top of page
  • Writer's pictureAkhi

WARA' DAN PEMELIHARAAN IMAN


Kisah berikut ini saya dengar dari guru ngaji saya di kampung. Dahulu ada seorang Kiai yang sangat taat beribadat. Ia mengisi hidupnya hanya dengan zikir dan amal saleh. Ia hidup sederhana, makan hanya yang halal, dan menjaga seluruh anggota badannya dari perbuatan maksiat. Karena ia begitu dekat dengan Tuhan, semua doanya makbul.


Orang menyaksikan banyak keramat pada dirinya. Ia menjadi tempat meminta pertolongan. Berduyun-duyunlah orang yang sakit, yang miskin, yang susah, yang menderita, yang terancam kedudukan, atau yang didesak keperluan (duniawi maupun ukhrawi) --datang mohon-- didoakan. Dengan tulus, ia membantu mereka semuanya.


Posisinya di sisi Tuhan makin tinggi. Ia sudah masuk golongan para awliya', makhluk Kekasih Allah. Tentu saja posisinya ini mengundang dengki para Iblis. Setelah bermusyawarah dengan "the rulling elite" di kerajaannya, Iblis menugaskan kaki-tangannya yang paling cerdas untuk menyesatkan Sang Kiai. Setelah mempelajari pengalaman akumulatif setan sepanjang sejarah, setelah berpikir keras, setan "yang punya lakon" ini berhasil membuat desain yang menakjubkan.


Ia mendatangi putri raja yang jelita. Karena putri itu tumbuh dalam asuhan kemewahan dan bukan keimanan, dengan mudah setan merusak akalnya. Ia menjadi gila. Ketika para tabib tidak sanggup mengobatinya, setan "mewahyukan" (membisikkan) kepada raja untuk mengirimkan sang putri kepada Kiai keramat. Dengan doanya, putri sembuh lagi seperti sediakala. Tetapi begitu ia sampai lagi di istananya, penyakitnya kambuh lagi. Berulang-ulang peristiwa itu terjadi. Raja memutuskan untuk menitipkan putrinya di tempat Kiai.


Putri ditempatkan dalam rumah khusus untuknya. Setiap hari Kiai mengantarkan makanan ke pintu rumahnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Lewat akal Kiai, setan berbisik, "Tidakkah Pak Kiai sebaiknya mengajaknya berbincang, atau paling tidak menyapanya. Ia sedang menderita, dan kata-kata yang manis,dapat meredakan penderitaannya. Bukankah menurut Nabi Saw. kata-kata yang baik itu sedekah, bukankah senyuman juga sedekah." (Setan tahu salah satu kemampuan akal manusia adalah mencari pembenaran, justifikasi).


Kini Kiai mengantar makanan ke pintunya, memanggil putri, dan berbincang sejenak. Dari hari ke hari, perbincangannya menjadi lebih lama. Setan menghiasi kepala keduanya sehingga terdengar indah dan menggetarkan. Setan berbisik lagi, "Pak Kiai, tidak baik bercakap di luar rumah. Apa kata orang tentang Kiai. Masuklah dan berbicaralah tanpa diketahui orang banyak." Untuk meringkaskan cerita, karena bujukan setan terus-menerus, Kiai lupa. Beberapa bulan kemudian, ia diberitahu bahwa sang putri hamil.


Setan berbisik kepada Kiai agar ia membunuh sang putri. Kabarkan saja bahwa ia sakit dan kemudian meninggal dunia. Kiai kemudian membunuhnya. Setan membisikkan keraguan pada ayah sang putri. Raja meminta agar dilakukan otopsi. Komite penyelidik dibentuk. Singkat cerita, Kiai dihukum mati. Ia disalib. Ketika tubuhnya bergantung di tiang salib, setan menawarkan bantuan (yang tentu saja mengikat). Ia dapat membebaskan Kiai asalkan Kiai bersedia beribadat kepada Iblis. Kesediaan itu cukup ditunjuk kan dengan gerakan kepala saja dengan niat mengabdi kepada Iblis. Karena penderitaan, Kiai mengikuti perintah setan. Setan dengan tertawa besar meninggalkan Kiai. "Aku berlepas diri dari apa yang kamu lakukan."


Kisah guru ngaji saya ini memang kemudian saya temukan dalam kitab-kitab hadis. Tidak persis seperti di atas. Guru saya sudah memodifikasinya dan menambah di sana-sini, sekadar untuk menarik perhatian muridnya. Saya teringat lagi cerita ini, ketika saya ingin menulis tentang fungsi wara' dalam memelihara iman.


Ada tiga tahap wara'. Tahap pertama adalah menjauhi kejelekan. Tahap ini mempunyai tiga fungsi: perlindungan diri, peningkatan kebaikan, dan pemeliharaan iman. Telah saya tunjukkan secara psikologis bahwa perbuatan jelek (dosa) dapat merusak tubuh dan jiwa Anda. Dosa yang Anda lakukan juga merusak perbuatan baik Anda.


Pada kisah Kiai di atas, dosa juga dapat merusak iman. Setelah Kiai gelisah, cemas, dan bingung lalu nekat (artinya, rusak secara psikologis), ia menderita secara fisik di tiang salib. Akhirnya, ia menyatakan bersujud kepada Iblis (sekarang imannya yang rusak).


Imam Bukhari menyatakan, "Aku sudah mendatangi berbagai negeri dan kota. Semua ulama sepakat bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat." Jadi dengan wara' tahap pertama, menjauhi kejelekan, Anda menghilangkan faktor yang mengurangi iman. Menjauhi maksiat pada hakikatnya memelihara iman.


Karena taat dan maksiat mempengaruhi naik-turunnya iman, kita memandang keduanya sebagai indikator iman. Iman memang abstrak. Kita sukar mengukur iman secara langsung. Untuk itu kita menggunakan indikator taat dan maksiat. Iman diekspresikan dalam ketaatan dan kufur ditampakkan dalam maksiat. Tetapi iman bukan berarti taat, dan kufur bukan berarti maksiat.


Iman dan kufur bersifat batiniah (covert). Taat dan maksiat bersifat lahiriah (overt). Iman dan kufur adalah dua pandangan hidup yang melihat bahwa semua yang ada diciptakan Tuhan dan karena itu hanya berhak mengabdi kepada Dia saja (tawhid uluhiyyah). Mereka juga hanya boleh tunduk dan berserah diri sepenuhnya kepada pengaturan Dia saja (tawhid rububiyyah).


Sebagai misal, iman Anda rusak bila dalam lubuk hati ada keyakinan bahwa Allah memang mengatur alam semesta ini (rububiyyah takwiniyyah), tetapi juga ada keraguan pada sebagian aturan-Nya yang berupa syariat (rububiyyah tasyri'iyyah). Atau Anda meragukan keadilan Tuhan. Atau Anda melihat aturan yang Anda buat lebih baik daripada peraturan Tuhan.


Menurut Ali bin Abi Thalib k.w., Iblis pernah menyembah Allah selama enam ribu tahun, sehingga ia menjadi makhluk yang dekat dengan Tuhan. Ia bukan saja meyakini adanya Tuhan; ia bahkan dapat berdialog langsung dengan Dia. Ia percaya kepada Tuhan sebagai Khaliq dan sebagai Rabb. Ia beribadat kepada-Nya. Tetapi, ketika Allah memerintahkannya bersujud kepada Adam, ia merasa perintah Tuhan itu tidak layak. Ia berpendapat bahwa yang patut adalah Adam menyembah Iblis. Iblis berkata, "Aku lebih baik dari dia. Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah" (QS 15: 39).


Secara lahiriah, Iblis melakukan maksiat. Ia membantah Tuhan. Secara batiniah, ia meragukan kebenaran dan kepatutan perintah Tuhan. Ia menerima rububiyyah takwiniyyah (bahwa Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini); tetapi menolak rububiyyah tasyri'iyyah (bahwa perintah Tuhan selalu benar dan layak). Imannya rusak. Hanya karena itu, ia menanggung petaka besar. Tuhan bersabda kepadanya, "Sesungguhnya bagimu laknat-Ku sampai Hari Pembalasan" (QS 38: 78).


Mengapa Iblis yang menyembah Tuhan ribuan tahun harus terkutuk sampai hari kiamat karena satu maksiat saja? Sebetulnya bukan maksiatnya itu yang mendatangkan malapetaka besar baginya, tetapi kerusakan iman batinnya. Ia meragukan kebenaran dan kepatutan perintah Tuhan.


Konon, masih menurut cerita guru ngaji saya, pada zaman ini ada manusia yang bersahabat dengan Iblis. Pada suatu hari ia sibuk mencari uang dari pagi hingga petang bahkan sampai larut malam. Iblis dengan penuh ketakutan mengucapkan kata perpisahan, "Aku takut bergaul lagi dengan kamu. Aku harus meninggalkanmu?" "Mengapa?" Tanya manusia pencari uang itu. "Hari ini, aku melihat kamu meninggalkan shalat sampai lima kali. Dahulu, ka- rena aku tidak bersujud satu kali saja, aku dilaknat sampai hari kiamat. Pikirkan dirimu. Engkau diperintahkan paling tidak sujud 34 kali sehari, dan satu kali pun tidak engkau lakukan. Adieu, mon ami," ujar Iblis.


Saya kira, yang menyebabkan Iblis berkata seperti itu bukan melihat sahabatnya tidak sujud. Boleh jadi sahabatnya itu berkeyakinan bahwa shalat itu dianggap merusak produktivitas. Atau ia berpendapat, "Mengapa shalat harus ditentukan waktunya dan caranya. Bukankah menyembah Allah itu bisa kita buat sekehendak kita. Cara shalat dalam syariat itu tidak efektif." Walhasil, sahabat Iblis itu celaka karena imannya rusak. JR


***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

76 views1 comment

Recent Posts

See All
bottom of page