Tiga Pokok dari Sepuluh Perintah Tuhan

Dalam Surah Al-Ahzab ayat 57-58, Allah Swt. berfirman, ” Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan (57). Dan orang-orang yang menyakiti orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (58).”

Ayat ke-58 bercerita tentang perbuatan menyakiti seseorang bukan karena kesalahan yang mereka lakukan. Apabila seorang guru menyuruh seorang murid untuk pulang kembali karena terlambat datang ke sekolah, mungkin murid tersebut sakit hatinya. Namun, sakit hati yang diderita murid itu karena ia datang terlambat.

Islam misalnya menetapkan hukuman cambuk delapan puluh kali bagi orang yang menuduh orang lain berbuat zina, tanpa mendatangkan saksi. Hukuman tersebut pasti menyakiti tubuhnya, akan tetapi hal itu tidak termasuk ke dalam Surah Al-Ahzab ayat 58, kare- na penuduh itu memang terbukti menuduh seseorang berzina tanpa saksi.

Ayat 58 Surah Al-Ahzab mengatakan bahwa barang-siapa menyakiti seorang Mukmin, laki-laki atau perempuan bukan karena perbuatan yang mereka lakukan, atau ̶ menurut sebagian tafsir ̶ menyebarkan fitnah tentang seseorang, menuduh orang melakukan sesuatu yang tidak dia lakukan, maka dia telah memikul fitnah besar dan dosa yang sebenar-benarnya. Ayat ini termasuk ayat yang sangat keras di dalam Al-Quran. Perbuatan menyakiti sesama manusia, seperti menyakiti hatinya, tubuhnya, sehingga membuatnya menderita, sedih atau mengalami depresi, membuatnya cemas atau membuatnya ketakutan adalah dosa besar yang dapat menghapuskan bukan saja ibadah kita, tetapi juga amal- amal kita lainnya.

Orang yang suka menyakiti hati orang dilaknat Tuhan. Saya selalu menambahkan kata “hati”, padahal menyakiti tidak selalu pada hati, mungkin karena itu yang paling berat. Kalau menyakiti fisik itu masih bisa diobati, tetapi kalau menyakiti hati itu sangat sulit diobati. Tentu ada banyak kejadian apabila orang disakiti tubuhnya, itu juga sekaligus menyakiti hatinya. Misalnya ada orang yang dimaki sambil dipukul. Menyakiti tubuh seorang Mukmin pun memiliki efek yang sama, yaitu akan mendapat laknat Allah di dunia dan di akhirat.

Ada juga orang yang menyakiti tubuh tetapi malah membahagiakan hati. Yang seperti ini tidak mendapat siksaan dan laknat Allah. Misalnya, seorang pencinta yang gemes kepada orang yang dicintainya, kemudian mencubitnya. Hal ini tidak termasuk mendapat hukuman, karena boleh jadi ia menyakiti tubuhnya, tetapi tidak menyakiti hatinya. Atau, anak-anak kecil yang saling menyakiti karena rebutan mainan atau ada kecemburuan di antara mereka.

Jadi, Perbuatan yang termasuk perbuatan menyakiti sesama manusia ialah menjatuhkan kehormatan, menghina, mencemoohkan, dan mengejeknya. Allah Swt. mewajibkan kita untuk memuliakan setiap orang, apa pun agamanya, pangkatnya, ataupun kekayaannya. Kita dilarang merendahkan kehormatan sesama manusia. Dalam Islam, merendahkan kehormatan termasuk salah satu dosa besar. Bahkan, menurut Rasulullah Saw., dosanya lebih besar daripada dosa berzina.

Dalam sebuah hadits, dalam wasiat-wasiat Rasulullah Saw., beliau bercerita tentang betapa besarnya dosa riba. Menurut hadits tersebut, memakan riba itu dosanya 63 kali lebih besar daripada berzina. Rasulullah Saw. pun menyebutkan bahwa riba yang paling berat ialah menjatuhkan kehormatan seorang Muslim dengan mengejeknya, mencemoohkannya, merendahkannya, dan memfitnahnya.

Jadi, perbuatan yang menjatuhkan kehormatan seorang Muslim dihitung sebagai perbuatan yang sangat besar dosanya. Ajaibnya, dosa semacam ini dipandang remeh oleh kaum Muslimin. Al-Quran menyebutkan, “…dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal, (perbuatan tersebut) pada sisi Allah adalah besar,” (QS. An-Nûr [24]: 15).

Jika saya harus meringkas ajaran Islam ke dalam sepuluh pokok atau “sepuluh perintah Allah,” maka tiga pokok yang pertama dapat kita susun sebagai berikut.

Pertama, “Hendaklah kamu beribadah kepada Allah Yang Esa dan jangan mempersekutukan-Nya.”

Kedua, “Berkhidmatlah kepada sesama manusia, jadikanlah hidup kamu sebagai ladang perkhidmatan terhadap sesama manusia.”

Ketiga, “Jangan pernah menyakiti hati siapa pun; jangan pernah menjatuhkan kehormatan siapa pun.”

Ternyata, ajaran ini adalah ajaran seluruh agama. Orang Hindu mengatakan, “Tidak boleh menyakiti makhluk Tuhan.” Orang Budha juga, umat Kristiani, dan semua agama melarang kita untuk menyakiti sesama. “Mencintai sesama manusia” tanpa mempedulikan agamanya, apa pun latar belakangnya, apa pun pendidikannya, adalah nilai universal setiap agama. Kita harus menolong dan menghormati sesama manusia.

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca pernyataan seorang pimpinan PKB Jawa Barat yang dimuat di Pikiran Rakyat. Dia bercanda, tetapi candanya itu bagus dan saya ingin memopulerkan candanya ke seluruh dunia. Kata dia, “Sekiranya dipinggir jalan ada orang yang menggelepar-gelepar memerlukan pertolongan, lalu datanglah kepadanya seorang politisi pimpinan parpol Islam. Kepada sang politisi itu dikabarkan, ‘Tolong ada orang menggelepar-gelepar di pinggir jalan.’ Politisi itu akan bertanya, ‘Dia Muslim atau bukan?’ Itu pertanyaan pertama. Pertanyaan kedua, ‘NU atau Muhamadiyah? Kalau sudah dijawab ‘NU’, kemudian ada pertanyaan lagi, ‘PPP atau bukan?’ Lalu dijawab, ‘Oh ini PPP’. Politisi itu pun masih juga bertanya, ‘PPP-nya Hamzah Haz atau Zaenudin MZ?’ Sampai pada pertanyaan tersebut orang yang membutuhkan pertolongan itu pun meninggal dunia.

Sebenarnya, di dalam diri kita ada fitrah untuk mencintai sesama manusia dan menyayangi mereka. Hanya saja, dalam perjalanan hidup, fitrah itu tertutup oleh awan fanatisme kelompok. Dulu, saya pernah diminta untuk mengisi Insert di sebuah televisi swasta. Durasinya hanya beberapa menit. Itu pun saya dibawa ke mana-mana oleh kru televisi. Saya disuruh naik pohon, disuruh turun ke sungai, kemudian disuruh berdiri di atas bebatuan, hanya beberapa menit tapi capeknya luar biasa, hingga setelah itu saya kapok tidak mau syuting lagi. Pada salah satu acara itu, saya pernah berada di sebuah pohon.

Kemudian saya perkenalkan pemirsa televisi kepada matahari yang sedang lewat memasuki awan. Saya bertanya kepada mereka, “Apakah matahari itu hilang karena sekarang tertutup awan?” Tentu tidak, matahari itu tetap ada, hanya sinarnya saja yang tertutup awan. Begitu juga rasa kasih sayang kita kepada sesama manusia. Fitrah itu ada pada diri kita semua. Semua ibu menyayangi anaknya, semua kawan menyayangi kawannya, semua manusia menyayangi sesama manusia. Rasa kasih sayang itu senantiasa ada, tetapi kadang kita melihatnya hilang, seperti matahari yang tertutup awan. Salah satu awan itu adalah fanatisme kelompok. “Kita mau tolong sih kalau dia itu satu partai dengan kita.”

Kita kembali kepada “perintah Allah” yang ketiga, bahwa kita tidak boleh menjatuhkan kehormatan orang lain, siapa pun orangnya, baik dengan cara menghina, mencemoohkan, mengecam, atau menyakiti hatinya. Karena perbuatan itu ̶ sekali lagi saya ingatkan ̶ menghapuskan seluruh amal ibadah kita, seperti fatamorgana di padang pasir. Kita tidak memperoleh apa-apa, hanya bayang-bayang saja, seolah kita mendapat pahala tetapi kemudian semuanya terhapus begitu saja. Demikian menurut Al-Quran. Rasulullah Saw. bersabda, “Kalau seseorang yang menyakiti orang lain itu berdoa, Allah akan membalasnya dengan melaknat dia. Setiap kali dia berdoa Allah akan melaknatnya.”

Baru saja saya membaca dialog antara Iman ‘Ali Zainal Abidin dengan Asy-Syibli yang baru pulang berhaji. Imam ‘Ali bertanya, “Apakah kamu sudah masuk ke Masjid Haram?”

“Betul wahai putra Rasulullah, aku sudah masuk Masjid Haram.”

“Apakah ketika kamu masuk Masjidil Haram kamu berniat di dalam hatimu bahwa sejak saat itu kamu tidak akan pernah lagi menjatuhkan kehormatan sesama Muslim dan tidak akan lagi mempergunjingkan mereka?”

“Tidak wahai putra Rasulullah, saya masuk Masjidil Haram begitu saja, tanpa niat untuk tidak lagi menjatuhkan kehormatan kaum Muslimin, tanpa niat bahwa saya tidak akan lagi mem- pergunjingkan sesama kaum Muslimin.”

Imam ‘Ali berkata, “Kalau begitu engkau belum masuk Masjidil Haram, engkau belum melakukan ibadah haji, engkau belum wukuf di Arafah, engkau belum sampai ke Mina.”

Imam ‘Ali Zainal Abidin menekankan betul bahwa inti dari ibadah haji ialah tidak menyakiti sesama manusia. Saya merasakan kalau pengalaman haji saya yang pertama sangat dahsyat. Mengapa? Karena sebagian besar jamaah haji hanya mementingkan diri mereka sendiri. Kalau ada pembagian makanan di bus, pembagian apel misalnya, orang-orang yang duduk di bagian depan akan menumpuk apelnya, baru sisanya dikirim ke belakang. Saya yang kebetulan duduk di belakang sering tidak kebagian, padahal jumlahnya mungkin sudah dihitung pas.

Beberapa waktu lalu, saya membaca fatwa-fatwa Sayyid Husein Fadlullah dalam Al-Bayyinat. Seseorang bertanya kepada beliau, “Ustadz, bagaimana hukumnya merokok ketika kita sedang puasa, karena menurut sebagian orang merokok tidak membatalkan puasa karena tidak termasuk makan dan minum?” Sayyid Husein Fadlullah menjawab, “Aku tidak mempersoalkan apakah merokok itu membatalkan atau tidak, tetapi merokok itu adalah perbuatan haram dan dalam keadaan berpuasa kita terlarang untuk melakukan perbuatan haram apa pun.”

Saya ingin menambahkan, di Indonesia merokok di tempat umum termasuk perbuatan yang menyakiti orang lain. Apalagi sekarang terbukti bahwa perokok pasif jauh lebih rentan terkena penyakit daripada perokok aktif. Para perokok akan berkata, “Kalau begitu sudah saja sekalian menjadi perokok aktif.” Boleh saja, tetapi dengan demikian, kita sudah mengundang laknat Allah dalam doa-doa kita. Karena, betapa banyaknya orang yang tersakiti dengan asap rokok itu, menderita karena asap rokok itu, sakit karena asap rokok itu!

Di SMA Plus Muthahhari anak-anak pernah bertanya tentang dalil dari Al-Quran dan hadits-bahwa merokok itu haram. Saya katakan, kalau kamu ingin tahu dari Al-Quran dan hadits, pelajarilah agama sampai menjadi seorang mujtahid seperti Sayyid Husein Fadlullah. Merokok itu merusak, mengganggu, menyakiti orang lain. Itu perbuatan yang menyakiti kaum Mukminin, laki-laki maupun perempuan.

Kita ini memiliki kecenderungan kita untuk tertawa di atas penderitaan orang lain. Saya malah “takut” untuk menyebutnya sebagai fitrah. Fitrah bangsa Indonesia adalah tertawa melihat penderitaan orang lain. Kalau suatu saat kita menginjak kulit pisang lalu terjerembab, kita pasti tertawa. Saya pernah jalan-jalan di rel kereta api, kemudian saya menendang sesuatu dan hampir tersungkur. Orang-orang di sekitar saya tertawa. Ada kenikmatan melihat orang lain menderita. Akhirnya, sifat itu menjadi kebiasaan para pemimpin kita. Pada tahun baru mereka tertawa terbahak-bahak di atas penderitaan orang lain. Sebagian orang mungkin “tertawa” ketika ribuan jamaah haji tidak bisa berangkat tahun ini. Mungkin jauh di lubuk hati kita, melihat penderitaan orang lain adalah satu kenikmatan tersendiri. Untuk satu saat nanti, orang yang menderita itu mendapat giliran untuk menertawakan kita pada Hari Akhir karena penderitaan yang mereka alami di dunia ini.

Menjatuhkan kehormatan termasuk perbuatan yang dilarang dan termasuk perbuatan dosa. Sebutlah itu sebagai Ten Commandments yang ketiga, “Jangan sakiti hati siapa pun, ter- masuk menyakiti hati adalah menjatuhkan kehormatan, dan yang termasuk menjatuhkan kehormatan adalah mempergunjingkan orang lain, mempergunjingkan sesama kita.”

Saya ingin mengakhiri pembicaraan ini dengan sebuah hadits Nabi Saw., “Setiap orang mempunyai empat puluh penjagaan.” Dalam bahasa Arab, penjagaan itu disebut ‘ismah. Bentuk jamaknya ‘isham. Seperti yang kita baca dalam doa Kumail, “Al- lähummaghfirliy adz-dzunûb allati tahtikul ‘isham.” (Artinya), “Ya Allah, ampunilah dosaku yang meruntuhkan penjagaan.” Kita dijaga dengan empat puluh penjagaan, empat puluh ‘ismah, empat puluh junnah, empat puluh perisai yang mengelilingi kita, sehingga kalau kita berbuat buruk, tidak ada orang yang tahu perbuatan buruk itu. Kita ini terjaga, seperti dibentengi dengan empat puluh benteng, sehingga perbuatan kita yang buruk terlindungi. Akan tetapi, kalau kita berbuat dosa satu kali saja, runtuhlah satu benteng itu. Kalau dosanya termasuk dosa besar, seperti berzina, runtuhlah satu benteng, dua kali berzina runtuh dua benteng. Akan tetapi, kalau kita ̶ kata Rasulullah Saw. ̶ menggunjingkan orang lain, maka empat puluh benteng itu sekaligus runtuh. Kalau seseorang menggunjingkan orang lain di belakang, seluruh benteng penjagaannya akan runtuh. Tinggallah sayap-sayap malaikat yang masih melindunginya, kemudian Allah berfirman kepada malaikat-Nya, “Irfa’u ajnihatakum’; sekarang, angkatlah sayap-sayap kamu.” Kemudian, malaikat pun membentangkan sayapnya sehingga semua makhluk melihat kejelekan dia. Seluruh kejelekan yang disembunyikan Allah itu terbongkar. Dia menjadi orang yang terburuk dalam pandangan makhluk di bumi dan makhluk di langit. Semua melihat keburukannya dan sangat sulit baginya untuk kembali pada kebaikan. Itu karena dosa menggunjingkan orang lain.

Seseorang itu, kalau sudah terlibat dalam pergunjingan atau terlibat fitnah, borok-borok dan aib dirinya akan terlihat orang, “Eh… ternyata orang itu begini, ternyata orang itu begitu.” Semua terjadi karena seluruh penjagaan Allah telah diangkat darinya. Na’udzubillahi min dzâlik. JR wa mā taufīqī illā billāh, ‘alaihi tawakkaltu wa ilaihi unīb

Allâhumma shalli ‘alâ Sayyiidina Muhammad wa Âli Sayyiidina Muhammad wa ajjil farajahum warzuqna fiddunya ziyâratahum wa fil âkhirati syafâ’atahum

***

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari www.scmbandung.sch.id, SMP Plus Muthahhari www.smpplusmuthahhari.sch.id, SMP Bahtera www.smpbahtera.sch.id, dan SMA Plus Muthahhari www.smaplusmuthahhari.sch.id).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *