Akhi
Rekayasa Riya (1)
Kita sering kali terpesona oleh penampakan-penampakan lahiriah yang ditangkap oleh mata kita. Begitu pula jika kita ingin memengaruhi orang lain, kita selalu merekayasa penampilan atau penampakan lahiriah kita. Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah upaya manusia untuk mengatur penampakan lahiriahnya supaya dinilai orang lain bahwa ia adalah orang alim atau orang saleh yang dekat kepada Allah Swt.
Upaya rekayasa itu di dalam Islam disebut dengan riya. Riya berasal dari kata ra'a yang berarti melihat. Secara harfiah, riya berarti mengatur sesuatu agar dapat dilihat oleh orang lain. Riya adalah mengatur perilaku kita agar dilihat oleh orang lain dan tujuan akhirnya, agar orang lain itu akan menyimpulkan bahwa kita ini orang saleh. Bagaimana jika kita mengatur penampakan (appearance) kita bukan untuk dinilai sebagai orang saleh, melainkan agar dinilai sebagai orang kaya? Hal itu tidak disebut riya karena yang ingin kita ciptakan bukan citra orang saleh, melainkan citra orang kaya. Hal itu tidak apa-apa jika tidak dilakukan secara berlebihan. Mengatur penampilan kita dalam sebuah wawancara kerja, supaya kita diterima, tentu saja tidak merupakan suatu dosa.
Suatu hari Rasulullah Saw. berangkat bersama 'A'isyah untuk mengunjungi sahabatnya. Mereka tiba di suatu sumur. Rasulullah Saw. becermin pada air sumur itu dan memperbaiki serbannya kemudian menyisir rambutnya. 'A'isyah, seperti biasa, sangat pencemburu. Ia bertanya, "Mengapa kau lakukan itu, Ya Rasulullah?" Rasulullah Saw.menjawab, "Allah Swt. senang kepada seorang manusia yang jika ia bertemu dengan sahabat-sahabatnya, ia menampakkan penampilan yang sebaik-baiknya." Jika kita kedatangan tamu atau jika kita akan bertamu, kita harus memakai pakaian kita yang paling bagus dan memperbaiki penampilan kita. Hal itu merupakan sunnah Rasulullah Saw. Mengatur penampilan seperti itu tidak merupakan riya.
Riya hanya berlaku di dalam ibadah. Di luar itu, tidak kita sebut sebagai riya. Kita tidak boleh melakukan riya walaupun sedikit. Rasulullah Saw. bersabda, "Ketahuilah bahwa riya itu haram dan orang yang riya itu dimurkai Allah Swt."
Al-Quran Surah Al-Ma'un ayat 4-6 mengecam orangorang yang riya di dalam shalatnya: Maka celakalah orang orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. Di dalam Al-Quran, Tuhan selalu memuji orang-orang yang shalat, kecuali dalam Surah Al-Ma'un. Dalam ayat lainnya, yaitu ayat 10 Surah Fathir, Allah berfirman: Dan orang-orang yang melakukan makar, bagi mereka azab yang pedih, dan makar mereka pasti tidak akan beruntung. Al-Quran menyebut orang yang melakukan riya di dalam ibadahnya sebagai orang yang sedang melakukan makar kepada Tuhan. Mereka menipu Tuhan; seakan-akan mereka beribadah kepada Tuhan padahal mereka beribadah kepada manusia. Itulah makar yang paling besar. Mereka melakukan tipuan kepada Allah dan kaum beriman, padahal sebetulnya mereka menipu diri sendiri hanya mereka tidak menyadarinya.
Lawan dari riya adalah ikhlas. Ikhlas ialah membantu orang lain karena Allah dan tidak mengharap balasan serta ucapan terima kasih. Sementara riya ialah membantu orang lain karena mengharap akan balasan atau paling tidak ucapan terima kasih. Kadang-kadang, kita tidak mengetahui bahwa yang kita lakukan adalah riya. Ketika kita mengetahui bahwa orang lain yang telah kita tolong malah berbuat jelek terhadap kita, kita sering memutuskan untuk tidak lagi menolongnya. Itu pertanda bahwa kita menolong karena mengharapkan balasan. Orang yang betul-betul ikhlas tidak akan memperhitungkan apakah orang yang ditolong akan membalas atau berterima kasih. Meskipun demikian, kita harus mendidik orang agar selalu berterima kasih. Orang yang tidak bisa berterima kasih tidak akan pernah bahagia di dalam hidupnya. Ia akan menderita gangguan psikologis. Orang yang bahagia adalah orang yang penuh dengan rasa terima kasih kepada orang-orang di sekitarnya.
Sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Ja'far Al-Shadiq a.s. meriwayatkan Rasulullah Saw. bersabda, "Akan datang kepada manusia satu zaman ketika orang itu buruk secara batiniah, tetapi secara lahiriah mereka tampakkan kebaikannya. Mereka mengharapkan dunia dan tidak mengharapkan apa yang berasal dari Tuhan mereka. Agama mereka adalah riya yang tidak disertai rasa takut. Allah akan menimpakan kepada mereka siksa, yang sekiranya mereka berdoa dengan doa seperti orang yang akan tenggelam, Tuhan tidak akan mengijabah doa mereka."
Doa orang yang beramal dengan riya tidak akan diijabah Tuhan. Yang paling berat, orang yang melakukan riya akan kehilangan seluruh amalnya pada hari kiamat kelak. Pada hari kiamat, orang riya akan dipanggil Allah dengan empat gelaran, ‘'Ya ghadir, ya fajir, ya khasir, ya fasiq. Hai si penipu, si durhaka, si perugi, si fasik!"
Sayyidina 'Alik.w. berkata, "Ada tiga tanda orang yang riya. Dia sangat rajin beribadah jika ada orang yang melihatnya, dia malas jika sendirian, dan dia sangat senang jika dipuji dalam urusannya."
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).