Kekuatan Imajinasi

“Orang Mati Beku dalam Mobil Pendingin”. Ini judul berita dalam salah satu surat kabar di Amerika. Membaca judul berita itu, tidak seorang pun yang akan keheranan. Ini bukan berita. Orang pasti mati kedinginan dalam lemari es yang berbentuk mobil (refrigerator car). Tetapi berita itu tidak berhenti di sini. Ada orang masuk ke mobil pendingin itu dan terjebak di dalamnya karena pintunya tiba-tiba terkunci. Ketika pintu dibuka, orang itu sudah mati dengan semua gejala orang yang kedinginan. Bongkah-bongkah es menempel pada sekujur tubuhnya. Yang mengherankan, temperatur di mobil itu sama sekali tidak dingin, karena sudah lama mesin pendinginnya dimatikan.

Jadi, mengapa ia mati? Jawabannya: ia percaya betul bahwa ia masuk ke mobil pendingin. la percaya bahwa ia akan mati kedinginan. Pikirannya memengaruhi tubuhnya sehingga terjadilah kypothernia. Ia mati karena pikirannya.

Di tempat lain, ada sekelompok mahasiswa menculik seorang asisten yang dipandangnya terlalu galak. Mereka membawanya ke sebuah hutan kecil, tidak jauh dari universitas. Muka asisten itu ditutup kain hitam. Ketika tutup mukanya dibuka, ia melihat kepalanya berada di bawah pisau guillotin besar, yang dahulu digunakan untuk menghukum mati baginya. Mukanya ditutup kembali. Selembar kain disabetkan dengan keras ke arah tengkuknya, seakan-akan pisau besar itu jatuh menimpanya. Lalu, air hangat dialirkan ke lehernya. Asisten itu mati!

Sandiwara atau permainan itu telah meminta korban. Siapakah yang membunuh asisten itu? Pikirannya sendiri. la berpikir bahwa ia sudah ditebas pedang. la percaya darah hangat sudah membasahi lehernya. “A man’s life is uhat his thoughts make of it,” kata Marcus Aurelius Antonius, Kaisar Romawi tempo dulu. “You don’t think what you are. You are what you think,”ujar para psikolog mutakhir.

Betulkah kekuatan berpikir kita dapat menentukan hidup dan mati kita? Sebetulnya, lebilh tepat kita menggunakan frasa “kekuatan imajinasi” ketimbang kekuatan berpikir. Berpikir biasanya dikaitkan dengan hal-hal yang rasional. Imajinasi tidak selalu rasional. Berpikir dihubungkan dengan kerja otak sebelah kiri, sedangkan imajinasi berkaitan dengan kerja otak sebelah kanan.

Kekuatan imajinasi adalah salah satu jembatan yang menghubungkan jiwa dengan tubuh. Tubuh kita memberikan reaksi kepada imajinasi kita. Tubuh tidak dapat membedakan apakah imaji (gambaran mental) kita itu riil atau imajiner. “Imaji bisa jadi mewakili atau tidak mewakili realitas eksternal, tetapi ia selalu mewakili realitas internal,” ujar Martin I. Rossman, MD, pendiri Academy for Guided Imagery. “Imajinasi barangkali sumber daya kesehatan orang yang paling jarang digunakan. Imajinasi dapat digunakan untuk mengingat dan menciptakan kembali masa lalu, mengembangkan wawasan mendalam tentang masa kini, memengaruhi kesehatan fisik, mendorong kreativitas dan inspirasi, serta mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan di masa depan.”

Dengan kekuatan imajinasi, kita menciptakan pencitraan (imagery). Apabila kita mencitrakan di dalam benak sesuatu yang seolah-olah kita lihat, lazimnya kita menyebutnya visualisasi. Belakangan, istilah visualisasi lebih populer ketimbang imagery: terutama setelah Dr. Carl Simonton menggunakannya untuk pengobatan penderita kanker.

Dr. Simonton pertama kali menggunakan teknik ini pada tahun 1971 untuk mengobati pasien kanker teng gorokan. Kondisinya telah didiagnosis sebagai “tidak ada harapan”. Pasien berusia 61 tahun. la sangat lemah, beratnya turun drastis menjadi 45 kilogram, dan ia mengalami kesulitan untuk bernapas dan menelan ludahnya sendiri. Walaupun ia direncanakan untuk menerima pengobatan dengan sinar atau radiasi, para dokter mengkhawatirkan bahwa penyinaran akan makin memperburuk kondisi tubuhnya.

Dr. Simonton membuat program relaksasi dan pencitraan untuk orang itu. Ia menyuruhnya meluangkan waktu lima sampai lima belas menit tiga kali sehari. Latihan pencitraan yang dilakukan berupa membayangkan radiasi seakan-akan “peluru-peluru energi” menyerang semua sel baik yang sehat maupun sel-sel kanker. la harus membayangkan sel-sel sehatnya tetap sehat dan sel kankernya mati dengan cepat. Pasien kemudian memvisualisasikan kankernya mengerut dan kesehatannya kembali normal. Usai program ini, orang itu dapat menerima radiasi dengan rasa sakit yang minimal. Di tengah-tengah perawatan, ia mulai makan lagi dan mengalami kenaikan berat badan dan kekuatan. Dalam dua bulan, kankernya hilang sama sekali.

Dr. Patricia Norris, perintis dalam bidang pencitraan dan penulis buku Why Me? bekerja melayani orang-orang yang menderita sakit parah. Dr. Norris membedakan di antara dua jenis pencitraan; pertama, citra yang dikayangkan oleh dokter sebagai cara untak menyugestikan penyembuhan; kedua, citra yang diciptakan pasien sehagai cara untuk memahami makna gejala penyakitnya atau untuk mengakses sumber daya batiniah. Dr. Normis terkenal karena kasus penggunaan imagery yang dilakukan oleh Garrett Peter, sembilan tahun, yang didiagnosis menderita kanker otak pada stadium terminal. Berdasarkan film Ster Trek yang sangat disukai Garrett (dibuatlah pencitraan scakan-akan para pahkawan Star Trek bersama-sama menyerbu dan mengluncurkan makhluk asing yang berupa sel-sel kanker otaknya), selama satu taun Dokter Norris membimbing Garrett dalain terapi intensif. Sesudah itu, tumor otak anak itu hilang sama sekali (Goldberg. 1900: 249)

Jika the power imagination dapat menghilangkankan kanker dari otak kita, bisakah ia dengan caranya yang sama memasukkan kegenisan ke dalam otak kita? Jawabannya menakjubkan: Bisa! Karena orang yang pernah melakukan hal yang terakhir ini adalah Einstein. Dr. Win Wenger dan Richard Poe menyebutnya The Einstein Factor.

Ketika kecil, karena penyakit dysleis (sebagian menyebutnya autistic), Einstein dianggap bodoh dibandingkan dengan kakak-kakaknya. la mengalami kesulitan berbicara dan membaca “Perkembangan masa kanak- kanaknya berlangsung sangat lambat,” kata saudara perempuannya, Maja Winteler Einstein, “dan ia mengalai kesulitan yang begitu luar biasa sehingga orang-orang di sekitarnya cemas ia tidak akan mampu berbicara. Setiap kalimat yang ia ucapkan, betapapun sederhananya, selalu ia ulangi sendiri secara pelan-pelan, dengan menggerakkan bibirnya. Kebiasan ini berlanjut sampai ia berusia tujuh tahun.”

Gurunya dalam bahasa Yunani mengecamnya, “Kamu tidak bakal jadi apa apa.” Dari sekolah, ia dikeluarkan. La juga gagal ujian masuk ke perguruan tinggi Akhirnya, ia terpaksa menerima pekerjaan rendahan di kantor paten di Swiss. Dalam usia pertengahan dua puluh talunan, ia seperti ditakdirkan akan hidup biasa-biasa saja. Tetapi, pada usia 26 tahun, ia menerbitkan Teori Relativitas. Di dalanya, ia merumuskan teorinya yang terkenal E=mc2. Enam belas tahun kemudan, ia memenangi hadiah Nobel. (Jika Anda dianggap orang bodoh, tingkatkan percaya diri Anda dengan membayangkan dri Anda sebagai Einstein. Bukan hanya Einstein, Thomas Edison, penemu 1.093 paten, dianggap sangat-sangat bodoh. Henri Poincare, ahli matematika yang terkenal, menjawab tes IQ Binet begitu buruk sehingga ia dianggap imbesil, yakni, idiot hanget.)

Mari kita balik lagi kepada Einstein. Kita bertanya kepadanya bagaimana ia sampai kepada teorinya, yang merupakan hukum fundamental jagat raya. Einstein berkata, “I did net arrive my understanding of the fundamental laws of the universe throgh my rational mind.” Jika Einstein tak sampai pada pemahaman tentang hukum-hukum dasar jagat raya melalui pemikiran rasional, lalu melalui apa lagi? Kalau bukan kecerdasan IQ-nya yang cemerlang, apa yang menjadikan Einstein genius terbesar abad dua puluh?

Dalam catatan otobiografinya, Einstein menceritakun saat pertama kalinya ia memikirkan teori relativitas: “Kira-kira seperti apa kalau kita berlari di samping pancaran cahaya, dengan kecepatan cahaya?” begitu dibayangkan Einstein. Ia juga membayangkan mengendarai ujung berkas cahaya (light beam) sambil memegang cermin. Apakah ia melihat bayangannya dalam cermin, karena cahaya yang meninggalkan wajalnya harus bergerak lebih cepat daripada cahaya supaya mencapai cermin? Einstein lebilh memercayai intuisinya ketimbang teori klasik itu. Dalam bayangannya, sangat hucu kalau kita memegang cermin dan tidak melihat wajah kita di dalamnya. Einstein membayangkan jagat raya yang memungkinkan kita meliat wajah kita dalam cermin, walan pun kita mengendarai berkas cahaya. Dan Teori Relativitas lahir!

Pikolog Robert Dilts, dengan mengumpulkan catatan tercecer dari Einstein, seperti surat-menyuratnya dengan Sigmund Freud dan Jacques Hadamard serta wawancaranya dengan Max Wertheimer, menemukan: “Einstein menyatakan halwa ia berpikir terutama dengan menggunakan citra visual dan perasaan. Ungkapan pikirannya dalam bentuk verbal dan sudah selesai.” Kepada Max Wertheimer, Einstein berkata, “These thought did not come in any verbal formulation.I very rarely think in words at all.”

Para pendidik sekarang sudah membawa praktik the power of imagination ini ke ruangan kelas. la dapat membantu meningkatkan kecerdasan IQ salah satu dari unsur SEPIA (Spiritual, Emotional Power, Intellectual, dan Aspiration) dalam buku ini. Marilah kita simak penaturan Sheila Ostrander dan Lynn Schroeder dalam buku best seller-nya Superlearning 2000.

“Ketika Dr. Robert Hartley dari University of London sedang berjuang mengatasi prestasi akademis buruk dari anak-anak yang kurang beruntung, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ketika masih menjadi murid sekolah, Hartley mengalami kebuntuan ketika harus menulis esai yang penting. Akhirnya ia membayangkan seorang pembaca berita membahas topik itu. Inspirasi pun datang. Hartley muda yang putus asa membayangkan dirinya sebagai pengulas berita dan kalimat mulai mengalir. Dapatkah berpura-pura’ menggerakkan yang lain untuk mencapai kemajuan?

Hartley menghadapi anak-anak yang buruk dalam mengerjakan tes memasangkan gambar. “Coba bayangkan orang yang sangat pintar yang kamu kenal, begitu kata dia kepada anak-anak itu. Jadilah kamu aktor. Tutup matamu. Bayangkan bahwa kamu menjadi orang yang sangat pintar itu dan melakukan tes sebagaimana dia melakukannya.”

Sesame buka pintu! Anak-anak membayangkan dirinya sangat pintar dan menjadi pintar. Skor mereka naik secara signifikan. Prestasi ‘slow learners’ tidak dapat lagi dibedakan dari anak-anak yang cerdas. Salah seorang di antara mereka tidak memercayai nilainya. Waw, ini bukan hasilku katanya protes. Itu pasti hasil orang pandai itu.’ Langkah imajinatif berikutnya, Hartley mencatat, ialah memperbaiki citra diri yang buruk.” (superlearning 2000, h. 181).

Jadi, the power of imagination dapat membantu meningkatkan IQ atau kecerdasan logis siapa pun. Saya percaya, ia juga dapat meningkatkan kecerdasan spiritual. Ibn Arabi, yang dijadikan contoh manusia yang cerdas secara spiritual oleh Robert A. Emmons dalam The Pychology of Ultimate Concern, menyebut quwwat mutakhayyilah, kekuatan imajinasi sebagai salah satu fakultas yang membawa kita kepada alam yang lebih luas. la juga dapat meningkatkan kecerdasan ruhaniah kita di samping kecerdasan yang lain. Pencitraan, imagery, dapat meningkatkan kecerdasan Anda dalam berempati (kecerdasan enosional), menentukan masa depan Anda (kecerdasan aspirasi), melipatgandakan kekuatan Anda dengan mengakses sumber daya yang tidak pernah habis (kecerdasan kekuatan).

Kita sekarang tahu bahwa kekuatan imajinasi tidak saja mampu mengembangkan macam-macam kecerdasan, tetapi juga dapat menciptakan realitas seperti yang kita bayangkan. Bagaimana kekuatan imajinasi ini dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari tampaknya bisa menjadi bahan pembicaraan berikutnya. Tapi, jika Anda ingin menggunakan kekuatan ini sekarang juga, sejauh yang Anda pahami dari tulisan ini, go ahead! Sebelum membaca lembar demi lembar buku SQ For Kids, bayangkanlah bahwa Anda sekarang ini bukan Anda lagi, tetapi Einstein, Edison, atau yang lainnya. Lihatlah apa yang terjadi pada diri Anda.

Izinkanlah saya mengakhiri bagian ini dengan ajakan ekstraordinis Craig Karges, “Menurut saya Anda harus ‘mengizinkan’ diri Anda. Bukalah diri Anda untuk kemungkinan-kemungkinan yang membuat Anda bisa meraih hal-hal yang jauh melampaui apa yang Anda pikir bisa Anda raih. Bebaskan imajinasi Anda! Bergabunglah dengan saya dalam perjalanan menakjubkan menyelami pikiran Anda sendiri. Kita akan menemukan banyak kesenangan, dan saya yakin Anda akan takjub menyadari betapa digdayanya Anda. Selamat menjelajah!” []

KH. Jalaluddin Rakhmat, Pendiri Yayasan Muthahhari (Untuk Pencerahan Pemikiran Islam) dan Sekolah Para Juara (SD Cerdas Muthahhari, SMP Plus Muthahhari, SMP Bahtera, dan SMA Plus Muthahhari).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *