top of page
  • Writer's pictureAkhi

Tujuan Ibadah Puasa


Takwa dalam Al-Quran. Orang yang bertaqwa dalam Al-Quran adalah manusia yang ideal, kekasih Tuhan. Ketahuilah, sungguh para kekasih-Nya itu adalah orang-orang yang taqwa.” (QS.Al-Anfal: 34)


Ibadah diwajibkan agar orang menjadi bertaqwa. Derajat manusia ditentukan ketaqwaannya. Sebagian ‘arifin berkata: “Sesungguhnya kebaikan dunia dan akhirat dihimpun dalam satu kata, taqwa. Karena itu banyak ayat Al-Quran yang menjanjikan segala kebaikan –dunia dan ukhrawi− lahir dan batin untuk orang taqwa.


Sayyid Qasim Syubbar, secara singkat beberapa keutamaan orang taqwa:


  1. Pujian dan penghargaan dari Allah Swt: “Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka demikian itu termasuk perkara yang sangat menentukan.” (QS.Ali Imran (3):186).

  2. Penjagaan dan Pemeliharaan : “Jika kamu bersabar dan bertaqwa, tidak akan memperdayakan kamu tipuan mereka sedikitpun.” (QS.Ali Imran (3):120).

  3. Bantuan dan Pertolonghan: “Sesungguhnya Tuhan bersama orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Nahl (16):128).

  4. Jalan keluar dari segala kesulitan dan rezeki yang halal: “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, Allah jadikan baginya jalan keluar dan Allah beri dia rezeki dari tempat yang tidak terduga.” (QS.Al-Thalaq (65):2-3).

  5. Memperbaiki amal: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Alah dan ucapkan ucapan yang benar. Nanti Allah memperbaiki amal-amal kamu.” (QS.Al-Ahzab (33):70-71).

  6. Ampunan Dosa: lanjutan ayat di atas:“....dan mengampuni dosa-dosa kamu.”

  7. Memperoleh dan memastikan kecintaan Allah: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Tawbah (9): 47).

  8. Amal-amal diterima: “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Al-Maidah (5):27).

  9. Kemuliaan dan ketinggian derajat : “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling taqwa.” (QS.Al-Hujurat (49):13).

  10. Diberikan kabar gembira di dunia dan akhirat: “Orang-orang yang beriman dan keadaan mereka bertaqwa. Bagi mereka kabar gembira dalam kehidupan dunia dan akhirat.” (QS.Yunus (10):63-64).

  11. Keselamatan dari neraka: “Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam (19):68).

  12. Kekekalan di surga : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Allah dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang bertaqwa,” (QS. Ali Imran (3): 133).

  13. Bantuan ghaib berupa kedatangan malaikat : “Ya, bila kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda,” (QS.Ali Imran (3):125).

  14. Kemudian dalam berbagai urusan : “Maka barang siapa yang memberikan hartanya dan bertaqwa; dan membenarkan pahala yang baik; maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS.Al-Layl (92):5-7).

  15. Dibukakan keberkahan dari langit: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS.Al-A’raf(7):96).

  16. Tidak takut dan tidak berduka cita : “Sebagian di berinya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS.Al-A’raf (7):30).

  17. Diberikan ilmu dan pemisah antar benar dan salah: “hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqon dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (QS.Al-Anfal(8):29); “dan bertaqwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu. Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS.Al-Baqarah (2):282).

  18. Dibukakan keberkahan dari langit dan bumi : “Jika sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, Kami bukakan pintu keberkahan dari langit dan bumi.” (QS.Al-A’raf (7):96)

Karena begitu mulianya orang yang bertaqwa, Tuhan memberikan banyak penjelasan dalam Al-Quran berkenaan dengan karakteristik Taqwa. Taqwa tidak dilambangkan menjadi kata abstrak yang penafsirannya diserahkan kepada definisi para ulama’. Paling tidak, dalam empat tempat dalam Al-Quran, Tuhan memperinci makna taqwa, hampir-hampir sangat operasional.


Karakteristik Orang Taqwa Dalam Al-Quran. Sangat menakjubkan bahwa ayat-ayat pertama yang menjelaskan karakteristik taqwa dalam Al-Quran adalah ayat-ayat yang paling komprehensif. Ayat-ayat lainnya hanya memberikan penjelasan tambahan.


Karena itu, pembahasan dalam makalah ini dipusatkan pada tafsir Al-Baqarah (2):1-4 : Alif Lam Mim. Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang taqwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin adanya kehidupan akhirat.


Dari rangkaian ayat di atas kita dapat menyebutkan tiga karakteristik utama manusia taqwa: keimanan kepada yang ghaib, hubungan akrab dengan Tuhan, dan perkhidmatan kepada manusia.


Keimanan Kepada Yang Ghaib. Seluruh perilaku orang yang bertaqwa ditegakkan diatas sebuah pandangan dunia, bahwa dibalik dunia yang materiil ini ada dunia yang lebih luas lagi. Tidak ada makna apapun bagi perbuatan manusia yang baik seperti shalat, zakat dan kebajikan lainnya tanpa pijakan pada keyakinan akan yang ghoib. Bahkan keimanan kepada Tuhan sekalipun harus dimulai dengan pandangan dunia ini. Peringatan Tuhan dan Petunjuk Tuhan – hanya akan diterima oleh orang yang percaya kepada yang Ghaib.


Sungguh kami telah berikan kepada Musa, Harun, Furqon, dan penerangan serta perigatan bagi orang yang bertaqwa; yakni, orang-orang yang takut kepada (Allah) Tuhan mereka berdasarkan keimanan kepada yang ghoib dan mereka merasa takut akan tibanya hari kiamat.” (QS.Al-Anbiya’(21): 48-49)


Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang yang takut kepada adzab Tuhannya berdasarkan keimanan kepada yang Ghaib, dan mendirikan shalat dan barang siapa mensucikan dirinya sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri dan kepada Allah-lah kembalimu.” (QS. Fathir (35):18)


Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah berdasrkan keimanannya kepada Yang Ghoib. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS.Yasin (36):11)


“.......yaitu orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah berdasarkan keimanan kepada yang Ghoib dan dia datang dengan hati yang bertaubat.” (QS.Qaf (50):33).


Dr. Muhammad Shodiqi menjelaskan, “orang-orang yang beriman kepada yang Ghoib” sebagi berikut:


Iman secra harfiyah berarti meletakkan dirimu dalam ketenangan dan ketentraman. Kehidupan dunia dan segala perhiasannya selalu berubah dan berakhir dengan kebinasaan. Beriman kepada kehidupan dunia saja akan menambah kecemasan dan kegelisahan. Sedangkan keimanan kepada yang Ghaib −Keghaiban Uluhiyah hari akhir dan wahyu− adalah keimanan yang menentramkan manusia yang memberikannya ketenangan dari segala kecemasan: Ketahuilah dengan dzikir kepada Allah hati menjadi tenteram.


Percaya kepada yang Ghaib artinya keimanan kepada yang Ghaib dari pancaindera mereka berupa hal-hal yang mengharuskan kita mempercayainya seperti kebangkitan, perhitungan, surga, neraka, tauhid, dan semua hal yang tidak diketahui dengan kesaksian, tetapi diketahui dengan petunjuk (dalil-dalil).


Keimanan kepada yang Ghaib dari panca indera hewani adalah hal yang membedakan manusia dari binatang yang lain. Diatas alat indranya, manusia mempunyai akal. Dengan akal dia mengetahui apa yang tidak diketahui alat indra.


Sesungguhnya akal dan alat indra bekerja sama untuk membenarkan yang ghaib dari pancaindera sebagaimana keduanya juga bekerjasama dalam pengetahuan yang empiris. Pengetahuan indra saja tidak mencukupi bahkan untuk membenarkan yang Ghaib sekalipun kecuali sedikit saja. Membatasi persepsi hanya kepada alat-alat indra sangat reduksionis. Membatasi pada akal saja terlalu berlebihan. Karena itulah kita melihat ayat-ayat yang menghimpun antara akal dan indra untuk mencapai keimanan kepada yang Ghaib; berdasarkan petunjuk ayat-ayat yang indrawi dan ayat-ayat dari yang tidak indrawi.....


“.......akan kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat kami dialam semesta dan dalam diri mereka sampai jelaslah bagi mereka bahwa Dia itu benar” (QS.Fush Shilat (41):53).


Tafsir Al-Shadiqi ini mengingatkan kita pada konsep evolusi manusia. Ia membedakan antar “Five-sensory Human” dan “Multy-sensory Human”. Kita berevolusi dari Five-sensory human (manusia berpanca indra lima) menjadi Multy-sensory (manusia bermulti indra).


Kelima indra kita secara bersama-sama membentuk sebuah system indra tunggal yang dirancang untuk mencerap realita fisik. Multy sensory human mencerap tidak saja realitas fisik, tetapi juga realitas dinamis yang jauh lebih besar, dimana realitas fisik itu hanyalah salah satu bagiannya. Multy sensory human mampu mencerap dan merasa, peranan yang dimainkan oleh realitas fisik kita dalam kerangka besar evolusi, dan dinamika dimana realitas fisik kita diciptakan dan dipertahankan. Semua ini tak dapat dilihat oleh Five sensory human.


Dalam dataran yang tidak terlihat inilah, dapat ditemukan asal dari setiap moral dasar kita. Dilihat dari perspektif ini, kita dapat mengerti motivasi orang-orang yang dengan sadar mengorbankan hidup mereka untuk tujuan yang lebih agung, kita mampu memahami kekuatan seorang Ghandi, dan kita pun mengerti kemurah-hatian seorang kristus, semua hal yang tidak dapat dipahami oleh Five-sensory human (manusia berpanca indra lima).


Dari persepsi Five-sensory human, secara fisik, manusia adalah sendirian di alam semesta. Namun dari persepsi Multy-sensory human (manusia bermulti indra), manusia tak pernah sendiri. Sementara ini, hidup, sadar, cerdas, dan murah hati. Dilihat dari sudut pandang Five-sensory human, dunia fisik kita adalah suatu tempat dimana manusia menemukan dirinya sendiri, manusia berusaha untuk mendominasi dunia ini agar dapat mempertahankan hidupnya. Dilihat dari sudut pandang Multi Sensory Human, dunia fisik kita adalah sebuah tempat untuk belajar, yang diciptakan bersama oleh para jiwa yang menghuninya, dan oleh setiap hal yang terjadi di dalamnya, yang menunjang proses belajar itu.


Karakteristik Muttaqin. Surat Al-Baqarah bercerita tentang tiga kelompok manusia. Pertama, kelompok yang menerima seluruh ajaran Allah Swt secara mutlak. Mereka disebut sebagai orang-orang takwa, al- muttaqin. Mereka menerima Islam dalam seluruh dimensinya. Kedua, kelompok yang menolak ajaran Allah Swt secara mutlak pula. Mereka disebut sebagai orang-orang kafir. Mereka memusuhi Islam dalam segala dimensi, baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Ketiga, kelompok yang memiliki dua kepribadian. Pribadi yang satu adalah kepribadian Islam, ketika mereka berada di tengah-tengah kelompok Muslimin. Pribadi yang lain adalah kepribadian yang memusuhi Islam, ketika mereka berada di tengah-tengah kelompok musuh kaum Muslimin. Merekalah golongan al-munafiqin. Di dalam masyarakat, tiga golongan itu akan selalu ada sepanjang masa.


Ketika Imam Husain as berangkat menuju kota Kufah, atas undangan kaum Muslimin melalui sebuah petisi yang ditandatangani seratus orang, di tengah jalan ia berjumpa dengan Farazdah, salah seorang penyair yang baru pulang dari Kufah. Imam bertanya tentang keadaan para sahabatnya di Kufah yang memberikan petisi itu. Farazdah berkata, "Mereka itu hatinya bersama kamu tetapi pedangnya untuk kamu." Itulah kelompok yang disebut al-munafiqin. Sayyidina Ali kw mendefinisikan orang- orang munafik secara sederhana: "Orang munafik itu di luarnya indah tetapi di dalamnya busuk."


Dari ketiga kelompok di atas, yang paling banyak diceritakan dalam Al-Quran adalah kelompok orang munafik. Tentang orang-orang takwa hanya diceritakan dalam lima ayat saja. Allah menyebutkan tanda-tanda orang takwa pada lima ayat pertama dari Surat Al-Baqarah. Tanda-tanda itu adalah kriteria untuk menentukan mana yang termasuk orang takwa, kafir, atau munafik.


Lima tanda orang takwa itu: Pertama, keimanan pada yang gaib. Kedua, pengabdian kepada Allah Swt, antara lain dengan menegakkan shalat. Ketiga, pengkhidmatan kepada sesama manusia. Keempat, kepercayaan kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah Saw dan nabi-nabi sebelumnya. Kelima, keimanan kepada hari kiamat. Apabila lima rukun takwa itu dipenuhi, Tuhan berjanji akan memberi dua anugerah kepada kita. Anugerah pertama adalah petunjuk, dan anugerah kedua adalah kebahagiaan.


Karakteristik pertama orang takwa, yaitu beriman kepada yang gaib, merupakan keyakinan kepada seluruh rukun iman. Keimanan kita kepada Al-Quran, misalnya, adalah keimanan kepada dimensi gaib dari Al-Quran. Al-Quran itu tulisannya zahir tetapi hakikatnya berasal dari hal gaib, yaitu tajalliyat Allah Swt. Sebagian mufasir menjelaskan bahwa keimanan kepada yang gaib adalah keimanan kepada Imam Mahdi.


Lalu, siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang percaya kepada yang gaib? Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda, "Alangkah rindunya aku untuk berjumpa dengan saudara-saudaraku." Seorang sahabat bertanya, "Bukankah kami ini saudara-saudaramu?" Nabi menjawab, "Benar, kalian sahabat-sahabatku. Adapun yang kumaksud dengan saudara-saudaraku adalah kaum yang datang sesudahku dan beriman kepadaku padahal mereka tidak pernah berjumpa denganku." Kemudian Nabi membaca ayat: 'Alladzina yu'minuna bil ghaib; Orang-orang yang beriman kepada yang gaib (Al-Baqarah: 3). Merekalah orang-orang yang tidak pernah melihat Rasulullah Saw tetapi beriman kepada beliau.


Hadis ini menepis anggapan bahwa kaum Muslimin yang terbaik adalah kaum Muslimin yang tinggal sezaman dengan Rasulullah, dan kaum yang paling jelek adalah kaum yang datang di akhir zaman. Ini disebut dengan Teori Evolusi Regresif. Artinya umat manusia berkembang ke arah keburukan. Padahal dalam Al-Quran disebutkan: "Alladzi khalaqa fasawa; (Allah-lah) yang menciptakan dan menyempurnakan" (Al-A'la: 2). Manusia berkembang ke arah kesempurnaan, baik dari segi fisik maupun mental. Contohnya, pada zaman Rasulullah masih ada orang yang thawaf mengeliling Ka'bah dalam keadaan telanjang. Sekarang, betapa pun tidak bermoralnya seseorang, ia tidak akan thawaf dengan telanjang.


Dalam Islam, perkembangan manusia adalah Evolusi Progresif. Makin lama makin baik, makin cerdas, dan makin berilmu. Menurut Imam Ja'far, dalam salah satu doanya, ilmu manusia itu akan menjulang tinggi, kedamaian terbentang luas, iman dikuatkan, dan Al-Quran dibacakan.


Hadis yang menceritakan bahwa saudara-saudara Rasulullah yang ingin ia jumpai itu adalah orang-orang yang mengimani hal gaib, diriwayatkan oleh banyak perawi hadis; seperti Bukhari dalam kitab tarikhnya, Thabrani, Baihaki, Al-Isfahani, Al-Ismaili, dan Al-Hakim, Karena itu, para ahli hadis menyatakan, "Semua hadis ini, meskipun lafadz-nya berbeda-beda, sepakat untuk menunjukkan bahwa seorang mukmin yang tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah adalah lebih utama daripada sahabat yang pernah berjumpa dengannya." Hadis ini merupakan hadis mutawatir, yang banyak diriwayatkan, baik oleh para sahabat maupun tabiin. Dan menurut para ahli hadis, pada hadis mutawatir tidak berlaku kritik sanad.


Ciri orang takwa yang keempat adalah mempercayai Rasulullah dan nabi-nabi sebelumnya. la mempunyai sikap menghormati agama-agama. Orang takwa mestinya tidak fanatik, tidak suka dengan perpecahan. Orang takwa itu tidak hanya yu'minuna bima unzila ilaika, tetapi juga wama unzila min qablik (Al-Baqarah: 4).


Ayat ini menunjukkan, orang mukmin itu percaya bahwa tidak ada perbedaan tentang prinsip-prinsip dakwah para nabi. Dilihat dari pokok-pokok masalahnya, tidak ada perbedaan di antara seluruh nabi itu. Semua nabi adalah pemberi petunjuk kepada umat manusia yang membawa kepada jalan yang lurus, dan setiap nabi datang untuk menyempurnakan bimbingan ruhaniah yang membawa manusia pada kesempurnaan yang sudah direncanakan.


Orang takwa yang sejati adalah orang yang tidak pernah menggunakan agama untuk menjadi sebab perpecahan dan kemunafikan. Orang takwa percaya bahwa agama adalah wahana untuk mempertemukan anak-anak manusia. Kalau ada orang yang suka mempertentangkan ajaran-ajaran agama, apalagi sesama agama, ia pasti belum sampai pada derajat orang yang takwa. Sama halnya jika ada orang yang mencoba mencari perbedaan dan sangat sensitif untuk melihat perbedaan lalu menggunakan perbedaan itu untuk memecah belah umat. Orang seperti itu belum sampai pada derajat takwa. Orang takwa adalah orang yang toleran pada orang seagama dan toleran pada pemeluk agama lain.


Tanda orang takwa yang kelima adalah keyakinan kepada hari akhirat. Menurut Al-Quran, keyakinan akan hari kiamat ada hubungannya dengan keberanian seseorang berbuat dosa. Makin kurang keyakinan seseorang terhadap hari akhirat, makin berani orang itu berbuat dosa. Orang-orang zalim sering mengikuti hawa nafsunya karena mereka kurang yakin terhadap hari akhirat. Mereka tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan dan dihukum.


Jika seseorang percaya pada hari akhirat, ia akan lebih berhati-hati menjaga dirinya. Dia akan mengumpulkan bekal buat perjalanan nanti yang panjang. Alam dunia adalah alam persiapan untuk menuju alam akhirat yang kekal, seperti halnya alam janin yang mempersiapkan tubuh untuk hidup di alam dunia. Kalau di alam janin terdapat cacat, ketika lahir, ia akan menjadi orang yang cacat dan menderita sepanjang hidupnya. Jika kita hidup di alam dunia ini bercacat, nanti kita akan dilahirkan lagi di alam akhirat dalam keadaan cacat juga.


Menurut Al-Quran, kalau orang sudah tidak begitu yakin terhadap hari akhirat, dia akan tersesat dari jalan Allah dan mengikuti hawa nafsunya. Dalam Surat Shad ayat 26, Allah berfirman, "...Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan." Orang-orang yang mengejar hawa nafsu sebenarnya lupa bahwa mereka nanti akan diperhitungkan di akhirat.


Beruntunglah orang-orang yang dibukakan jendela alam akhirat; seperti dalam kisah Ibrahim bin Adham. Dikisahkan bahwa pada mulanya Ibrahim adalah seorang yang sangat senang minuman keras. Dia mempunyai anak yang sangat disayanginya. Ketika ia minum minuman keras, anak itu sering menepiskan tangan bapaknya supaya ia tidak jadi minum. Orang tuanya menganggap perbuatan anak itu hanya bercanda saja. Sampai pada suatu saat, anak itu meninggal dunia. Ibrahim gelisah dan menangis setiap hari. Tiba-tiba, dalam sebuah mimpi, la seakan-akan berada di alam akhirat. Di Padang Mahsyar, ia dikejar makhluk yang amat menakutkan. Ketika ia dikejar makhluk itu, muncul makhluk lain yang sangat indah menyelamatkannya. Kedua makhluk itu berkelahi. Namun, karena makhluk yang bagus itu lemah, ia kalah. Ibrahim lalu lari lagi. Kemudian ada teriakan dari sebuah bukit. Teriakan itu teriakan anaknya. Anak itu datang untuk menghalangi monster jahat itu sehingga Ibrahim tidak jadi sampai ke neraka.


Kemudian terjadilah percakapan antara Ibrahim dan anaknya. "Siapa monster yang menakutkan itu?" tanya Ibrahim. Anaknya menjawab, “Itulah minuman keras yang Bapak minum setiap saat. Setiap Bapak melakukan maksiat, Bapak memperkuat makhluk yang menakutkan itu. Tapi Bapak juga terkadang berbuat baik. Sayangnya, perbuatan baik Bapak itu lemah; ia tidak sanggup melawan kemaksiatan Bapak."


brahim terbangun dari mimpinya. Begitu ingin meraih minuman keras, ia ingat bahwa setiap ia minum, ia memperkuat makhluk menakutkan itu. Akhirnya, Ibrahim bin Adham menjadi seorang sufi. Ia bertekad di dalam hidupnya untuk selalu memperkuat makhluk yang bagus itu.


Ibrahim adalah contoh orang yang dibukakan kepadanya jendela hari kiamat.

Saya sering berdoa agar dibukakan sedikit saja jendela di hari akhirat itu. Meskipun sedikit, intipan ke alam gaib dapat menambah keimanan kita terhadap akhirat. Apalagi, jika sampai pada pengetahuan yang lebih luas lagi. JR


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

66 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page