Akhi
SOSOK IDEAL WANITA MUSLIMAH

David Lange, Perdana Menteri New Zealand (1984-1989), mengumumkan perceraiannya dengan istrinya untuk menikahi sekretarisnya. Istri yang diceraikannya memberikan komentar, "It must be a very sick society when someone snatches your husband (Ini mestilah masyarakat yang sakit, kalau orang dibiarkan merampas suami orang lain)." Mrs. Lange kecewa, jengkel, dan frustrasi menghadapi masyarakatnya. Amat mengherankan bahwa Mrs. Lange berbuat seperti itu. Bukankah sudah lama pergaulan bebas dinikmati oleh perempuan-perempuan Barat? Bukankah mereka telah mencapai puncak emansipasi -dengan mengutip salah seorang penulis Barat- ketika para perempuan punya kebebasan untuk tidur dengan pria siapa pun yang dikehendakinya?
Yang menyakitkan Mrs. Lange mungkin bukan kebiasaan suaminya untuk tidur dengan siapa saja yang ia inginkan, tetapi karena ia harus kehilangan suaminya. Sebaliknya, sekretaris Mr. Lange bangga karena ia tidak saja mendapat pekerjaan yang baik, tetapi juga berhasil memperoleh suami yang terhormat. Tidak jadi soal bagaimana perasaan mantan istrinya. Masyarakat bebas adalah masyarakat yang kompetitif. Baik dan buruk diukur dari kemenangan dalam kompetisi. Yang menang artinya yang berkualitas lebih tinggi, yang berhasil menaklukkan pasar. Dalam masyarakat liberal, berlaku prinsip survival of the fittest (yang paling adaptiflah yang dapat bertahan hidup).
Emansipasi: Jenis Perbudakan Baru?
Emansipasi -yang seharusnya membebaskan wanita dari perbudaka - malah menjerumuskannya pada perbudakan baru. Pada masyarakat kapitalis, wanita telah menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Mereka dijadikan sumber tenaga kerja yang murah atau dieksploitasi untuk menjual barang. Beberapa jenis industri mutakhir -seperti mode, kosmetik, dan hiburan hampir sepenuhnya memanfaatkan perempuan. Pendidikan dan media massa menampilkan citra wanita yang penuh glamor- sensual dan fisikal. Pada masyarakat yang bebas, wanita dididik untuk melepaskan segala ikatan normatif kecuali kepentingan industri.
Tubuh mereka dipertunjukkan untuk menarik selera konsumen. Mobil mewah tidak lengkap bila perempuan setengah telanjang tidak tidur di atasnya. Kopi tidak enak bila tidak disajikan oleh gadis belia yang seronok. Rokok baru memuaskan bila diselipkan di sela-sela bibir gadis yang menantang.
Ketika kaum wanita mulai memberontak atas peran yang diberikan oleh masyarakat industri, segera mereka dituduh kolot. Mereka disebut kampungan, bodoh, dan tradisional. Ketika wanita-wanita berjilbab berbaris panjang di London dan Paris, masyarakat Barat tercengang. "Pemakaian jilbab bukan saja lambang kesucian, melainkan juga mencerminkan penolakan terhadap peran wanita untuk mengorbankan kewanitaannya di altar laba.... Tetapi, ini tidak akan meyakinkan Mrs. Lange, yang boleh jadi tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya. Sebab, lama sebelum peradaban Barat merampas suaminya, peradaban itu telah merampas identitas kewanitaannya," begitu tulis Dr. Ghayasuddin menutup komentar tentang perceraian Mr. David Lange.
Kita sekarang sudah berada pada masyarakat industri. Apa yang dialami Mrs. Lange boleh jadi sudah dialami oleh banyak saudara Muslimah kita. Kehadiran wanita di pasaran kerja, kegiatan mereka di pabrik-pabrik, perlombaan mereka mengejar karier telah mengacaukan peran wanita. Kegelisahan wanita sekarang terjadi karena kekacauan peran (role confusion). Citra wanita yang menjadi rujukan (frame of rerefence) tumpang-tindih. Ibunya mengajari ia untuk mendampingi suami dan berkhidmat kepadanya. Tekanan ekonomi menuntutnya untuk bekerja di samping lelaki yang bukan keluarganya. Anaknya meminta kehadiran ibu untuk menenteramkan hati dan mendidiknya cara hidup yang baik. Persaingan karier memaksanya untuk meninggalkan anak-anak bersama pembantunya.
Wanita sebetulnya tidak menghadapi dilema antara pekerjaan dan keluarga, antara karier dan anak-anaknya. Yang mereka hadapi adalah krisis identitas. Mereka memerlukan acuan untuk meredefinisikan peran mereka. Mereka perlu melihat kembali tokoh ideal mereka. Marilah kita lihat siapakah figur wanita ideal yang diajarkan Islam.
Sosok Wanita Ideal dalam Islam
Rasulullah Saw. membuat empat buah garis seraya berkata, “Tahukah kalian apakah ini?" Mereka berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. lalu bersabda, "Sesungguhnya wanita ahli surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad Saw., Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim."
Khadijah binti Khuwailid
Khadijah binti Khuwailid dikenal sebagai wanita terhormat, seorang pengusaha multinasional yang disegani. Masa mudanya ia habiskan dalam-istilah sekarang -membina karier. Kemudian ia mempersembahkan semua yang dimilikinya untuk perjuangan suaminya: menegakkan ajaran Islam. Selama bertahun-tahun Khadijah mendampingi Nabi dalam membina keluarga yang penuh ketenteraman dan kebahagiaan. Ketika Rasulullah Saw. mendapat tugas yang berat -mengemban risalah ilahiah- Khadijah meneguhkan hatinya dan menambah kepercayaan dirinya. Ketika Nabi didustakan kaumnya, Khadijah meyakininya dengan tulus. Ketika masyarakat menyembah berhala, di belakang Penghulu para Nabi ia bersujud menyembah Allah Yang Esa.
Ketika tantangan demi tantangan menghantam Nabi Saw., dengan setia Khadijah menemani suaminya- menegakkan yang goyah, memperkukuh yang tegar. Pada waktu orang-orang Quraisy mengucilkan keluarga Rasulullah Saw. di padang yang gersang, Khadijah meninggalkan rumahnya yang megah. Dia tidur di dalam kemah yang sederhana. Setiap hari dia bekerja keras membagi-bagikan makanan yang sedikit kepada para pengikut Rasulullah Saw. Tidak jarang dia dan suaminya tidak kebagian makanan. Begitu kerasnya Khadijah membantu suaminya, sehingga dia jatuh sakit.
Khadijah wafat tidak lama setelah pemboikotan dihapuskan. Tahun ketika Khadijah wafat disebut Nabi Saw. sebagai "tahun dukacita". Pada tahun yang sama, Abu Thalib r.a., paman yang menggantikan kedudukan ayah bagi Nabi Saw., juga wafat. Rasulullah Saw. tidak pernah melupakan Khadijah, yang menyertainya selama lebih dari 25 tahun. (Selama itu Nabi Saw. tidak pernah menikahi dengan wanita lain di sampingnya.)
Bertahun-tahun kemudian, di depan Aisyah, Nabi Saw. masih juga sering menyebut nama Khadijah. Tidak sanggup menahan cemburunya, Aisyah berkata, "Ah, perempuan tua itu engkau sebut-sebut juga, padahal Allah telah memberi ganti yang lebih baik." Nabi Saw. murka sehingga berguncang rambut di ubun-ubunnya. Beliau bersabda, "Demi Allah, tidak ada yang dapat menggantikan Khadijah. Dia memercayaiku ketika manusia menentangku. Dia membenarkanku ketika orang mendustakanku. Dia memberikan hartanya untukku ketika orang lain mengharamkan hartanya. Dia memberiku keturunan ketika istriku yang lain tidak sanggup memberikannya."
Fathimah Al-Zahra
Tidak mungkin kita di sini melukiskan seluruh pribadi Fathimah. Ali Syari'ati menulis Fathimah is Fathimah. Al-Hamidi juga menulis buku khusus tentang Fathimah. Saya memohon pembaca merujuk buku itu untuk mengonfirmasikan apa yang saya sampaikan di sini.
Fathimah mewarisi kepribadian Maryam binti Imran yang di dalam Al-Quran dilukiskan sebagai wanita suci. Waktunya dipenuhi dengan zikir dan ibadah. Begitu dekatnya Maryam dengan Allah sehingga makanan diberikan ke dalam mihrabnya dari langit. Karena kesuciannya, Allah menganugerahkan Isa putra Maryam, manusia mulia di dunia dan akhirat (QS 19: 17-33 dan 3: 42-45). Seperti Maryam, Fathimah juga masyhur karena ibadahnya. Putranya pernah menyaksikan ibunya menghabiskan hampir seluruh malamnya dalam ibadah dan doa. Ketika tangannya melepuh karena memutar penggiling gandum, ketika dia harus bekerja memintal benang untuk dibayar dengan gandum, dia meminta kepada Nabi Saw. untuk memberikan budak. Nabi yang mulia datang ke rumahnya pada malam hari. Beliau tidak memberi budak. Beliau mengajari Fathimah untuk membaca takbir sebanyak 34 kali, tahmid 33 kali, dan tasbih 33 kali. Wirid ini kemudian dikenal sebagai wirid Fathimah. Bersama Ali, Al-Hasan, dan Al-Husain, dia termasuk Ahli Bait yang disucikan. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan segala dosa dari kamu, hai Ahli Bait, dan menyucikan kamu sesuci-sucinya (QS 33: 33).
Akan tetapi, Fathimah juga mewarisi karakter ibunya sendiri. Dia hidup sederhana di samping suaminya, Ali bin Abi Thalib. Ketika berbagai pertempuran mengembalikan Ali ke haribaan Fathimah dalam keadaan penuh luka, Fathimah merawatnya dengan penuh kasih. "Setiap kali aku menyembuhkan lukanya yang lama, terbukalah luka yang baru," ujar Fathimah menceritakan suaminya. Dalam keadaan sederhana sekalipun, dia sangat pemurah. Pernah suatu ketika Fathimah memberikan kalung hadiah ibunya kepada seorang peminta, ketika dia tidak mempunyai apa pun yang dapat diberikan. Dia pernah kelaparan tiga hari - tiga malam karena menyedekahkan makanannya kepada anak yatim, orang miskin, dan para tawanan. Seperti Khadijah, Fathimah mempersembahkan apa pun yang dimilikinya untuk Islam.
Terakhir, Fathimah juga menghimpun akhlak Asiyah binti Muzahim. Hari-hari terakhir dalam kehidupannya dipenuhi perjuangan menegakkan keadilan. Kalau Asiyah menentang kezaliman suaminya, Fathimah berjuang menentang kezaliman yang dilakukan lawan-lawan suaminya. Dia pernah berpidato di hadapan para sahabat Nabi Saw. menuntut tanah Fadak pemberian Rasulullah Saw.; bukan karena rakus harta, melainkan karena memperjuangkan haknya. Di rumahnya pernah berkumpul pihak oposisi, bukan karena dia mempunyai ambisi politik, melainkan karena dia tidak dapat berkompromi dengan pelanggaran kebenaran. Tampaknya, kepada Fathimahlah seharusnya wanita Muslimah mendefinisikan dirinya.JR
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).