top of page
  • Writer's pictureAkhi

Ummul Kitab: Al-Fatihah


Satu rombongan sahabat, terdiri dari tiga puluh orang, sam- pai di sebuah perkampungan Arab. Mereka menuntut hak sebagai tamu, yang sebetulnya telah menjadi hukum dalam kehidupan padang pasir. Akan tetapi, kaum itu menolaknya. Kebetulan pemimpin kaum itu digigit kalajengking. Mereka meminta bantuan kepada sahabat-sahabat Nabi.


Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Aku bisa mengobatinya. Tetapi, aku tidak bisa melakukannya sebelum kalian memberikan sesuatu." Mereka berkata, "Kami beri Anda tiga puluh ekor kambing." Abu Sa'id al-Khudri kemudian membacakan Al-Fatihah tujuh kali. Sembuhlah orang yang digigit itu. Ketika al-Khudri membawa kambing-kambing itu, para sahabat yang lain tidak menyukainya. Kata mereka. "Engkau mengambil upah dari membaca Kitab Allah." Ketika sampai di Madinah, mereka melaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah saw.. Beliau bersabda, "Tidakkah kamu ketahui bahwa Al-Fatihah itu obat. Bagikanlah (kambing-kambing itu) dan berikan sebagian untukku. Sesungguhnya yang paling berhak kamu ambil upahnya adalah Kitab Allah." (Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi, Al-Nisai, Ibn Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi dari Abu Sa'id al-Khudri dan Ibnu Abbas. Lihat Al-Durr al-Mantsur 1;14; Fiqh al-Sunnah).


Pada riwayat lain, seorang sahabat mengobati orang gila juga dengan membaca Al-Fatihah. Mengikuti tradisi ini, sepanjang sejarah umat Islam sering mengiringi doa-doa mereka dengan membaca Al-Fatihah. Mereka mendoakan yang sakit dengan mengirimkan Al-Fatihah. Mereka menyambungkan kasih sayang mereka dengan ahli kubur juga dengan menghadiahkan Al-Fatihah. Oleh karena itu, semua mufasir menyebutkan salah satu nama Al-Fatihah adalah Al-Syifa.


Tiba-tiba datanglah satu masa ketika paham materialisme Barat merasuki kaum Muslim. Materialisme mengajarkan bahwa yang ada hanyalah materi, yang bisa diamati dengan alat indra kita, yang dapat kita ukur di labolatorium. Dunia ini hanya diatur oleh hukum sebab-akibat yang bersifat material. Apabila ada orang yang melaporkan peristiwa gaib, yang immaterial, yang tidak dapat diukur dengan alat-alat ukur ilmiah, mereka segera menuding: takhayul! musyrik!


Sebagian menyebut peristiwa gaib itu sebagai hal yang tidak rasional. Mereka keliru. Tidak rasional artinya tidak masuk akal, tidak logis. Peristiwa gaib seringkali sangat logis. Tetapi yang jelas, gaib artinya berkaitan dengan hal-hal immaterial atau tidak empiris. Ketika materialisme dan empirisme digabungkan, orang kemudian mengembangkan positivisme. Positivisme mendasari metode ilimah yang popular. Ia telah berjasa besar dalam memperbaiki taraf hidup manusia; tetapi ia telah mengeluarkan pengalaman gaib dari kehidupan kita. Ketika paham ini memasuki akidah agama, kita mengesampingkan banyak peristiwa gaib. Kita menganggapnya bid'ah, takhayul, atau syirik.


Salah satu nama Allah dalam Al-Quran adalah


عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ

Yang Mengetahui yang gaib dan yang syahadah


Al-Quran menyebut dua alam: alam gaib dan alam syahadah. Alam syahadah adalah alam empiris, yang dapat ditangkap de- ngan metode ilmiah. Di sini berlaku hukum sebab-akibat yang empiris, yang dapat kita lihat, kita dengar, atau kita sentuh. Alam gaib adalah alam di luar yang empiris (kadang-kadang disebut metanormal).


Akhir-akhir ini, fisika kuantum telah membawa banyak ahli fisika ke suatu wilayah yang sangat "tidak ilmiah". Fritjof Capra, dalam The Tao of Physics, Edward Schrodinger, salah satu penemu fisika kuantum dan penulis What is Life?, dan paling belakangan ini John Wheeler mengakui keterlibatan hal-hal "gaib" dalam peristiwa-peristiwa di alam syahadah.


Kaum Muslim, yang percaya akan kesatuan alam semesta, beriman kepada kesatuan yang gaib dan yang syahadah. Kita percaya bahwa sedekah menolak bencana, silaturahim memperbanyak rezeki, dan doa (yang gaib) dapat menimbulkan efek pada kehidupan kita (yang syahadah). Surat Al-Fatihah adalah doa yang agung, Ummul Kitab (induk segala Kitab), yang turun dari perbendaharaan di bawah 'Arasy.


Karena kita percaya akan kesatuan kedua alam ini, obatilah penyakit dengan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran mutakhir, dan sekaligus bacalah Al-Fatihah dengan khusyuk. Dengan begitu, kita menggabungkan kedua alam yang besar itu. Dan itulah tauhid.[]


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

77 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page