top of page
  • Writer's pictureAkhi

Taqwa Tujuan Ibadah Puasa


Orang yang bertaqwa dalam Al-Quran adalah manusia yang ideal, kekasih Tuhan. Ketahuilah, sungguh para kekasih-Nya itu adalah orang-orang yang taqwa.” (QS.Al-Anfal: 34)


Ibadah diwajibkan agar orang menjadi bertaqwa. Derajat manusia ditentukan ketaqwaannya. Sebagian ‘arifin berkata: “Sesungguhnya kebaikan dunia dan akhirat dihimpun dalam satu kata, taqwa. Karena itu banyak ayat Al-Quran yang menjanjikan segala kebaikan –dunia dan ukhrawi− lahir dan batin untuk orang taqwa.


Sayyid Qasim Syubbar, secara singkat beberapa keutamaan orang taqwa:


Pertama, pujian dan penghargaan dari Allah Swt: “Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka demikian itu termasuk perkara yang sangat menentukan.” (QS.Ali Imran (3):186)


Kedua, penjagaan dan Pemeliharaan : “Jika kamu bersabar dan bertaqwa, tidak akan memperdayakan kamu tipuan mereka sedikitpun.” (QS.Ali Imran (3):120)


Ketiga, bantuan dan Pertolonghan: “Sesungguhnya Tuhan bersama orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Nahl (16):128)


Ketiga, jalan keluar dari segala kesulitan dan rezeki yang halal: “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Allah jadikan baginya jalan keluar dan Allah beri dia rezeki dari tempat yang tidak terduga.” (QS.Al-Thalaq (65):2-3)


Keempat, memperbaiki amal: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Alah dan ucapkan ucapan yang benar. Nanti Allah memperbaiki amal-amal kamu.” (QS.Al-Ahzab (33):70-71).


Kelima, ampunan Dosa: lanjutan ayat di atas:“....dan mengampuni dosa-dosa kamu.”


Keenam, memperoleh dan memastikan kecintaan Allah: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Tawbah (9): 47)


Ketujuh, amal-amal diterima: “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Maidah (5):27)


Kedelapan, kemuliaan dan ketinggian derajat : “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling taqwa.” (QS.Al-Hujurat (49):13)


Kesembilan, diberikan kabar gembira di dunia dan akhirat: “Orang-orang yang beriman dan keadaan mereka bertaqwa. Bagi mereka kabar gembira dalam kehidupan dunia dan akhirat.” (QS.Yunus (10):63-64)


Kesepuluh, keselamatan dari neraka: “Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam (19):68)


Kami ingin menambah lima keutamaan lainnya yang dianugerahkan Tuhan bagi orang-orang yang bertaqwa.


Sebelas, kekekalan di surga : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Allah dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang bertaqwa,” (QS. Ali Imran (3): 133)


Dua belas, bantuan ghaib berupa kedatangan malaikat : “Ya, bila kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda,” (QS.Ali Imran (3):125)


Tiga belas, kemudian dalam berbagai urusan : “Maka barang siapa yang memberikan hartanya dan bertaqwa; dan membenarkan pahala yang baik; maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS.Al-Layl (92):5-7)


Empat belas, dibukakan keberkahan dari langit: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS.Al-A’raf(7):96)


Lima belas, tidak takut dan tidak berduka cita : “Sebagian di berinya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS.Al-A’raf (7):30)


Enam belas, diberikan ilmu dan pemisah antar benar dan salah: “hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqon dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS.Al-Anfal(8):29); “dan bertaqwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS.Al-Baqarah (2):282)


Tujuh belas, dibukakan keberkahan dari langit dan bumi : “Jika sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, Kami bukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi.” (QS.Al-A’raf (7):96)


Karena begitu mulianya orang yang bertaqwa, Tuhan memberikan banyak penjelasan dalam Al-Quran berkenaan dengan karakteristik Taqwa. Taqwa tidak dilambangkan menjadi kata abstrak yang penafsirannya diserahkan kepada definisi para ulama’. Paling tidak, dalam empat tempat dalam Al-Quran, Tuhan memperinci makna taqwa, hampir-hampir sangat operasional.


Karakteristik Orang Taqwa Dalam Al-Quran

Sangat menakjubkan bahwa ayat-ayat pertama yang menjelaskan karakteristik taqwa dalam Al-Quran adalah ayat-ayat yang paling komprehensif. Ayat-ayat lainnya hanya memberikan penjelasan tambahan.


Karena itu, pembahasan dalam makalah ini dipusatkan pada tafsir Al-Baqarah (2):1-4 : Alif Lam Mim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang taqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin adanya kehidupan akhirat.


Dari rangkaian ayat di atas kita dapat menyebutkan tiga karakteristik utama manusia taqwa: keimanan kepada yang ghaib, hubungan akrab dengan Tuhan, dan perkhidmatan kepada manusia.


Keimanan Kepada Yang Ghaib

Seluruh perilaku orang yang bertaqwa ditegakkan diatas sebuah pandangan dunia, bahwa dibalik dunia yang materiil ini ada dunia yang lebih luas lagi. Tidak ada makna apapun bagi perbuatan manusia yang baik seperti shalat, zakat dan kebajikan lainnya tanpa pijakan pada keyakinan akan yang ghoib. Bahkan keimanan kepada Tuhan sekalipun harus dimulai dengan pandangan dunia ini. Peringatan Tuhan dan Petunjuk Tuhan – hanya akan diterima oleh orang yang percaya kepada yang Ghaib.


Sungguh kami telah berikan kepada Musa, Harun, Furqon, dan penerangan serta perigatan bagi orang yang bertaqwa; yakni, orang-orang yang takut kepada (Allah) Tuhan mereka berdasarkan keimanan kepada yang ghoib dan mereka merasa takut akan tibanya hari kiamat.” (QS.Al-Anbiya’(21): 48-49)


Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang yang takut kepada adzab Tuhannya berdasarkan keimanan kepada yang Ghaib, dan mendirikan shalat dan barang siapa mensucikan dirinya sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri dan kepada Allah-lah kembalimu.” (QS. Fathir (35):18)


Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah berdasrkan keimanannya kepada Yang Ghoib. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS.Yasin (36):11)


“.......yaitu orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah berdasarkan keimanan kepada yang Ghoib dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS.Qaf (50):33).


Dr. Muhammad Shodiqi menjelaskan, “orang-orang yang beriman kepada yang Ghoib” sebagi berikut: Iman secra harfiyah berarti meletakkan dirimu dalam ketenangan dan ketentraman. Kehidupan dunia dan segala perhiasannya selalu berubah dan berakhir dengan kebinasaan. Beriman kepada kehidupan dunia saja akan menambah kecemasan dan kegelisahan. Sedangkan keimanan kepada yang Ghaib −Keghaiban Uluhiyah hari akhir dan wahyu− adalah keimanan yang menentramkan manusia yang memberikannya ketenangan dari segala kecemasan: Ketahuilah dengan dzikir kepada Allah hati menjadi tenteram.


Percaya kepada yang Ghaib artinya keimanan kepada yang Ghaib dari pancaindera mereka berupa hal-hal yang mengharuskan kita mempercayainya seperti kebangkitan, perhitungan, surga, neraka, tauhid, dan semua hal yang tidak diketahui dengan kesaksian, tetapi diketahui dengan petunjuk (dalil-dalil). Keimanan kepada yang Ghaib dari panca indera hewani adalah hal yang membedakan manusia dari binatang yang lain. Diatas alat indranya, manusia mempunyai akal. Dengan akal dia mengetahui apa yang tidak diketahui alat indra.


Sesungguhnya akal dan alat indra bekerja sama untuk membenarkan yang ghaib dari pancaindera sebagaimana keduanya juga bekerjasama dalam pengetahuan yang empiris. Pengetahuan indra saja tidak mencukupi bahkan untuk membenarkan yang Ghaib sekalipun kecuali sedikit saja. Membatasi persepsi hanya kepada alat-alat indra sangat reduksionis. Membatasi pada akal saja terlalu berlebihan. Karena itulah kita melihat ayat-ayat yang menghimpun antara akal dan indra untuk mencapai keimanan kepada yang Ghaib; berdasarkan petunjuk ayat-ayat yang indrawi dan ayat-ayat dari yang tidak indrawi.....


“.......akan kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat kami dialam semesta dan dalam diri mereka sampai jelaslah bagi mereka bahwa Dia itu benar” (QS.Fush Shilat (41):53).


Tafsir Al-Shadiqi ini mengingatkan kita pada konsep evolusi manusia. Ia membedakan antar “Five-sensory Human” dan “Multy-sensory Human”. Kita berevolusi dari Five-sensory human (manusia berpanca indra lima) menjadi Multy-sensory (manusia bermulti indra).


Kelima indra kita secara bersama-sama membentuk sebuah system indra tunggal yang dirancang untuk mencerap realita fisik. Multy sensory human mencerap tidak saja realitas fisik, tetapi juga realitas dinamis yang jauh lebih besar, dimana realitas fisik itu hanyalah salah satu bagiannya. Multy sensory human mampu mencerap dan merasa, peranan yang dimainkan oleh realitas fisik kita dalam kerangka besar evolusi, dan dinamika dimana realitas fisik kita diciptakan dan dipertahankan. Semua ini tak dapat dilihat oleh Five sensory human.


Dalam dataran yang tidak terlihat inilah, dapat ditemukan asal dari setiap moral dasar kita. Dilihat dari perspektif ini, kita dapat mengerti motivasi orang-orang yang dengan sadar mengorbankan hidup mereka untuk tujuan yang lebih agung, kita mampu memahami kekuatan seorang Ghandi, dan kita pun mengerti kemurah-hatian seorang kristus, semua hal yang tidak dapat dipahami oleh Five-sensory human (manusia berpanca indra lima).


Dari persepsi Five-sensory human, secara fisik, manusia adalah sendirian di alam semesta. Namun dari persepsi Multy-sensory human (manusia bermulti indra), manusia tak pernah sendiri. Sementara ini, hidup, sadar, cerdas, dan murah hati. Dilihat dari sudut pandang Five-sensory human, dunia fisik kita adalah suatu tempat dimana manusia menemukan dirinya sendiri, manusia berusaha untuk mendominasi dunia ini agar dapat mempertahankan hidupnya. Dilihat dari sudut pandang Multi Sensory Human, dunia fisik kita adalah sebuah tempat untuk belajar, yang diciptakan bersama oleh para jiwa yang menghuninya, dan oleh setiap hal yang terjadi di dalamnya, yang menunjang proses belajar itu.***


Dr. KH. Jalaluddin Rakhmat.

Buletin Misykat 30 May 2019

76 views1 comment

Recent Posts

See All
bottom of page