Dari tiga dasar falsafah yang dikemukakan, kita menyimpulkan tiga hal: Pertama, pendidikan harus memerhatikan perpaduan antara tubuh dengan jiwa. Harus disadari bahwa hal-hal yang bersifat fisik berpengaruh besar pada proses psikologis, seperti persepsi, kognisi, volisi, konsep-diri, dan sebagainya. Pada saat yang sama, pikiran yang mewakili “jiwa” manusia-memengaruhi proses psikologis dan fisiologis sekaligus. Kedua, manusia memiliki kemampuan yang hampir tidak ada batasnya. Tubuh dan jiwa manusia dapat berkembang jauh lebih tinggi daripada apa yang kita bayangkan. Pendidikan harus berusaha mengoptimalkan seluruh potensi ini. Ketiga, dimensi mistikal dalam kehidupan manusia harus dikembalikan lagi pada situasi belajar. Karena sepanjang sejarah, agama memberikan jalan sistematis untuk memperoleh pengalaman mistikal, maka kita dapat merujuk pada ajaran-ajaran agama yang bersifat mistikal. Agama yang mensucikan adalah agama yang mengantarkan anak didik pada proses kembali kepada Tuhan, yang membimbing mereka dalam kerinduan mereka untuk kembali kepada al-Mashir, untuk-sambil mengutip penyair Jerman, Novalis immer nach Hause.
Dari tiga hal di atas, kita dapat merumuskan tiga metode: maksimalisasi pengaruh tubuh terhadap jiwa, maksimalisasi pengaruh jiwa terhadap proses psikofisik dan psikososial, serta bimbingan ke arah pengalaman mistikal.
Untuk memaksimalkan pengaruh “tubuh”, banyak metode dapat dikembangkan. Di sini, kita hanya akan menyebut berapa saja: lingkungan fisik yang menyenangkan, penggunaan musik, dan penggunaan latihan-latihan fisik (physical exercises) yang menimbulkan kepercayaan diri.
Lingkungan fisik yang menyenangkan
Saya tidak mungkin menyajikan berbagai hasil penelitian berkenaan dengan pengaruh lingkungan fisik pada proses belajar-mengajar. Izinkanlah saya mengutip dari Bobbi DePorter.
“Dengan mengendalikan lingkungan Anda, Anda melakukan langkah efektif pertama untuk mengendalikan seluruh pengalaman belajar Anda. Sekiranya saya harus menyebutkan salah satu alasan mengapa program kami berhasil membuat orang belajar lebih baik, saya harus menyebutkan karena kami berusaha menciptakan lingkungan optimal, baik secara fisik maupun emosional.
“Sebelum program dimulai, staf kami pergi ke setiap ruangan kelas dan mengubahnya menjadi tempat di mana anak didik merasa senang, terangsang, dan dibantu. Kami memasukkan tanaman, sistem musik, dan bila perlu kami menyesuaikan temperatur dan memperbaiki pencahayaan (lighting). Kami mengatur bantalan kursi agar mereka duduk dengan enak, membersihkan jendela, menghias dinding dengan poster-poster yang indah dan pernyataan-pernyataan yang positif.
Ketika anak didik masuk ke lingkungan fisik yang cerah, menyenangkan, dan menantang pada hari pertama, setiap orang ditegur secara personal oleh pemimpin tim. Mereka dibawa bermain dengan yang lain dalam tim, sehingga mereka mulai pelajaran dengan sense of belonging. Semua pengalaman mereka yang pertama sangat menyenangkan dan membuat mereka bahagia.”
Penggunaan musik
Selama belajar, murid melakukan berat, tekanan darahnya naik, pekerjaan mental yang gelombang otaknya bertambah cepat, dan otot-ototnya menjadi tegang. Ketika mereka melakukan relaksasi, tekanan darah menurun, otot-otot melonggar. Tetapi dalam keadaan deeply relaxed, murid sangat sukar melakukan konsentrasi penuh.
Penelitian Dr. Georgi Lozanov menunjukkan bahwa ada musik-musik tertentu yang membuat kita setengah relaks sehingga mampu berkonsentrasi. Sebutlah relaxe focus. Jenis musik yang paling kondusif untuk belajar adalah musik Baroque, seperti ciptaan Bach, Handel, Pachelbel, dan Vivaldi. Ketika kita belajar, belahan otak sebelah kiri kita diaktifkan; dan ketika musik diperdengarkan, belahan otak sebelah kanan dirangsang. Belahan otak sebelah kanan inilah yang sering mengganggu kita dalam belajar, bila tidak diberi pekerjaan.
Latihan-latihan fisik
Para siswa dibawa untuk latihan-latihan fisik yang sangat menantang dan kelihatan “berbahaya”. Tentu saja staf instruktur sudah mengatur latihan ini dengan sangat memerhatikan zona aman. Lebih penting daripada itu, semua siswa yang pada mulanya takut melakukan latihan itu membuktikan bahwa mereka bisa melaluinya. Keberhasilan ini akan menumbuhkan kepercayaan diri yang besar. Mereka yakin bahwa masalah yang paling mengerikan pun ternyata mampu mereka atasi. Pada buku saya, Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak, saya melaporkan banyak hasil penelitian yang menegaskan pentingnya gerak fisik dalam proses pembelajaran.
Memaksimalkan Pengaruh Jiwa
Untuk memaksimalkan pengaruh jiwa, kita sebutkan saja beberapa contoh: modelling, menanamkan rasa bangga, berpikir positif, dan menghindari kritik. Modelling sudah kita jelaskan dengan contoh pada permulaan tulisan ini. Di sini, hanya perlu dijelaskan bahwa bila manusia menemukan model yang tepat, ia akan berusaha menjadi model itu. Ia perlahan-lahan akan mengalami perubahan secara ruhaniah, juga jasmaniah, mendekati orang yang menjadi model itu.
Salah satu penelitian ilmiah berkenaan dengan ini adalah berkenaan dengan stigmata, false pregnancy, dan multiple personality. Semuanya abnormal dan dipilih karena kemampuan deskriptifnya yang sangat dramatis.
Menanamkan rasa bangga. Adalah David McCleland yang menunjukkan adanya hubungan antara rasa bangga dengan hasrat berprestasi. Bangsa-bangsa yang berhasil membangun peradaban adalah mereka yang merasa menjadi manusia istimewa. McCleland menyebut gerakan reformasi dan Protestanisme yang disertai dengan keyakinan sebagai umat pilihan. Kita sekarang paham mengapa Al-Quran mengingatkan pemeluk Islam bahwa “antum al-a’laun, kuntum khaira ummatin (kalianlah umat yang terbaik) dan sebagainya. Atau Nabi Saw. yang mendidik sahabat-sahabatnya untuk tidak merendah di hadapan orang-orang kafir.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidik harus berhasil menanamkan pada anak-anak didiknya bahwa mereka bukan sembarang orang. Mereka adalah the selected few. Secara praktis, guru dapat mengembangkan rasa bangga.
Berpikir positif. Sudah banyak buku membicarakan pengaruh berpikir positif. Berpikir positif artinya mempunyai pandangan yang positif tentang diri Anda, pekerjaan Anda, dan pandangan orang lain pada pekerjaan Anda. Berpikir positif juga mempunyai ekspektasi yang baik dan berusaha mewujudkannya. What you think about, comes about. Konon, Henry Ford berkata, “Whether you think you can or think you cannot-you’re right!”
Hindari kritik. Ketika seorang anak kecil berjalan, ia terjatuh beberapa kali. Tidak seorang dewasa pun yang menegurnya, “Hai, bodoh betul kamu.” “Salah, bukan begitu caranya”, atau “Memang kamu sulit belajar?” Orang-orang dewasa bahkan menggembirakannya, mendorongnya, dan memberikan semangat kepadanya. Dalam satu tahun, anak itu sudah sanggup berjalan, sebuah gerak yang sangat kompleks baik secara fisik maupun neurologis.
Dalam dua tahun, anak mulai belajar berbahasa. Dalam lima tahun, mereka mengetahui 90% dari semua kata yang biasanya dipergunakan oleh orang-orang dewasa. Semuanya diperoleh tanpa mempelajari buku tata bahasa atau kurikulum yang sistematik. Tetapi begitu anak masuk sekolah, mulailah ia mendengar orang-orang dewasa mengkritiknya, memberikan komentar yang tidak sedap tentang prestasinya. Tahun 1982, Jack Canfield, psikolog ahli self-esteem, menemukan bahwa dalam satu hari rata-rata setiap anak menerima 460 komentar yang negatif dan 75 komentar positif. Terdapat enam kali lebih banyak komentar negatif daripada komentar positif. Setelah beberapa tahun disekolah, terjadilah learning shutdown, yang menguras banyak tenaga kreatif manusia.
Dimensi mistikal. Untuk memasukkan dimensi mistikal dalam proses belajar mengajar, kita dapat merujuk pada latihan-latihan ruhani dari berbagai agama. Untuk umat Islam, kita boleh mengambil pelajaran dari aliran-aliran tarekat. Atau kalau kita memandang itu sebagai bid’ah, kita dapat melakukan praktik-praktik yang dicontohkan Nabi Saw. seperti banyak berdoa, berzikir, beristighfar, tafakur, dan sebagainya. Dimensi mistikal jugalah pekerjaan besar orangtua dan pendidik untuk mengembangkan tingkat kecerdasan spiritual mereka.
Orangtua, guru, dan sekolah dapat berfungsi sebagai mursyid (pembimbing ruhani) yang dengan telaten dan penuh rasa sayang membimbing murid-muridnya mensucikan batin, membersihkan diri, dan kemudian melatih mengaktualkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya.[]
KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari, SMP Plus Muthahhari, SMP Bahte