Akhi
WISUDAWAN MADRASAH RASULULLAH

Di antara reformasi agung yang dilakukan Rasulullah adalah mengubah kesetiaan kepada kelompok menjadi kesetiaan kepada Islam. Saya ingin memberikan contoh keberhasilan reformasi agung itu melalui kehidupan beberapa sahabat yang lulus dari madrasah Rasulullah. Tidak semua sahabat lulus dari madrasah Rasulullah. Ada sahabat yang diskors selama tiga bulan: semua sahabat Nabi yang lain dilarang berbicara dengannya. Sahabat Nabi itu kemudian lari ke gunung, bertobat siang dan malam. Inilah beberapa wisudawan madrasah Rasulullah.
Utsman bin Mazh'un
Para sahabat yang lulus dari madrasah Rasulullah, anehnya, banyak yang tidak kita kenal. Salah seorang tokoh yang tidak begitu kita kenal adalah Utsman bin Mazh'un. Dia dikuburkan di Baqi'. Bapaknya adalah Mazh'un bin Wahab bin Hudzafah bin Jumuh Al-Quraisyi, sedangkan ibunya ialah Suhailah binti Al-Anbas bin Ahban bin Khudzafah bin Jumuh.
Utsman masuk Islam beserta seluruh keluarganya. Dia adalah orang ketiga belas yang masuk Islam. Dia sangat rajin beribadah. Dia pun hijrah dua kali ke Habsyi. Dia ikut berperang di Badar bersama Rasulullah. Dia meninggal dunia setengah tahun setelah peristiwa Hijrah. Nabi menguburkannya di Baqi' dan memberi tanda di kuburannya dengan batu. Nabi juga sering menziarahi kuburannya. Hal ini sekaligus merupakan dalil bahwa ziarah ke kubur merupakan Sunnah Rasulullah.
Kelak, salah seorang putra Utsman syahid pada Hari Yamanah, ketika kelompok Musailamah Al-Kadzdzab melakukan perlawanan. Kesetiaan Utsman bin Mazh'un kepada Allah dan Rasul-Nya lebih tinggi daripada kesetiaannya kepada yang lain. Ketika orang-orang Islam dikejar-kejar dan dianiaya, Utsman hijrah ke Habsyi beserta seluruh keluarganya. Seperti kita ketahui, 'Amr bin Al-'Ash menyusul ke Habsyi dan meminta Utsman supaya kembali lagi ke Makkah. 'Amr bin Al-'Ash juga meminta Raja Habsyi supaya tidak menerima umat Islam di negeri itu dan mengembalikannya ke Makkah.
Ketika Utsman bin Mazh'un kembali dari Habsyi ke Makkah, penindasan masih berlangsung. Orang-orang Islam masih disiksa dan dianiaya. Dia menghadapi ancaman terhadap diri dan keluarganya. Akhirnya, dia mencari perlindungan kepada keluarga Al-Walid bin Mughirah, seorang penyair yang sejak dulu dekat dengan Utsman.
Pada awalnya, Utsman bin Mazh'un masuk Islam karena rasa malu. Rasulullah sering berdakwah kepadanya dan berulang-ulang mengajak Utsman bin Mazh'un masuk Islam. Utsman pernah berkata, "Aku ini masuk Islam karena malu saja. Rasulullah berulang-ulang mengajakku masuk Islam. Waktu itu, Islam belum ada dalam hatiku. Sampai suatu hari, ketika aku sedang bersama Rasulullah, tiba-tiba Rasul memandang ke langit. Seakan-akan beliau sedang memahami sesuatu. Setelah Rasul merenung, aku bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi. Rasul menjawab, 'Allah menyuruh kamu untuk berbuat baik dan memberikan hak kepada keluargamu. Dan Allah melarang kamu dari keburukan dan kemungkaran (QS Al-Nahl [16]:90)."
"Saat itulah, Islam menetap dalam hatiku. Itulah saatnya aku masuk Islam yang sungguh-sungguh, karena aku tersentuh oleh ayat yang indah itu. Lalu aku mendatangi paman Nabi, Abu Thalib, dan aku kabarkan keislamanku. Beliau memberi nasihat, 'Ya Ahli Quraisy, ikuti Muhammad, nanti kamu mendapat petunjuk. Karena Muhammad tidak memerintah kecuali kepada akhlak yang mulia.'
"Kemudian, aku mendatangi Walid bin Mughirah dan membacakan ayat itu kepadanya. Mughirah pun terpesona. Dia berkata, 'Sungguh, dalam ayat-ayat itu ada kemanisannya. Di atasnya juga ada keindahannya. Pada puncaknya ada buahnya, dan di bawahnya rimbun. Ini bukan ucapan manusia. Kalau itu ucapan Muhammad, alangkah bagusnya ucapan Muhammad itu. Dan kalau itu ucapan Tuhannya, alangkah bagusnya ucapan Tuhannya itu.'"
Walid bin Mughirah memang dekat dengan Utsman bin Mazh'un, meskipun dia tidak masuk Islam. Malahan dia termasuk dedengkot kekufuran. Tetapi, kepada Walid bin Mughirahlah, Utsman bin Mazh'un justru berlindung. Walid bin Mughirah pun melindunginya sehingga Utsman tidak diganggu oleh orang-orang kafir. Ketika orang-orang Islam yang lain menderita, Utsman bin Mazh'un bersenang-senang di bawah perlindungan Walid bin Mughirah.
Utsman berkata, "Demi Allah, pagi dan soreku tenteram dalam perlindungan seseorang yang musyrik. Sedangkan, sahabat-sahabat dan teman seagamaku menderita berbagai bala dan kesulitan. Itu semua tidak menimpaku. Sungguh, keadaanku ini adalah sebuah kekurangan yang besar, sebuah aib besar untuk diriku."
Kemudian Utsman bin Mazh'un datang menemui Walid bin Mughirah, "Wahai Aba 'Abdi Syam, sudah selesai sekarang perlindunganmu. Aku kembalikan perlindunganmu itu." Walid menjawab, "Mengapa kamu kembalikan perlindungan itu, hai anak saudaraku? Apakah ada seseorang dari kaumku yang menyakitimu?" "Tidak," jawab Utsman, "bukan karena itu. Aku ingin memilih perlindungan Allah; aku tidak ingin meminta perlindungan kepada selain Dia." Walid berkata, "Kalau begitu, berangkatlah kamu ke masjid dan umumkan terang-terangan bahwa kamu sudah menolak perlindunganku." Keduanya pun lalu berangkat ke masjid. Di sana Walid mengumumkan, "Ini Utsman. Dia telah menolak perlindunganku." Utsman berkata, "Benar apa yang dia katakan. Dia sudah melindungiku dengan sebaik-baiknya. Tetapi, aku lebih senang untuk berlindung kepada Allah saja. Karena itu, aku kembalikan perlindungan Walid."
Pada waktu itu, datang rombongan tokoh Quraisy, salah seorang di antaranya ialah Walid bin Rabiah bin Malik bin Ja'far bin Kilab dari Bani Kilab yang juga duduk di masjid. Ada juga seorang yang bernama Lubaib dari Bani Kilab yang ketika mendengar Utsman bin Mazh'un telah melepaskan perlindungan Walid bin Mughirah, dia membacakan sebuah syair, "Sungguh, segala sesuatu selain Allah itu akhirnya jadi batil." "Shadaqta. Kamu benar," kata Utsman. Kemudian Lubaib meneruskan syairnya, "Semua nikmat akhirnya akan berakhir juga." Maksud Lubaib, segala perlindungan Mughirah itu sekarang berakhir. Utsman berkata, "Kamu dusta. Kenikmatan surga tidak akan pernah berakhir." Lalu Lubaib berteriak, "Hai Quraisy, lihatlah orang yang duduk bersama kalian ini! Dia termasuk orang-orang bodoh yang meninggalkan agama kita." Utsman terus membantahnya, sampai Lubaib marah. Kemudian salah satu telinga dan mata Utsman dipukul sehingga matanya lebam.
Walid bin Mughirah, yang dulu sebagai pelindung Utsman, berkata, "Hai anak saudaraku, sekiranya mata kamu itu sehat, itu karena dulu kamu berada pada perlindungan yang kokoh." Walid bermaksud menyindir Utsman. Tapi Utsman berkata, "Demi Allah, mataku yang sehat ini sekarang 'ngiri' dengan mata yang lain dalam membela agama Allah." Utsman menantang untuk dipukul lagi. Walid berkata, "Mari ke sini, hai anak saudaraku. Kalau kamu mau, aku akan kembalikan perlindunganmu." "Tidak," kata Utsman.
Ketika matanya hampir pecah karena dipukul, Utsman kemudian melantunkan syair yang berisi pujian tentang matanya: "Jika mataku, karena mencari ridha Tuhan, mendapat pukulan tangan mulhid, Tuhan Maha Pengasih telah menggantinya dengan pahala. Siapa yang mendapat ridha Rahman pasti bahagia."
Utsman bin Mazh'un adalah contoh orang yang meninggalkan kesetiaan kepada kelompoknya karena kesetiaan kepada Allah. Dia meninggalkan tribalisme menuju tauhidul ummah, menuju al-ukhuwwah al-Islamiyyah (persaudaraan Islam).
Ada beberapa ayat Al-Quran turun berkenaan dengan Utsman bin Mazh'un. Utsman termasuk dalam "segolongan" (tha'ifah) dalam ayat: Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu (QS Al-Muzzammil [73]: 20).
Aisyah pernah bertutur, "Istri Utsman bin Mazh'un datang kepadaku dalam keadaan lusuh. Kepadanya aku bertanya, 'Mengapa?' la berkata, 'Suamiku puasa siang, shalat malam, terus-menerus.' Ketika Nabi datang, aku kemukakan hal itu. Rasulullah kemudian menemui Utsman dan berkata, 'Hai Utsman, kependetaan tidak diwajibkan atas kita. Tidakkah kamu mengambilku sebagai contoh? Demi Allah, aku paling takut kepada Allah dan paling memelihara hukum-hukum- Nya.' "
Menurut Ibn 'Abd Al-Barr, sehubungan dengan perilaku Utsman dan sahabat-sahabat yang ingin terus-menerus ibadah, turunlah ayat Al-Ma'idah (5): 93, Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang ber- buat kebajikan. (Al-Isti'ab 3: 186.)
Rasulullah mengunjungi Utsman ketika dia sakit. Ketika dia meninggal dunia, Rasulullah ikut menguburkan jenazahnya. Rasulullah juga menangisi kepergian Utsman bin Mazh'un. Sejak zaman jahiliah, Utsman bin Mazh'un memang berakhlak bagus, apalagi setelah dia masuk Islam. Nabi berkata, "Manusia itu seperti logam. Kalau pada zaman jahiliah emas, setelah Islam pun emas juga."
Ibn Ishaq meriwayatkan Utsman sebagai "orang yang paling banyak beribadah". Dia berpuasa pada siang hari dan shalat pada malam hari. Dia menjauhi syahwat dan meninggalkan perempuan. Dia bahkan pernah meminta izin kepada Rasulullah untuk mengebiri dirinya, tetapi Rasulullah melarangnya. Sejak zaman jahiliah, dia tidak pernah minum khamar. Dia beralasan, "Aku tidak akan minum suatu minuman yang menyebabkan akal pikiranku hilang."
Waktu Rasulullah ditinggalkan oleh putranya yang sangat dicintainya, yaitu Ibrahim yang meninggal di Madinah, Rasulullah mendampingkan kuburannya di samping kuburan Utsman bin Mazh'un. Beliau bersabda, "Kuburkan Ibrahim di dekat pendahulu kita yang saleh." Ibrahim dan Utsman dikuburkan di Baqi'.
Mush'ab bin 'Umair
Riwayat singkatnya sebagai berikut. Bapaknya adalah 'Umair bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Abdi Dar bin Qusyaiy bin Kilab. Dari jalur kakeknya, nasab Mush'ab menyambung kepada Rasulullah. Mush'ab bin 'Umair adalah seorang pemuda Makkah yang terkenal sebagai remaja berwajah. tampan, tegap, dan murah senyum. Dia termasuk Assäbigün fil Islam. Dia bergelar Abu Muhammad, sedangkan laqab-nya adalah Mush'ab Al-Khair, "Mush'ab si Baik".
Mush'ab termasuk salah seorang yang hijrah ke Habsyi. Nabi mengutusnya ke Madinah sebagai mubalig, mu'allim, dan mursyid. Berkat dakwah Mush'ab bin 'Umair, banyak kabilah Anshar yang masuk Islam. Dia ikut bersama Nabi dalam Perang Badar. Pada Perang Uhud, Nabi memberinya bendera pasukan. Dia gugur sebagai seorang syuhada pada Perang Uhud.
Pada umumnya, orang yang masuk Islam kebanyakan miskin, para mustadh'afin, yang berasal dari keluarga sengsara, kecuali Mush'ab bin 'Umair. Mush'ab adalah anak seorang keluarga elite. Orangtuanya kaya raya. Ibunya sangat sayang kepadanya sehingga dia selalu diberi pakaian yang bagus-bagus dan indah-indah.
Ketika Mush'ab masuk Islam, ibunya marah-marah dan tidak mau menerimanya lagi. Dia diusir dari rumah. Ibunya pun pernah mogok makan dan hanya mau makan bila Mush'ab bin 'Umair kembali lagi memeluk agamanya semula. Tetapi, Mush'ab bin 'Umair bertahan dan akhirnya sang ibu menghentikan mogok makannya. Mush'ab bin 'Umair sangat mencintai ibunya, tetapi dia lebih mencintai Islam. Dia mendahulukan kesetiaan kepada Islam daripada kesetiaan kepada keluarganya.
Umar bin Khaththab meriwayatkan kisah Mush'ab dalam sebuah hadis berikut: "Pada suatu hari, Rasulullah melihat Mush'ab bin 'Umair di Madinah. Mush'ab datang dengan pakaian compang-camping, sebagian pakaiannya dijahit dari kulit domba. Rasul menangis, lalu bersabda kepada para sahabatnya, 'Lihat, itulah orang yang telah Allah sinari hatinya. Dahulu aku pernah melihatnya berada di tengah orangtuanya yang memberinya makanan yang lezat, minuman yang enak, dan pakaian yang bagus. Tetapi kemudian, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya membawanya kepada keadaan yang kalian lihat.' "
Mush'ab bin 'Umair diutus oleh Rasulullah sebagai mubalig di Madinah, atas permintaan orang-orang Anshar pada Baiat Aqabah yang pertama. Mush'ab berdakwah dengan senyuman. Rasulullah tahu, orang-orang Arab jarang ada yang ramah dan mereka sukar sekali tersenyum. Dalam hal ini, Nabi pernah mengingatkan mereka berkali-kali, "Senyum kepada saudaramu itu sedekah." Mush'ab bin "Umair menaklukkan hati orang dengan senyuman dan keramahannya.
Berikut kisah sebagian dakwahnya di Madinah. Orang yang pertama masuk Islam di tangan Mush'ab bin 'Umair adalah As'ad bin Zurarah. Mush'ab bin 'Umair tinggal ber- samanya. Dengan tujuan berdakwah, kedua orang itu mendatangi satu kabilah yang sangat berpengaruh di kalangan penduduk Madinah. Pemimpin kabilah itu adalah Sa'ad bin Mu'adz dan Usaid bin Hudhair. Mereka masuk melalui dinding Bani Zhafar, Dulu, setiap kabilah membatasi kampungnya dengan dinding-dindingꟷsemacam benteng yang mempunyai pintu gerbang. Begitu juga dengan kota-kotanya. Kedua pemimpin kabilah itu masih musyrik. Ketika mendengar kedatangan Mush'ab dan As'ad, Sa'ad bin Mu'adz berkata kepada Usaid bin Hudhair, "La aban laka, mudah-mudahan kamu tidak punya bapak. Berangkatlah kamu menemui kedua orang itu yang sudah mendatangi perkampungan kita dan menipu orang-orang bodoh di kalangan kita. Sekiranya dia tidak datang bersama As'ad bin Zurarah dan sekiranya kamu bukan keluarga As'ad bin Zurarah, aku sudah membunuhnya."
Usaid bin Hudhair lalu mengambil tombaknya untuk menemui kedua mubalig itu. Ketika As'ad bin Zurarah melihatnya, dia berkata kepada Mush'ab bin "Umair, "Inilah pemimpin kaum. Dakwahi dia kepada Islam." Mush'ab menjawab, "Kalau dia duduk, aku akan bicara dengannya."
Begitu Usaid bin Hudhair tiba, dia langsung memaki-maki Mush'ab bin 'Umair. Mush'ab hanya tersenyum menghadapi makian tersebut. Usaid memakinya, "Mau apa kalian datang kepada kami dan menipu orang-orang bodoh di antara kami? Pergi! Kalau kalian masih memerlukan napas kalian." Mush'ab bin "Umair berkata, "Bagaimana kalau engkau duduk sebentar. Kita ngobrol-ngobrol. Kalau engkau senang, engkau terima. Kalau engkau tidak senang, engkau dijauhkan dari apa yang tidak engkau senangi." Usaid luluh melihat kebaikan hati Mush'ab bin 'Umair. Dia berkata, "Engkau benar."
Kemudian Usaid meletakkan tombaknya dan duduk bersama mereka. Mush'ab bin 'Umair lalu menerangkan tentang Islam. Dia membaca Al-Quran. Ketika melihat Usaid bin Hudhair mendengarkan dengan penuh perhatian, kedua mu- balig itu berkata, "Demi Allah, aku sudah melihat di wajahnya keislaman, sebelum dia berbicara dan menunjukkan keramahan."
Usaid bin Hudhair bertanya, "Alangkah indahnya pembicaraan kamu itu. Kalau ada orang yang mau masuk Islam, bagaimana caranya?" Keduanya berkata kepada Usaid, "Engkau mandi. Engkau bersuci. Bersihkan kedua pakaianmu, kemudian engkau mengucapkan kalimat syahadat. Setelah itu, engkau shalat."
Akhirnya, Usaid bin Hudhair berdiri. Dia mandi, membersihkan pakaiannya, kemudian mengucapkan syahadat dan shalat dua rakaat. Usaid, yang diutus oleh kawannya, Sa'ad bin Mu'adz, untuk mengusir kedua mubalig itu, malah masuk Islam dan berkata, "Sesungguhnya di belakangku ada seorang tokoh. Jika tokoh itu ikut kepadamu, tidak ada seorang pun di antara kaumnya yang akan membantahnya. Namanya Sa'ad bin Mu'adz."
Usaid mengambil lagi tombaknya dan pergi menemui Sa'ad bin Mu'adz beserta kaumnya. Sa'ad sedang duduk di tengah-tengah kabilahnya. Ketika melihat Usaid datang, Sa'ad berkata, "Demi Allah, Usaid telah datang dengan wajah yang berbeda dibanding ketika dia pergi tadi." Ketika Usaid duduk di tengah kelompok itu, Sa'ad bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi?" Usaid pun menjawab, "Aku sudah berbicara dengan kedua orang itu. Dan demi Allah, aku tidak melihat niat buruk pada mereka. Aku melarang mereka untuk menemui kita, tetapi mereka berkata, 'Aku akan lakukan apa yang kalian kehendaki.' Namun, aku dengar, Bani Haritsah sudah keluar untuk membunuh Ibnu Zurarah. Mereka tahu bahwa anak bibimu itu akan menyerang kamu, karena itu mereka akan membunuhnya." Sa'ad bin Mu'adz marah.
Usaid membohongi Sa'ad supaya dia marah dan menemui Ibnu Zurarah karena khawatir Ibnu Zurarah akan diserang oleh Bani Haritsah. Sa'ad mengambil tombaknya, kemudian pergi menemui Mush'ab dan As'ad. Ketika Sa'ad melihat keduanya dalam keadaan tenang, tahulah Sa'ad bahwa Usaid hanya mendorongnya supaya dia mendengarkan pembicaraan mereka.
Sa'ad berdiri dan memaki-maki. Seperti biasa, Mush'ab membalasnya dengan senyuman. Dia berkata kepada As'ad bin Zurarah, "Ya Aba Umamah, sekiranya di antara kita ini tidak ada hubungan kekeluargaan, aku tidak akan sampai pada keadaan seperti sekarang ini." Lalu As'ad berkata kepada Mush'ab, "Ini sudah datang pemimpin yang diikuti oleh seluruh kaumnya di belakang. Jika dia mengikuti Usaid, tidak seorang pun di antara kaumnya yang akan membantahnya."
Mush'ab dengan ramah mengajak Sa'ad duduk dan mendengarkan pembicaraannya. Sama seperti kepada Usaid, dia berkata, "Kalau engkau suka, terimalah pembicaraanku. Tetapi kalau engkau tidak suka, tinggalkanlah apa yang tidak engkau sukai." Kemudian Mush'ab pun duduk membaca Al-Quran. Singkat cerita, karena keramahan Mush'ab, Sa'ad bin Mu'adz akhirnya masuk Islam.
Dalam bahasa Farsi, wajah yang ramah disebut hulu, sedangkan wajah yang menakutkan disebut lulu. Saya pernah mendengar sebuah puisi Farsi berikut:
Orang-orang irfan memperkenalkan agama dengan hulu
Sedangkan para fuqaha memperkenalkan agama dengan lulu
Mush'ab bin 'Umair adalah orang yang memperkenal kan agama dengan wajah yang ramah. Orang yang mencaci maki tidak dilawannya dengan cacian dan makian; dia malah tersenyum, seakan-akan menikmati cacian itu. Dengan keramahannya, luluhlah hati Usaid. Mush'ab berkata, "Kalau engkau suka, terimalah pembicaraanku. Tetapi kalau engkau tidak suka, tinggalkanlah apa yang tidak engkau sukai." Kemudian Mush'ab pun duduk dan berbicara.
Usaid bin Hudhair dan Sa'ad bin Mu'adz lalu menemui kaumnya. Sa'ad berkata kepada kaumnya, "Ya Bani Abdil Asyhal, bagaimana menurut kalian urusanku di tengah-tengah kalian?" Kaumnya menjawab, "Engkau adalah pemimpin kami yang paling akrab di antara kami: yang paling bagus pemikirannya. Engkau adalah pemimpin yang paling bisa dipercaya." Kemudian Sa'ad berkata, "Ketahuilah, mulai saat ini, kalian, baik laki-laki maupun perempuan, haram berbicara denganku sebelum kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Dengan perkataannya itu, Sa'ad bermaksud memutuskan hubungan tribalisme.
Berkat bantuan Sa'ad dan Usaid, akhirnya Mush'ab dan As'ad mendatangi seluruh perkampungan Anshar sehingga tidak ada lagi di antara mereka yang tidak masuk Islam.
Kisah lain meriwayatkan Mush'ab pada suatu peristiwa di Perang Badar. Mush'ab bin 'Umair berada di pihak Rasulullah, sedangkan keluarganya berada di pihak musyrikin.
Seperti kita ketahui, pada Perang Badar, orang Islam me metik kemenangan. Di antara tawanan yang berada di tangan kaum Muslim adalah saudara Mush'ab bernama Abu Aziz bin 'Umair. Mush'ab sebenarnya melihat dan lewat di depan saudaranya yang menjadi pemegang bendera kaum musyrikin itu. Namun, ketika saudaranya menegur dan meminta pertolongannya, Mush'ab bin 'Umair berbicara kepada orang Anshar yang menawan saudaranya itu, "Pegang tawanan ini kuat-kuat. Ibunya orang kaya. Mudah-mudahan ibunya bisa menebusnya dengan harga yang mahal."
"Saudaraku, apakah ini nasihatmu kepadaku?" tanya saudaranya kebingungan. Mush'ab berkata kepadanya sambil menunjuk orang Anshar yang menawannya, "Dia (orang Anshar) adalah saudaraku yang lebih dekat denganku daripada kamu. Dia adalah saudaraku selainmu." Jadi, menurut Mush'ab, saudara seagama itu jauh lebih dekat daripada saudara sedarah.
Tarikh yang saya kutip ini mengakhiri kisah Mush'ab bin "Umair dengan Surah Hüd (11): 45-46, yang mengisahkan doa Nabi Nuh ketika dia ingin menolong anaknya yang tenggelam: "Tuhanku, ini anakku termasuk keluargaku. Dan janji-Mu benar, Engkaulah hakim yang paling bijaksana. " Tuhan berfirman, "Hai Nuh, dia bukan keluargamu. Dia adalah amal yang tidak saleh Janganlah kamu minta kepada-Ku yang kamu tidak punya ilmunya. Aku nasihati kamu supaya kamu tidak termasuk orang- orang yang jahil." Orang jahil adalah orang yang kesetiaan kepada keluarganya lebih besar daripada kesetiaannya kepada Islam.
Mush'ab bin 'Umair lebih mencintai Islam daripada keluarganya. Ketika meninggal dunia pada Perang Uhud, Rasulullah menangisi kepergiannya.
Saya akan mengakhiri kisah Mush'ab bin 'Umair ini dengan satu peristiwa ketika Rasulullah pulang dari Uhud. Ketika memasuki Madinah, beliau disambut oleh perempuan-perempuan yang menangisi kematian keluarga mereka. Di antara mereka, ada Zainab binti Jahsy. Begitu melihat Zainab, Rasulullah berkata, "Bersabarlah engkau, Zainab." Zainab bertanya, "Siapa yang meninggal itu, ya Rasulullah?" "Saudaramu," jawab Rasul. "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'ün. Berbaha- gialah dengan syahadah yang telah dicapainya," kata Zainab. Kemudian Rasulullah kembali berkata, "Bersabarlah engkau." "Untuk siapa, ya Rasulullah?" tanya Zainab. "Untuk Hamzah bin Abdul Muththalib," jawab Rasul. Kembali Zainab berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'ün. Berbahagialah dengan syahadah yang telah dicapainya." Untuk ketiga kalinya, Rasulullah masih berkata, "Bersabarlah engkau, hai Zainab." "Untuk siapa, ya Rasulullah?" Zainab bertanya cemas. Rasul menjawab, "Untuk suamimu, Mush'ab bin 'Umair." Barulah Zainab berteriak, "Duhai derita, duhai kesedihan!"
Ketika meninggal, Mush'ab masih mengenakan pakaiannya yang compang-camping. Rasulullah menangis dan berkata di hadapan jenazah Mush'ab, "Semoga Allah menyayangimu, hai Mush'ab bin Umair. Aku sudah melihatmu di Makkah dulu. Aku juga tak pernah melihat orang yang pakaiannya sebagus pakaianmu; yang kesenangannya sebaik kesenanganmu. Tapi sekarang, engkau dalam keadaan compang-camping dan tertutup debu. " Rasulullah lalu menguburkannya. Saudara Mush'ab, Abu Rum, turun di kuburannya; begitu juga Amir bin Rabi'ah Al-Anzi.
Rasulullah mendoakan Mush'ab bin 'Umair. Berkenaan dengan Mush'ab, turun ayat Al-Quran Surah Al-Ahzab (33): 23, Di antara orang-orang yang beriman itu, ada orang yang membenarkan janji yang sudah mereka berikan kepada Allah.
Itulah Mush'ab bin 'Umair, yang mendahulukan kesetiaan kepada Islam di atas kesetiaan kepada kelompok, keluarga, dan suku bangsanya. Mush'ab bin 'Umair adalah contoh orang yang mendahulukan Islam dengan keramahan dan senyuman, dengan akhlak yang baik.
Dialah orang yang membawa Islam dengan bunga mawar, tetapi tidak dengan durinya. Ketahuilah, banyak orang yang menyebarkan mawar, tanpa menyebarkan harumnya; yang disebarkan justru durinya. Kalau kita menyebarkan Islam dengan duri, kita akan banyak menyakiti orang. Tetapi, kalau kita menyebarkan Islam dengan keharumannya, insya Allah, kita akan berhasil menarik orang lain kepada Islam. Penulis tarikh Mush'ab bin 'Umair yang saya kutip ini memulai tulisannya dengan Surah Al-Mujadilah (58): 22: Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menen- tang Allah dan Rasul-Nya, walaupun mereka itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat-Nya). Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.
Khalid bin Sa'id
Kita akan melanjutkan kisah para lulusan madrasah Rasulullah dengan menceritakan riwayat Khalid bin Sa'id bin Al-'Ash bin Umayyah bin Abdi Syams. Namun, sebelumnya, mari kita renungkan sebuah ayat Al-Quran. Di dalam Al-Quran Surah Bani Israil (Al-Isra') ayat 60, Tuhan berfirman, Dan tidak Kami jadikan mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu, Muhammad, kecuali sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk dalam Al-Quran.
Ayat di atas, menurut asbabun nuzûl-nya, berkenaan dengan mimpi Rasulullah. Rasulullah pernah bermimpi me lihat monyet-monyet naik turun ke mimbarnya. Karena itu, Rasulullah merasa sedih dan berdukacita. Menurut salah satu riwayat, setelah memimpikan hal itu, Rasulullah tidak pernah lagi tersenyum sampai akhir hayatnya. Masih menurut riwayat tersebut, yang dimaksud dengan pohon terkutuk di dalam Al-Quran itu adalah keturunan Bani Umayyah.
Seorang lulusan madrasah Rasul yang akan kita ceritakan kali ini adalah salah seorang keturunan Bani Umayyah. Hal ini tidaklah aneh, karena sepanjang sejarah, di dalam setiap pohon yang terkutuk itu selalu ada buah yang indah. Al-Quran bercerita, misalnya, tentang keluarga Fir'aun. Di tengah-tengah keluarga Fir'aun yang terkutuk itu, terdapat istrinya, yaitu Asiyah binti Mazahim, yang untuknya Allah membangun sebuah rumah di surga.
Adapun yang akan kita kisahkan riwayatnya ini adalah orang dari Bani Umayyah yang telah melepaskan kesetiaan kepada kabilahnya dan bergabung dengan kabilah kaum Muslim. Ia telah menganggap Allah sebagai maula-nya, juga menerima Rasulullah sebagai maulanya, la juga menerima maula yang ditunjuk oleh Rasulullah.
Menarik memang. Kalau kelak Bani Umayyah menegakkan kekuasaannya dengan menentang Ali dan membunuhi para pengikutnya, sahabat lulusan madrasah Rasul yang satu ini malah memihak kepada Imam Ali.

Orang itu bernama Khalid. Bapaknya ialah Sa'id bin Al- 'Ash bin Umayyah bin Abdi Syams. Dia termasuk penguasa Quraisy yang terkemuka. Ibunya bergelar Ummu Khalid bin Habab Al-Saqaflyah. Khalid terkenal berwajah tampan dan manis sehingga orang senang melihatnya. Dalam bahasa Arab, dia disebut wasim jamil. Dia diberi gelar "Aba Sa'id". Dia merupakan orang kelima yang masuk Islam. Sesudah dia masuk Islam, dua orang saudaranya, yaitu Aban dan Utsman, juga menjadi pemeluk Islam.
Ketika Khalid menjadi Muslim, bapaknya menyiksa dan memukulinya. Ia tidak diberi makan dan minum.
Menarik memang. Ketika Bani Umayyah menegakkan kekuasaannya ꟷ dengan menyiksa dan memukulinya serta tidak memberinya makan dan minum selama beberapa hari berturut-turut ꟷ siksaan itu tidak mengubah pendiriannya. Hal itu malah lebih memperkokoh akidahnya.
Khalid ikut hijrah ke Habsyi dan tinggal di sana selama lebih dari sepuluh tahun. Dia baru kembali ke Madinah pada tahun ke-7 Hijriah. Dia ikut berperang bersama Nabi dalam Perang Umratul Qadha, Futuh Makkah, Hunain, Thaif, dan Tabuk. Dia seorang sekretaris Nabi yang menuliskan surah- surah Nabi.
Akan tetapi, "sejarah" memindahkan jabatan sekretaris ini kepada salah seorang tokoh Bani Umayyah yang lain, yaitu Muawiyah. Padahal, Muawiyah masuk Islamnya belakangan. Sebetulnya, yang menjadi sekretaris Nabi dari Bani Umayyah bukanlah Muawiyah, melainkan Khalid bin Sa'id ini. Rasulullah mengangkat Khalid sebagai gubernur di Yaman. Kelak dia baru kembali lagi ke Madinah setelah Rasulullah meninggal dunia. Abu Bakar mengangkatnya menjadi gubernur lagi, tetapi dia menolak. "Kami, anak-anak Uhaiha, tidak akan menerima perintah kecuali dari Rasulullah." Sanak keluarganya pun menolak untuk menjadi gubernur. Khalid syahid pada Muruj Al-Safar, tahun ke-14 Hijriah.
Khalid bin Sa'id masuk Islam karena mimpi. Suatu saat, ketika berada di Makkah, dia bermimpi. Dalam mimpinya itu, dia melihat kegelapan meliputi seluruh Makkah. Begitu gelap gulitanya sehingga orang tidak bisa melihat telapak tangannya sendiri. Tiba-tiba keluar cahaya. Cahaya itu naik ke langit, menyinari Baitullah dan seluruh Makkah. Akhirnya, semua tempat terang benderang. Cahaya itu menyebar sampai ke Najd dan Yatsrib (Madinah). Cahaya itu begitu terang, sampai Khalid bisa melihat kurma yang belum matang pada pohon-pohonnya.
Khalid terbangun. Dia lalu mengisahkan mimpinya itu kepada saudaranya, 'Amr bin Sa'id. 'Amr dipandang sebagai orang pintar di antara keluarga Khalid. 'Amr berkata, "Hai saudaraku, hal ini pasti berkaitan dengan Bani Abdil Muththalib." Kemudian Khalid datang menemui Rasulullah dan menceritakan mimpinya. Nabi berkata, "Ya Khalid, demi Allah, akulah cahaya itu dan akulah utusan Allah." Rasulullah kemudian mengajarinya ajaran Islam, dan Khalid pun masuk Islam pada waktu itu juga.
Menurut sebuah riwayat dari Ibnu Abdil Barr, Khalid berjumpa dengan Rasulullah di Ajyad, satu tempat tidak jauh dari Baitullah. Kepada Rasulullah, Khalid bertanya, "Ya Muhammad, kepada apa engkau menyeru kami?" Rasul menjawab, "Aku menyeru engkau kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya, Yang Maha Esa. Dan Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Tinggalkanlah semua penyembahan kepada batu yang tidak mendengar, tidak melihat, tidak bermanfaat, dan yang tidak tahu siapa yang disembahnya." Khalid lalu berucap, "Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu annaka Rasulullah." Rasulullah gembira dengan keislaman Khalid.
Setelah keislamannya, Khalid menghilang. Dia tidak berada lagi di tengah-tengah keluarganya. Bapaknya tahu tentang keislaman Khalid. Dia menyuruh anak-anaknya yang lain, yang belum masuk Islam, untuk mengejar Khalid. Mereka berhasil menangkapnya. Bapaknya mencaci maki, memarahi, mengutuk, dan memukulinya dengan alat pemukul, sampai pemukul itu pecah di atas kepala Khalid.
"Kamu ikuti Muhammad, padahal kamu tahu dia sudah bertentangan dengan kaumnya. Dia sudah mengejek orang- orang tua sebelumnya," bapaknya membentaknya. Namun, Khalid menjawab, "Betul. Demi Allah, aku sudah mengikuti apa yang dibawanya." Maka, marahlah Abu Uhaiha. Kembali dia memaki-maki dan memukulinya sambil berkata, "Berangkatlah kamu, hai orang sialan! Pergilah sekehendak kamu. Aku tidak akan memberimu makan sama sekali." Khalid berkata kepada bapaknya, "Demi Allah, sesungguhnya Allah yang nanti akan memberiku rezeki di mana pun aku hidup." Berangkatlah Khalid menemui Rasulullah.
Khalid sering menghadiri majelis Rasul, hidup bersama Rasul, dan memisahkan diri dari bapaknya. Dia tinggal di lembah-lembah Makkah, sampai sahabat Rasulullah kemudian menjemputnya untuk membawanya ke negeri Habasyah pada peristiwa Hijrah yang kedua menuju Habsyi.
Kita tidak menguraikan kisah Khalid secara lengkap. Ketika saudara-saudaranya dari Bani Umayyah menentang Ali, Khalid meninggalkan tribalismenya. Ia menjadikan Ali sebagai maula-nya. Ia mempertahankan kesetiaan kepada Imam Ali, walaupun pedang-pedang kabilah dihunuskan di atas kuduknya.
Segera setelah Rasulullah wafat, Khalid bermuram durja. la tidak pergi shalat berjamaah ke masjid selama beberapa hari. Kemelut politik yang terjadi setelah itu menambah duka-citanya. Satu-satunya yang menghiburnya adalah kenangan indahnya pada Rasulullah.
Pada suatu hari, ia menemui Rasulullah. Pada jarinya ada cincin. Nabi memerhatikannya. "Cincin apa ini?" Ia berkata, "Cincin yang saya pakai?" "Lepaskan!" Khalid pun melepaskan cincinnya. Nabi yang mulia bertanya, "Apa yang kau ukirkan dalam cincinmu?" Khalid menjawab, "Muhammad Rasulullah."
Yang terjadi setelah itu sangat mengharukan. Rasulullah mengambil cincin itu, mengenakannya pada jari tangannya yang mulia. Ketika beliau meninggal dunia, cincin besi dari Khalid masih melingkari jarinya. Cincin yang bertuliskan nama maula yang paling dicintai Khalid: "Muhammad Rasulullah". JR wa mā taufīqī illā billāh, 'alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb
Allâhumma shalli 'alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ'atahum
***
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).