top of page
  • Writer's pictureAkhi

PETUNJUK QURAN MEMILIH KEBAHAGIAAN


Dalam ilmu tafsir berkembang dua aliran besar. Yang pertama menafsirkan Al-Quran berdasarkan urutan ayat-ayatnya. Tafsir al-Mishbah karya Prof. Dr. Quraish Shihab adalah contoh tafsir aliran ini. Satu ayat demi satu ayat diulas, mulai dari basmalah sampai surah an-Nâs. Bahkan, ada yang menafsirkan huruf Ba' (ب) di awal basmalah itu dalam satu kitab khusus. Karena, katanya, seluruh ayat Al-Quran disimpulkan di dalam surah al-Fatihah. Seluruh kandungan al-Fatihah disimpulkan di dalam bismillahirahmanirrahim, dan seluruh bismillahirahmanirrahim tercakup di dalam huruf "Ba' (ب)," dan hakikat tertinggi berada pada titikdi bawah huruf "Ba' (ب) itu. Itulah contoh aliran pertama yang kerap disebut tafsir tahlili atau tafsir analitis.


Aliran kedua disebut tafsir maudhu'i (topikal atau tematik). Tafsir topikal itu mengulas Al-Quran berdasarkan topik tertentu. Misalnya, pandangan Al-Quran tentang perempuan. Maka, seluruh ayat Al-Quran yang membahas perempuan dikumpulkan. Dalam sebuah pertemuan dengan para ahli tafsir di Pesantren Cipasung, saya pernah membahas bagaimana Al-Quran menceritakan perempuan. Al-Quran tidak pernah menceritakan perempuan secara fisik. Bidadari-yang digambarkan cantik jelita tidak pernah ada di dalam Al-Quran. Al-Quran menyebut hurun'ain tentang bidadari. yang sebelumnya tidak pernah disentuh jin dan manusia (lam yathmitshunna insun qablabum wa lä jann) dan tersimpan di dalam kemah-kemah mereka (maqshinit fi al-khiyam).


Perempuan pernah disebutkan dalam Al-Quran, "Janganlah kamu seperti perempuan yang membuat tenunan kemudian mengurai kembali setelah tenunan itu kuat." Maksudnya, janganlah kita beramal saleh, lalu kita menghapusnya dengan perbuatan-perbuatan dosa kita. Jadi, janganlah kita melakukan ibadah, tapi setelah itu kita ngerumpi. Ngerumpi itu menghancurkan seluruh amal ibadah kita tanpa kita sadari. Jadi, Al-Quran tidak menggambarkan perempuan secara fisik. Saya kira itu bijak. Karena penggambaran secara fisik itu sangat relatif. Ini sekadar contoh menafsirkan Al-Quran secara topikal.


Saya lebih tertarik pada tafsir topikal. Salah satunya ialah petunjuk Al-Quran tentang kebahagiaan. Saya akan mengulas ayat-ayat Al-Quran yang khusus menjelaskan kepada kita petunjuk- petunjuk meraih kebahagiaan. Selama ini kita sudah banyak mengupas sisi hukum dan teologis Al-Quran, tapi sangat jarang yang mengulasnya secara psikologis. Padahal, banyak sekali ayat suci Al-Quran yang memberi kita inspirasi dan perunjuk untuk hidup sukses dan bahagia.


Mengubah Sudut Pandang

Dengan anugerah akal-pikiran, Anda mampu mengingat masa lalu dan meraba masa depan. Dan, masa lalu menjadi romantika atau trauma, masa depan menjadi harapan atau kecemasan, dua-duanya akan memengaruhi masa kini: apakah Anda bahagia atau menderita. Masa lalu dan masa depan adalah realitas yang objektif. Sementara, penilaian atas keduanya bisa menjadi subjektif. Ya, sesungguhnya hidup hanya soal sudut pandang.


Lewat tuntunan ayat-ayat Al-Quran-ditambah ulasan hadis Nabi tentang ayat itu, hubungan ayat itu dengan ayat-ayat yang lain, dan penemuan-penemuan mutakhir sains serta hasil penelitian manusia tentang kebahagiaan ̶ saya akan mengajak Anda menempatkan diri dalam sudut yang repar agar realitas yang dihadapi bisa memberi kebahagiaan atau harapan tentang kebahagiaan. Seperti seseorang fotografer yang selalu mencari sudut bidikan yang tepat untuk mendapatkan gambar terbaiknya. Jika gambar hasil bidikan tidak seperti yang diharapkan, yang bisa Anda lakukan adalah mengambil sudut lain untuk mendapatkan gambar yang lebih bagus. Sebab, sama sekali Anda tidak bisa mengubah posisi gunung.


Dan kita juga akan membahas bahwa ternyata Al-Quran cocok dengan penemuan dan pengetahuan mutakhir. Jadi, setelah mempelajari berbagai penelitian dalam ilmu perilaku manusia, saya kemudian membaca Al-Quran, dan membaca Al-Quran dengan cahaya ilmu pengetahuan itu memberi kita makna - Al-Quran yang jauh lebih mendalam. Kata seorang ahli tafsir Seyyed Thabatabai, Al-Quran bagaikan lautan. Kalau kita cuma bisa berenang di permukaan, apa yang kita dapat? Plankton atau paling tidak ikan teri yang mengapung di permukaan. Tapi, kalau menyelam lebih dalam lagi, kita akan memperoleh sesuatu yang lebih berharga. Dan kalau menyelam lebih dalam lagi dan sampai ke dasar laut, kita akan menemukan mutiara.


Jadi, apa yang kita peroleh dari Al-Quran itu bergantung pada pengetahuan kita, pada ilmu yang kita miliki. Saya tidak bermaksud bahwa saya telah menyelam lebih mendalam daripada orang lain. Saya juga tidak mengatakan bahwa yang lain ketika membaca Al-Quran hanya menelan teri-teri saja. Tapi, itu sudah lumayan daripada tidak dapat apa-apa. Saya hanya akan mengajak pembaca untuk berenang lebih dalam dan berharap kita sama-sama mengambil mutiara itu. JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb


Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

19 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page