerasan. Sebuah lingkaran setan berputar terus-menerus.
Dengan demikian, bila kita biarkan tindakan kekerasan terhadap anak-anak itu berlangsung terus, bila derita mereka tidak segera dihilangkan, maka kita akan dikejutkan dengan munculnya budaya kekerasan di tengah-tengah bangsa ini, walaupun mereka mendapat penataran PKN atau pengajian agama setiap hari. Jika Anda tidak menginginkan generasi paranoid, skizoid, sosiopat, atau apa saja, tindakan kekerasan itu dalam berbagai bentuknya-harus dihentikan! Jika Anda mendambakan generasi yang dewasa tingkat emosinya dan cerdas secara spiritual, ubahlah pendekatan terhadap anak-anak kita. Baca buku ini lebih lanjut untuk menemukan kiat-kiatnya.
Bersambung apada pembahasan selanjutnya.
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam)dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari, SMP Plus Muthahhari, SMP Bahtera, dan SMA Plus Muthahhari).
- www.smpplusmuthahhari.sch.id
- www.smaplusmuthahhari.sch.id