Akhi
RASULULLAH ABTAR?

Dalam Surah Al-Kautsar, Allah menyebutkan sifat-sifat yang dikaruniakan-Nya kepada Rasulullah, berupa kebaikan dan keberkahan. Disebutkan bahwa beliau diberi al-kautsar, yang berarti kebaikan yang banyak, dorongan untuk melakukan shalat dan membiasakannya, ikhlas dalam melakukannya, dan bersedekah kepada kaum fuqara".
Asbabun nuzul surah ini adalah sebagai berikut: Orang-orang musyrik Makkah dan orang-orang munafik Madinah mencela dan mengejek Nabi dengan beberapa hal. Pertama, orang-orang yang mengikuti beliau adalah orang-orang dhu'afa', sedangkan orang-orang yang tidak mengikutinya adalah para pembesar dan pejabat. Karena itu, dalam anggapan orang-orang musyrik, jika agama yang dibawakannya itu benar, tentu pembela-pembelanya datang dari kelompok orang pandai, yang memiliki kedudukan di antara rekan-rekannya. Pernyataan mereka seperti itu bukanlah hal yang baru.
Dulu, kaum Nabi Nuh a.s. juga berkata seperti itu kepada nabi mereka. Al-Quran mengisahkan:
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya, "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) manusia (biasa) seperti kami dan kami tidak melihat orang orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kumi yakin bahu kamu adalah orang- orang yang dusta." (QS Hûd [11]: 27)
Memang sudah begitu adanya, orang yang paling cepat memenuhi dakwah Rasul adalah para dhuafa. Mereka tidak memiliki harta sehingga tidak perlu takut hartanya akan tersia- siakan di jalan dakwah. Orang-orang dhuafa juga tidak memiliki pangkat atau kedudukan yang menyebabkan mereka tidak takut akan kehilangan pangkat atau kedudukannya.
Kebersamaan para dhuafa itu memang tidak disenangi oleh para tuan dan pembesar. Sehingga, ketika kelak masuk agama Allah, para tuan itu memasukinya dalam keadaan benci. Karena itu, sering terjadi perdebatan antara mereka dan para rasul. Mereka berusaha melenyapkan dan mengganggu pengikut-pengikut rasul.
Begitu pun sikap para pembesar terhadap Rasulullah. Mereka menentang Rasul karena kedengkian mereka kepada beliau dan para pengikutnya yang berkedudukan rendah. Ketika melihat putra-putra Rasulullah meninggal, mereka pun berkata, "Terputuslah keturunan Muhammad; dia menjadi abtar." Mereka mengira wafatnya putra-putra Rasul itu sebagai aib, sehingga mereka mencela beliau dengan hal itu. Mereka berusaha memalingkan manusia supaya tidak meng ikuti beliau. Apabila kesulitan turun kepada orang-orang Mukmin, mereka senang dan menunggu kekuasaan itu bergeser kepada mereka. Mereka berharap kekuasaan itu hilang dari kaum Muslim, sehingga kedudukan mereka yang sempat diguncangkan oleh agama baru itu kembali lagi kepada mereka.
Atas dasar itu, Surah Al-Kautsar turun untuk menegaskan kepada Rasulullah bahwa harapan orang-orang yang dengki kepada Rasulullah itu tidak ada kebenarannya: untuk mengguncangkan jiwa orang-orang yang tidak mau menye- rah dalam pendiriannya yang salah, yang tidak lembut tiang-tiangnya, orang-orang yang berkepala batu; untuk menolak tipuan orang-orang musyrik dengan sebenar-benarnya; dan untuk mengajarkan kepada mereka bahwa Rasul akan ditolong, dan pengikut-pengikutnya akan memperoleh kemenangan.
Sesungguhnya, Kami telah memberikan kepadamu Al- Kautsar. Maka shalatlah kamu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya, pembencimu itulah yang akan binasa. (QS Al-Kautsar [108]: 1-3)
Al-kautsar ialah bekal atau belanja dalam jumlah yang banyak, juga berarti yang banyak memberi. Namun, yang dimaksud dengan al-kautsar di sini ialah kenabian, agama yang benar, petunjuk, dan apa yang ada di dalamnya, tentang kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Adapun al-abtar, menurut asal katanya, adalah binatang yang terpotong ekornya. Yang dimaksud al-abtar di sini ialah orang yang namanya tidak berlanjut dan jejaknya tidak kekal. Perumpamaan kekalnya sebutan yang baik dan berlanjutnya jejak yang indah dengan ekor binatang adalah karena ekor binatang itu mengikuti binatangnya dan menjadi perhiasan baginya. Orang yang tidak memiliki sebutan yang kekal dan jejak indah yang berlanjut, diibaratkan sebagai binatang yang ekornya terlepas atau terputus.
Melalui ayat pada Surah Al-Kautsar ini, Allah menggembirakan Rasul dengan sebesar-besarnya kabar gembira, dan meminta beliau untuk bersyukur kepada-Nya atas nikmat dan kesempurnaannya, lalu Allah menegaskan bahwa musuh-musuh beliaulah yang justru akan terkalahkan dan terhinakan: "Inna syani'aka huwa al-abtar". Sesungguhnya, pembencimu, baik yang dulu maupun yang sekarang, akan terputus namanya dari kebaikan dunia dan akhirat, sehingga keturunanmu akan kekal dan akan kekal juga nama dan jejak-jejak keutamaanmu sampai hari kiamat.
Sebenarnya, para pembenci itu tidaklah membenci Rasul karena kepribadiannya. Mereka sebetulnya mencintai beliau lebih dari kecintaan kepada mereka sendiri. Namun, mereka marah kepada apa yang dibawa oleh Rasul berupa petunjuk dan hikmah yang merendahkan agama mereka, mencela apa yang mereka sembah, dan mengajak mereka kepada sesuatu yang berbeda dengan apa yang mereka lakukan selama ini.
Allah sudah menegaskan dan membuktikan kepada pembenci-pembenci Rasul di kalangan Arab dan 'azam, pada zaman beliau, bahwa mereka akan ditimpa kehinaan dan kerugian, dan tidak tersisa dari mereka kecuali nama yang jelek. Dia juga menegaskan dan membuktikan bahwa Nabi dan orang-orang yang mendapat petunjuknya akan mendapatkan kedudukan di atas apa pun, sehingga kalimah mereka menjadi kalimah yang paling tinggi.
Al-Hasan rahimahullah berkata, "Orang-orang musyrik disebut abtar karena tujuan mereka terputus sebelum mereka mencapainya. Sejahterakanlah Nabi-Mu, wahai Tuhan kami; yang telah Engkau tinggikan namanya; telah Engkau rendahkan para pembencinya, dengan shalawat yang kekal, sekekal zaman."

Penjelasan di atas saya ambil dari Tafsir Ibn Katsir. Di kitab ini juga disebutkan beberapa keterangan tentang al-kautsar, yaitu (1) kebaikan yang banyak; (2) telaga di surga; (3) putra putra Rasulullah; (4) sahabat dan pengikut-pengikut Rasul hingga kiamat; (5) ulama di kalangan umat Muhammad; (6) Al- Quran dengan segala keutamaannya; (7) nubuwwah; (8) dimudahkannya Al-Quran; (9) Islam; (10) tauhid; (11) ilmu; (12) hikmah; dan sebagainya.
Di dalamnya bahkan diriwayatkan ada dua puluh enam pengertian tentang apa yang dimaksud dengan al-kautsar. Saya akan mengambil thariqah al-jam'i (teori penggabungan); dengan demikian, seluruhnya benar. Kita mengambil yang umum, bahwa al-kautsar adalah kenikmatan yang banyak yang dikaruniakan kepada Muhammad dan umatnya. Kenikmatan itu bisa berupa Al-Quran, atau petunjuk Allah, atau bertambahnya pengikut beliau sampai akhir zaman hingga tidak terputus setelah beliau meninggal dunia, atau bisa juga telaga di surga.
Dalam Shahih Bukhari memang diriwayatkan bahwa nanti, penghuni di surga akan diberi minum dari telaga yang bernama Al-Kautsar.
Shahih Bukhari, Tafsir Surah Al-Anbiya', hadis no. 4500: Dari Ibn 'Abbas r.a., katanya, "Nabi berkhutbah seraya berkata, 'Sesungguhnya, kalian bakal digiring kepada Allah dalam keadaan telanjang kaki dan telanjang tubuh serta dalam keadaan tidak khitan, sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya, orang yang pertama kali diberi pakaian adalah Ibrahim pada hari kiamat. Ingat, sesungguhnya akan didatangkan beberapa orang lelaki dari umatku, lalu mereka ditempatkan pada kelompok kiri, lalu saya berkata, 'Ya Tuhanku, mereka adalah sahabat- sahabatku. Maka dikatakan, Kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat (ada-adakan) sesudahmu. Lalu saya berkata sebagaimana yang dikatakan oleh hamba yang saleh tadi, 'Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka Dan adalah Engkau Maha Menyaksikan atas segala sesuatu." Lalu dikatakan bahwa mereka ini senantiasa murtad (berpaling kepada ajaran nenek moyangnya) semenjak engkau berpisah dari mereka.
Mengenai al-abtar, Al-Maraghi menyebutkan ada beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
1. Dahulu, pengikut-pengikut pertama Rasulullah adalah kelompok dhu'afa' fuqara, dan orang miskin. Kebanyakan mereka bodoh-bodoh sehingga diejek dengan sebutan sufahā', orang-orang bodoh, walaupun kemudian Allah menegaskan: "alâ innahum hum al-sufaha, " mereka (para pembesar) itulah yang bodoh. Mereka (para pembesar) itu menganggap bahwa kalau agama yang dibawa Muhammad itu benar, tentu pengikutnya adalah orang-orang pandai, orang-orang besar, dan orang-orang yang mengerti. Namun, mengapa para pengikutnya justru orang-orang bodoh? Karena itulah, mereka menganggap bahwa agama itu akan cepat abtar, akan cepat lenyap, cepat terputus.
2. Diriwayatkan bahwa Rasulullah mempunyai beberapa orang putra. Putra tertua bernama Al-Qasim, kemudian Zainab, Abdullah, Ummu Kultsum, Ruqayyah, dan Fathimah. Namun, putra pertama beliau, Al-Qasim, meninggal. Setelah dia meninggal, Abdullah pun meninggal. Maka, berkatalah Al-'Ashi bin Wail Al-Sahmi, salah seorang pembesar Quraisy: "Sudah terputus keturunan Muhammad; ia menjadi abtar, orang yang terputus keturunannya." Sebab itulah, Allah menurunkan ayat, "Inna syani'aka huwa al-abtar (Sesungguhnya, pembencimulah yang akan binasa)." Itulah pula sebabnya, sebagian ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud al-kautsar dalam surah ini adalah keturunan Rasulullah, yakni janji Allah bahwa keturunan Muhammad tidak akan terputus, melainkan beranak pinak dalam jumlah yang banyak. Dahulu, orang Arab menyebut seorang anak dengan nama bapaknya. Jika seseorang tidak mempunyai anak, namanya tidak akan disebut-sebut orang Ternyata, nama Rasulullah terus berlanjut dengan kenangan yang baik, hingga sekarang.
3. Merupakan Sunnah para nabi bahwa para pengikutnya pada umumnya berasal dari kelompok dhuafa, dan bahwa para nabi dan pengikutnya selalu memilih bergaul dengan kelompok dhuafa. Di India, saya mendengar bahwa Islam berkembang pesat karena para ulamanya mendekati kelompok orang yang tidak memiliki kasta. Orang-orang yang terlempar dari sistem kasta itu kemudian masuk Islam dengan berbondong-bondong, hingga orang-orang Hindu terpaksa menggunakan kekuasaan mereka: menganiaya orang-orang Islam. Islam memiliki daya tarik yang besar bagi kelompok dhuafa, orang-orang lemah. Saya perlu menegaskan ini berkali-kali. Sebab, selama ini orientasi dakwah kita hanya tertuju kepada kelompok elite, atau kelompok menengah yang sekarang mulai bangkit; sementara orang-orang miskin dhuafa ditelantarkan.
Dalam Al-Quran, yang dimaksud dhuafa bukan saja lemah secara materi, melainkan juga secara ilmu. Titik beratnya memang dhuafa dari segi materi. Orang yang lemah dari sisi kekayaan, biasanya lemah juga dari sisi ilmu pengetahuan, politik, dan sosial. Dhuafa adalah kelompok lemah, orang-orang kecil. Al-Quran memiliki istilah lain, mustadh 'afin, yakni orang-orang yang ditindas, dilemahkan.
Kalau Karl Marx berkenalan dengan Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, boleh jadi ia akan masuk Islam. Sebab, sebenarnya yang mendorong Marx untuk merumuskan Marxisme itu adalah keprihatinannya terhadap penderitaan kelompok proletar akibat revolusi industri. Dalam Das Capital, dengan penuh emosi, Marx menguraikan betapa menderitanya bangsa-bangsa yang terjajah akibat kapitalisme. Sayang, waktu itu agama yang dikenalnya justru mengajari orang-orang tertindas itu bukan untuk melawan, melainkan mengajarkan bahwa, "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam darimu" (Matius 5: 38-42).
Itu khutbah Yesus kepada para pengikutnya. Kata Marx, itulah khutbah orang-orang yang tertindas sehingga mereka tidak mau melawan. Itulah sebabnya, Marx menyebut agama sebagai candu rakyat, karena membekukan pemikiran. Andaikan ia mengenal Islam, mungkin pandangannya tentang agama tidak seperti yang ia tulis. Sebab, ada beberapa kesamaan antara Islam dan Marxisme: keduanya sangat memerhatikan nasib kelompok dhuafa. Keduanya sama-sama berpikir bahwa kaum dhuafa tidak boleh diam; mereka justru harus mengubah sistem kapitalisme.
Meskipun demikian, tentu banyak perbedaan yang jauh antara Islam dan Marxisme; antara lain, apabila Marxisme menolak agama sama sekali, menganggapnya sebagai candu rakyat, Islam justru menganggap agama sebagai motivator paling utama. Jika Marxisme meniadakan Allah, Islam menempatkan Allah di tempat yang paling tinggi.
Karena persamaan yang begitu dekat, orang-orang yang sering membela kaum dhuafa sering disebut komunis; seakan-akan hanya komunis yang membela dhuafa. Tema-tema inilah yang harus kita sebarkan. Tentu saja, bukan disebarkan dengan kata-kata semata, melainkan dengan tindakan-tindakan yang real. . JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb
Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).