Mukjizat Al-Quran

Dalam peringatan Nuzulul Quran, para ulama biasanya membahas tentang i’jazul Qur’an. I’jâz artinya keluarbiasaan Al-Quran sehingga siapa pun tidak bisa menandingi kehebatannya. I’jâz berasal dari kata a’jaza, yu’jizu, i’jâzan, yang artinya melemahkan atau membuat tidak mampu. Al-Quran itu diciptakan Allah Swt. begitu rupa, sehingga sejak Al-Quran sejak diturunkan sampai sekarang, tidak ada seorang pun yang mampu membaut tandingannya, atau sekadar menirunya. Apakah sudah ada orang yang berusaha menirunya? Sudah, dan mereka gagal total. Bukankah Al-Quran turun ketika sastra Arab tengah mencapai puncak kegemilangannya? Beberapa nabi palsu pun berusaha menandingi kalimat-kalimat suci tersebut.

Biasanya, sebuah mukjizat turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu sihir, Nabi Musa diberi mukjizat yang mampu melumpuhkan tukang-tukang sihir tersebut. Mukjizat artinya yang melumpuhkan, yang membuat lemah.

Sekiranya Allah Swt. menurunkan nabi lagi saat sekarang ini disebut ꟷsekiranya karena tidak mungkin lagi ada nabi yang dihadirkan Allah Swt.ꟷ akan tetapi sekiranya nanti Imam Mahdi dikirim kepada kita, salah satu mukjizat beliau adalah kemampuannya dalam bidang teknologi informasi yang mampu melumpuhkan seluruh teknologi informasi yang ada.

Saya membayangkan mungkin dengan kemampuan teknologi informasi yang sangat canggih sekarang ini, para pembawa kebenaran akan diberi kemuliaan bukan saja untuk meng-hack seluruh sumber informasi, tetapi juga melumpuhkan jaringan-jaringan informasi yang ada lalu menggantinya dengan satu jaringan yang ia bawa.

Jadi begitu pula ketika Rasulullah Saw. datang pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak ketinggiannya. Waktu itu, para penyair menggantungkan puisi-puisi mereka di dinding Kabah. Al-Mutanabbi membuat syair-syair yang dinyanyikan oleh orang-orang Arab jahiliyah. Bahkan, syair- syairnya itu mampu bertahan hingga sekarang.

Rasulullah Saw. datang membawa Al-Quran. Kitab suci ini datang dengan satu bahasa yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu. Semua orang yang berusaha untuk menandingi kehebatan Al-Quran, selalu mengalami kegagalan.

Pada zaman Nabi pernah muncul seorang nabi palsu yang bernama Musailamah Al-Kadzzab, atau Musailamah sang pendusta. Ia juga berusaha untuk menandingi kehebatan Al-Quran. Ia menyampaikan wahyu pertamanya dengan meniru-niru gaya Al-Quran. Misalnya, Musailamah mendengar ayat yang turun dalam Surah Al-Fil ayat … “A lam tarâ kayfa fa’ala rabbuka bi asha bil fil.” Lalu, Musailamah juga menulis sebuah Surah yang berbunyi, “Al-fil wamal fil wamâ adrâka malfil lahu khurtum thawal.” Artinya, “Gajah. Tahukah kamu apakah gajah itu? Itulah binatang yang belalainya panjang.”

Coba bandingkan surah Al-Fil dia dengan surah Al-Fil yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Tidak ada pedoman hidup yang bisa kita ambil dari surat gajah Musailamah ini. Tidak ada pengetahuan baru yang keluar dari sana, karena semua orang sudah tahu kalau gajah itu belalainya panjang.

Suatu hari, Amr bin ‘Ashꟷwaktu itu ia belum masuk Islamꟷberkunjung ke daerahnya Musailamah untuk berdagang. Daerah itu terletak di Nejed yang sekarang bernama Riyadh. Kerajaan Arab Saudi mendirikan pusat pemerintahannya tidak di Madinah kota Rasulullah Saw., akan tetapi di Nejed kotanya Musailamah.

Amr bin ‘Ash datang, kemudian Musailamah bertanya sambil bercanda, “Apalagi surah yang turun kepada kawanmu di Makkah itu?”

Amr bin ‘Ashꟷkalau tidak salah masuk Islam pada peristiwa Futuh Makkah menjawab, “Ada sebuah surah pendek tetapi luar biasa, surah pendek itu mengandung makna yang sangat dalam.”

“Coba bacakan untukku,” ujar Musailamah.

Lalu Amr bin ‘Ash membacanya, “Bismillahirrahmanirrahîm. Wal ‘ashr. Innal insâna lafi khusr. Illaladzina âmanu wa ‘amilus shalihati watawashaw bil haqqi watawashaw bil shabr.”

Musailamah terpekur sebentar, kemudian ia berkata, “Kepadaku juga turun surah semacam itu.

“Coba bacakan kepadaku,” kata Amr.

Musailamah segera membacakan “wahyu” yang turun kepadanya, “Ya wabr, ya wabr, innamâ anta udzunani wa shadr wa sa’iruka hafrun nakr.”

Begitu Amr bin ‘Ash mendengar ayat itu, ia tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Wallâh innaka lakadzib!” Demi Allah, pasti kamu berdusta!

Amr bin ‘Ash yang masih kafir saja bisa membedakan wahyu dengan kebohongan. Mengapa? Karena isinya. Berikut ini terjemahan suratnya Musailamah, “Hai kelinci, hai kelinci, sungguh tampak padamu itu dua telinga dan satu dada. Dan di sekitar kamu terdapat banyak lubang bekas galian.”

Itulah sebabnya Amr bin ‘Ash tertawa terbahak-bahak. Amr bin ‘Ash tahu kalau Al-Quran itu turun dari Allah Swt. dan tidak bisa ditandingi kehebatannya. Sekiranya ayat itu turun kepada kita, mungkin pada hari ini kita akan mengadakan pengajian tentang kelinci dan kita tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari penjelasan tentang kelinci tersebut. Bandingkan dengan Surah Al-Ashr itu. Menurut Imam Syafi’i, sekiranya seluruh ayat Al-Quran itu tidak turun dan yang turun kepada kita itu satu surah saja, Surah Al-Ashr itu sudah cukup untuk kita jadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari.

Banyak penulis membahas tafsir Surah Al-Ashr. Surat ini mengajarkan kepada kita untuk memelihara waktu hidup yang sangat berharga, karena waktu yang hilang tidak bisa kita tebus kembali. Surat ini juga mengajari kita untuk menghindari kerugian karena waktu terus berputar sehingga kita harus mengisinya dengan iman dan amal saleh. Surat ini pun mengajari kita prinsip saling membantu, saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran. Surat ini cukup untuk menjadi pedoman hidup kita sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Setiap surah yang terdapat dalam Al-Quran memiliki makna luar biasa. Menurut Mas Dawam Rahardjo, sekiranya seluruh Al-Quran tidak turun dan yang turun hanya Al-Fatihah, itu saja sudah cukup. Ketika ia menulis tafsir dan tafsirnya baru sampai Al-Fatihah saja, ia sudah mengatakan betapa hebat dan menakjubkannya Al-Fatihah itu.

Biasanya, para ulama memiliki ayat-ayat favorit dalam Al-Quran yang mereka pandang luar biasa, walaupun semua ayat luar biasa. Saya ingin mengikuti kebiasaan para ulama itu. Ambillah satu ayat dalam Al-Quran yang bisa kita jadikan pedoman hidup. Saya pilih ayat yang pendek. Ayat Al-Quran, sependek apa pun, maknanya sangat dalam dan tidak tertandingi. Wal ashr itu ‘kan satu ayat, pendek, tetapi ada yang lebih pendek dari itu, yaitu Yâ sîn, satu ayat, hanya terdiri dari dua huruf. Ternyata, masih ada lagi yang lebih pendek: Qaf, satu ayat juga, dan hanya satu huruf saja.

Ayat favorit saya ꟷyang bisa kita jadikan pedoman hidup ꟷ terdapat dalam Surah Ar-Rahmân ayat ke-60. Ayat ini dikawal oleh ayat sebelumnya, yaitu “Fabiâyyi ala’ irabbikumâ tukadzibân,” dan ayat sesudahnya juga, “Fabiâyyi ala’ irabbikumâ tukadzibân. (Artinya), “Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” Dua kalimat inilah yang mengawal ayat pendek tersebut. Pesan saya, hapalkan ayat pendek ini.

Sekiranya seluruh ayat Al-Quran itu tidak turun, dan yang turun hanya ayat ini saja, itu sudah cukup menjadi pedoman hidup kita. Apa ayat yang dimaksud, “Hal jaza’ul ihsân illa al-ihsan.” Apa lagi balasan perbuatan baik itu kecuali perbuatan baik lagi, apalagi balasan kebaikan itu kecuali kebaikan lagi?

Sunatulah di Alam Semesta

Allah Swt. mengatur alam semesta dengan satu hukum, “Hal jaza’ul ihsân illa al-ihsân”. Kalau Anda berbuat baik kepada orang lain, akan ada orang lain yang akan dikirim Allah Swt. untuk berbuat baik kepada Anda. Kalau Anda menolong orang lain, Allah pun akan menolong Anda dengan mengirimkan tangan-tangan-Nya kepada Anda. Bukankah balasan kebaikan adalah kebaikan lagi? Inilah ajaran moral dalam Al-Quran. Sekarang, orang modern menyebutnya hukum reciprocity. Jadi, kalau kita berbuat baik pasti kita akan menuai kebaikan lagi. Ihsan artinya berbuat baik. Kebaikan itu disebut khair, kalau berbuat baik namanya ihsan. Jadi, kalau kita berbuat baik, akan ada makhluk Allah yang berbuat baik lagi kepada kita. Bahkan, “dibayarnya” tidak pernah setimpal, akan tetapi selalu lebih baik.

Ketika Qarun sudah menjadi orang yang sangat kaya, sehingga untuk memikul kunci perbendaharaannya saja, diperlukan sekelompok orang yang kuat. Kemudian Nabi Musa dikirim Allah Swt. untuk memberikan peringatan kepada Qarun. Isi peringatan tersebut adalah, “Ahsin kamâ ahsanâlahu ilaik.” Hai Qarun, berbuat baiklah kamu sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Bagikan rezeki kamu yang banyak itu sebagaimana Allah sudah memberikan rezeki-Nya kepada kamu.

Saya pernah membaca sebuah buku yang berjudul When Good Things Happen to Good People. Buku ini menceritakan sebuah konsep yang sangat menarik, bahwa “kebaikan terjadi pada orang yang berbuat baik lagi”. Buku ini mengisahkan mengapa orang-orang baik selalu memperoleh kebaikan lagi. Buku ini merupakan hasil penelitian selama dua puluh tahun dari sebuah lembaga penelitian dari Keys Medical University, sebuah universitas kedokteran di Amerika Serikat. Sir John Templeton, seorang kaya raya memberikan uang jutaan dolar untuk lembaga penelitian ini. Tugas mereka adalah meneliti unlimited love, tentang cinta yang tidak terbatas. Nama lembaganya adalah IRUL atau Institute for Research on Unlimited Love atau Lembaga Penelitian tentang Cinta yang Tidak Terbatas. Mereka meneliti dampak perbuatan baik terhadap kesehatan dan kebahagiaan para pelakunya.

Kata mereka, mengapa para psikolog selama ini hanya meneliti orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan saja. Mengapa tidak diteliti orang yang baik-baik. Ada psikologi yang khusus membahas Psikologi Inmates, orang-orang yang tinggal di penjara. Kalau tidak menggarap orang-orang gila, mereka menggarap orang-orang yang berada dalam jeruji besi. Mengapa psikologi tidak meneliti orang-orang baik yang suka menolong orang lain. Itulah dasar penelitian IRUL. Hasil penelitian tersebut disimpulkan dalam buku When Good Things Happen to Good People. JR wa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb

Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *